Azaz Tigor Nainggolan,SH,MH – (22),
Kekerasan Seksual sama dengan Pembunuhan. Indonesia Darurat Kejahatan Kekerasan Seksual pada anak.
KoranJokowi.com, Jakarta : Melihat kejahatan keji Herry Wirawan ini, sudah seharusnya para pelaku kekerasan seksual dihukum seperti pelaku pembunuhan dihukum seumur hidup dan dengan hukuman kebiri. Usulan ini akan banyak yang menentang. Hukuman sama dengan kejahatan pembunuhan karena dianggap diluar aturan hukum sebagaimana diatur dalam KUHPidana. Hukuman kebiri akan ditolak karena dianggap melanggar hak asasi manusia.
Hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual seperti yang saya pernah dampingi dengan pelaku Syahril Parlindungan Martinus Marbun (43 tahun) seorang pendamping terhadap anak-anak yang harusnya didampingi di gereja di Depok sejak 2002 hingga 2020 baru dibongkar. Dalam berkas pertama dengan 3 orang korban, pelaku Syahril Parlindungan Martinus Marbun hanya di hukum penjara 15 tahun, denda Rp 200 juta dan Restitusi Rp 16 juta. Lamanya waktu tersebut juga berarti akan banyak korban dari pelaku Syahril P Marbun. Korban yang melapor ada 23 orang anak tetapi korbannya tentu akan bisa lebih banyak lagi tetapi takut mengadu. Begitu pula dengan kejahatan bejat kekerasan seksual yang dilakukan oleh Herry Wirawan terhadap anak-anak di bawah umur hingga ada 9 korban melahirkan anak. Kejahatan ini dilakukan oleh Herry Wirawan sejak tahun 2016 hingga 2020, tentu korbannya juga akan lebih dari yang sudah mengaku atau melapor.
Anak-anak yang menjadi korban tentu sudah dibunuh dirinya dan masa depannya oleh tindakan biadab pelaku seperti Syahril Parlindungan Martinus Marbun dan Herry Wirawan serta penjahat kekerasan seksual pada anak. Berarti bagi kepada pelaku kejahatan seksual pada anak harus dihukum seumur hidup seperti pelaku kejahatan pembunuhan. Begitu pula para pelaku harus juga ditambah hukuman kebiri sebagai sudah diundangkan oleh presiden Jokowi. Hukuman berat bagi para pelaku kekerasan seksual pada anak adalah untuk menghentikan agar pelaku setelah selesai menjalani hukuman tidak melakukan kejahatan kekerasan seksual kembali. Jika berpatokan pada tulisan pada pasal 82 UU no:35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Indonesia, pelaku hanya bisa dihukum maksimal penjara 15 tahun saja. Bagi aparat penegak hukum negara harus berani melakukan penemuan hukum agar keadilan bisa diraih oleh si korban.
Coba dipikir, hukuman penjara 15 tahun, pelaku seperti Syahril Marbun dan Herry Wirawan masih memiliki kemampuan melakukan kejahatan kekerasan seksual kembali karena usia masih memungkinkan. Selain itu juga harus diberikan hukuman denda sangat besar dan hukuman denda (Restitusi) agar pelaku tidak mampu lagi secara ekonomi. Penerapan hukuman seberat-beratnya ini jika diterapkan akan jadi bukti kuat negara berpihak pada korban karena tidak membiarkan para pelaku berkeliaran. Sikap dan perilaku tidak berpihak ini juga masih terjadi dalam kasus kekerasan seksual pada anak untuk berkas kedua dengan pelaku Syahril Marbun di Polres Depok yang sudah dilaporkan sejak 18 Juli 2020. Sampai hari, sudah setahun lebih saya sebagai kuasa hukum korban belum juga dilimpahkan berkas perkaranya ke kejaksaan negeri Depok, Jawa Barat. Hukuman sangat berat juga bisa jadi alat edukasi atau efek jera agar negara bisa menghentikan kejahatan kekerasan seksual. Menafsirkan dan menemukan hukum oleh aparat penegak hukum seperti Hakim adalah tindakan progresif dan dibenarkan secara hukum.
Indonesia sudah masuk dalam situasi darurat kejahatan kekerasan seksual pada anak. Situasi darurat ini terjadi karena negara dalam hal ini para aparat penegak hukumnya tidak berpihak pada korban dan membiarkan pelakunya dihukum sangat ringan sekali atas nama hukum. Berhubung sudah berada dalam situasi darurat maka harus dilakukan tindakan di luar pendekat konvensional seperti selama ini. Sudah saatnya negara mendorong para aparat melakukan penegakan hukum tidak seperti biasanya dalam kondisi normal (progresif) agar keadilan menjadi nyata bagi korban. Situasi darurat harus ditangani secara khusus (progresif) dan tidak seperi biasa agar dapat diselesaikan dan dituntaskan masalahnya, yakni menghentikan kekerasan seksual pada anak.
Jakarta, 21 Desember 2021
Azas Tigor Nainggolan,SH,MH.
Advokat bagi korban.
Lainnya,
Hukum mati Guru Pesantren ‘cabul’ Herry Wirawan ? – KORAN JOKOWI
Azas Tigor Nainggolan, “ FAKTA DUKUNG PRESIDEN JOKOWI TENTANG PP ATURAN KEBIRI” – KORAN JOKOWI
2 Trackbacks / Pingbacks