RUSIA CLBK DENGAN INDONESIA, KENAPA AMERIKA SEWOT ? – (1)
KoranJokowi.com, Bandung : Jauh sebelum terjadinya operasi TRIKORA (Tri Komando Rakyat, 19 Desember 1961— 15 Agustus 1962 (Sidang PBB), Perdana Menteri Uni Soviet ketika itu, Nikita Khrushchev, sudah terkesan dengan kualitas Presiden Ir.H. Sukarno (Bung Karno) sebagai seorang pemimpin. Semua itu bermula dari ketika Indonesia sukses menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung. Sejak itu, nama Bung Karno mulai sering muncul di surat kabar-surat kabar Uni-Soviet.
RUSIA & BUNG KARNO
Bung Karno paham itu, dia pun memainkan ‘politik tingkat Dewa’, disaat Amerika dirasa sulit diajak kompromi mengenai Pembebasan Irian Barat. Sukarno pun mengunjungi Uni Sovyet (Rusia) tahun 1956 , mereka pun sepakat membantu satu kapal penjelajah, 14 kapal perusak, delapan kapal patroli antikapal selam, 20 kapal rudal, beberapa kapal torpedo bermotor dan kapal meriam, serta kendaraan-kendaraan lapis baja dan amfibi, helikopter, dan pesawat pengebom. Diperkirakan nilainya lebih dari USD.2,5 milyar. Bung Karno punn semakin ‘pede’, dan’sesumbar’ kepada dunia jika saat itu Angkatan Perang Indonesia adalah terkuat di belahan bumi selatan, Sontak membuat Amerika dan sekutunya ‘mati-berdiri.. Ahahaha…
Tidak lama Presiden Amerika – John F. Kennedy pun melunak bahkan mendukung opeasi Trikora sebagaimana Uni-Sovyet, Amerika pun membberikan bantuan perang lainnya bberupa; 41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan berat), 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-19, 20 pesawat pemburu supersonik MiG-21, 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan korvet, dan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian).
Singkat ceritera, tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York. Pada perundingan itu, Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A. Schurmann. Diantaranyya kesepakatannya adalah Belanda akan menyerahkan pemerintahan Irian Barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris Jenderal PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.
RUSIA & JOKOWI
Tahun 2018 lalu Presiden Jokowi menyetujui Kemenhan RI yang berencana akan membeli 11 unit pesawat tempur Rusia Sukhoi Su-35 dengan anggaran sekitar Rp.16 trilyun, dan sebagai gantinya, Rusia diwajibkan membeli komoditas dari dalam negeri senilai 50 % dari total pembelian senjata tersebut (USD.570 juta /sekitar Rp.7,69 triliun. Adapun daftar produk-produk yang rencananya akan dibeli Rusia pada waktu itu di antaranya adalah karet, kopi, teh hingga kelapa sawit.’Ahahahah…. Pak Dhe emang gue banget,sob.
Disaat Jokowi-Hatters bereaksi liar atas hal itu, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa tahun 2003 Indonesia pernah membeli 4 unit pesawat Sukhoi seri Su-27 dan Su-30, masing-masing sebanyak dua unit. Tahun 2008, 9 unit lagi yakni tiga unit untuk setiap seri. Terakhir, Indonesia membeli enam pesawat Sukhoi Su-30 pada 2012.
Presiden Jokowi seolah memberikan ‘cermin’ bahwa semua ini pernah dilakukan Presiden sebelumnya, karena beliau baru menjabat Presiden sejak tahun 2014. Termasuk rencana 11 unit baru yang ‘barter’ dengan karet, kopi, teh hingga kelapa sawit itu.
RUSIA, JOKOWI DAN PERAIRAN NATUNA
Yang terbaru, Presiden Jokowi menyetujui Perusahaan migas milik pemerintah Rusia, Zarubezhneft mengakuisisi 50% hak partisipasi Premier Oil (Inggris?) dalam Pengembangan Blok Tuna, Perairan Natuna, dimana Akuisisi ini dilakukan melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd.
Hal ini diawali dengan mulai ‘ketidak-siapan’ dana Premier Oil berbagi risiko mengembangkan Blok Tuna kedepan, Presiden Jokowi pun membuka kesempatan kepada siapapun untuk hal itu, hingga akhirnya Rusia-lah yang menjadi ‘juara-nya, ahahah.
Presiden Jokowi sudah jauh hari ‘memahami’ bahwa Rusia adalah produsen utama migas dunia yang sejajar dengan Amerika Serikat dan Arab Saudi. Bahkan produksinya sudah mencapai 10 juta – 12 juta per hari.
Eheemm,.. disatu sisi Presiden Jokowi juga memahami AS memang sejak Orba telah mendominasi hal itu, maka dengan ‘merapatnya’ Rusia di Perairan Natuna yang juga berdekatan dengan Laut Cina Selatan, Presiden Jokowi tidak perlu ‘sibuk, karena Tiongkok (RRC) adalah sekutunya Rusia.Mungkin tanpa kita tahu, Presiden Jokowi telah jauh hari membicarakan ini dengan Presiden Rusia Vladimir Putin saat pertemuan mereka di Singapura, Rabu (14/11/2018) lalu. Padahal Presiden Vladimir Putin sebelumnya (1 Maret 2018) saat pidato State of the Nation di hadapan Parlemen Rusia sempat ‘meledek’ Amerika dengan mengatakan bahwa Rusia telah memproduksi sejumlah senjata nuklir pemusnah massal terbaru yang ia klaim mampu membuat misil yang dilesatkan mengecoh sistem pertahanan Amerika Serikat. ‘Ahahaha…-BERSAMBUNG- (Red-01/Foto.ist)
Be the first to comment