
Pilpres 2024 (153),
“CAWE-CAWE, CAKWE & JENDERAL YUE FEI “
Koranjokowi.com, EDItorial :
Semalam (31/5) saya mengikuti diskusi ringan melalui zoom mengenai hasil survey Kompas dan Cawe – cawenya Jokowi. Yang mengherankan lagi diantara peserta banyak melakukan sumpah serapah bukan by data , khususnya mengenai kekuasaan atas investasi aseng (Cina), Kegagalan infrasruktur th.2014-2023, dsb. Yang semua juga disampaikan dengan ‘umpatan. Saya paham ini grup ‘tetangga sebelah namun saya menikmati sampai akhirnya saya mendapatkan waktu untuk bicara. Diantara hal yang saya sampaikan, bahwa dari 5 negara besar yang ber-investasi ke Indonesia thn.2019-2022 adalah Singapore USD.9,3 milyar, Hongkong USD.4,6 milyar dan Cina USD.3,1 milyar. Lalu mengapa demikian membenci Cina?
Mereka juga menyalahkan Presiden Jokowi dalam hal sektor pertanian, saya menyampaikan data by Rilis KLHK Tahun 2022 bahwa : (1). Produksi petani naik sebesar 56,50% dan meningkatnya rata-rata pendapatan petani Rp28 juta per tahun atau Rp2,36 juta per bulan, (2). Sebanyak 49% petani memiliki rumah permanen, 85% petani memiliki motor dan 55,5% di antaranya memiliki motor lebih dari dua unit, (3). Perhutanan Sosial sukses menyerap sekitar 2.196.621 tenaga kerja atau 1,61% dari jumlah tenaga kerja nasional. (4). Sudah ada 7.311 kelompok usaha Perhutanan Sosial yang menghasilkan berbagai komoditas yang didominasi agroforestry (57%). Ke-5, Dari target 12,7 hektare Perhutanan Sosial, telah terealisasi 4,2 juta hektare untuk 870.746 kepala keluarga di 6.673 lokasi, Yang ke-6 yang masih menjadi PR bersama adalah jika sebelum tahun 2015, dari pemanfaatan hutan seluas 42 juta hektare, sebanyak 96% dikuasai swasta, sedangkan masyarakat hanya 4%. Kini menjadi 76% dan 14%, ada peningkatan. Dan perlu di ‘gaskeun lagi. eheheh.
Lalu salahnya dimana?
Hal lain, Pro-kontra demikian dahsyat usai Presiden Jokowi mengumpulkan 6 ketua umum partai politik di istana (2/5) lalu, padahal itu hal biasa untuk membahas politik nasional, dan sejak itulah kemudian tetangga sebelah menyebut ‘Jokowi cawe – cawe’ demi keselamatan jabatannya hingga tahun 2024 yad. Oh ya pertemuan itu minus Ketum PKS, Nasdem & Demokrat ya, paham dong.
Bahkan tetangga sebelah beserta sekutunya ‘mengotak-atik / menggoreng ‘ hal ini dengan istilah ‘cawe-cawe’ sebagaimana dimuat di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),yang mana kalimat ini berasal dari bahasa Jawa yaitu; membantu mengerjakan (merampungkan, membereskan); ikut menangani.
Mereka juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi melakukan ‘cawe-cawe’ yang diartikan sebagai tindakan ikut campur dalam suatu hal atau urusan yang tak seharusnya menjadi tanggung jawab atau kewenangan seseorang.
Agh, sudahlah….
Kita sebagai relawannya memahami bahwa ‘kalau pun ini benar, pastinya beliau melakukannya untuk kepentingan negara, dimana keinginan pembangunan dapat berlanjut meskipun ada transisi kepemimpinan. Sebagai contoh, suatu waktu di desa saya akan ada hajatan, bapak A akan mengawinkan anaknya, dengan menggunakan lapangan desa agar banyak menampung tamu datang apalagi akan ada orkes organ tunggal, Apakah salah jika si Kades ikut campur dalam segala hal, parkir kendaraan, keamanan & ketertiban dsb?, Pastinya si Kades akan menemui/memanggil tuan rumah, RW/RT setempat, Babinsa, Hansip dsb. Sehingga hajatan ini dapat berjalan dengan baik dan aman. Salah Kades dimana?
“Cawe-cawe untuk negara, untuk kepentingan nasional. Saya memilih cawe-cawe dalam arti yang positif, masa tidak boleh? Masa tidak boleh berpolitik? Tidak ada konstitusi yang dilanggar. Untuk negara ini, saya bisa cawe-cawe,”, demikian beliau saat menjamu sejumlah pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/5).
Jokowi menjelaskan Indonesia butuh keberlanjutan pembangunan untuk menjadi negara maju, harus ada sosok pemimpin yang melanjutkan berbagai pembangunan saat ini, pastinya juga beliau tidak ingin penerusnya menghentikan berbagai upaya pembangunan yang sudah berjalan.
Bahkan Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menuding beliau melakukan ‘cawe-cawe dalam hal kasus pengambilalihan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko. Juga cawe – cawe dalam kasus adanya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Moeldoko terkait kepengurusan Partai Demokrat tengah bergulir di Mahkamah Agung (MA).
‘Wis makin mumet, dimana cawe cawenya om?
‘Agh, sudahlah.
CAKWE BUKAN CAWE – CAWE
Cakwe adalah salah satu penganan tradisional asal Tionghoa. yang berasal dari dialek Hokkian yang berarti “hantu yang digoreng”yang populer pada zaman Dinasti Song, berawal dari matinya Jenderal Yue Fei yang terkenal akan nasionalismenya akibat fitnahan Perdana Menteri Qin Hui.
Sejarah cakwe sendiri masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Ada yang mengatakan bahwa makanan ini berasal dari Tiongkok, namun ada juga yang berpendapat bahwa makanan ini berasal dari Vietnam. Beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa cakwe diperkenalkan di Indonesia pada awal abad ke-20 oleh para pedagang Tionghoa. berikut ini sejarah yang berasal dari tiongkok Jenderal Yue Fei adalah salah satu Jenderal Dinasti Song dari Selatan yang terkenal akan keberhasilannya menekan suku Jurchen Dinasti Jin dari utara. Pada abad ke-12, Yue Fei adalah jenderal utama pasukan Kerajaan Song. Dengan perintah Kaisar Gaozong dari Dinasti Song, ia mengadakan kampanye perang untuk mengembalikan daerah yang direbut oleh Dinasti Jin.
Jenderal Yue Fei dengan gigih berhasil menaklukkan musuh dan mengembalikan beberapa kota milik Dinasti Song. Konon ada legenda yang menyebutkan sebelum masuk kemiliteran, ibunya pernah memberinya wejangan dan menorehkan tato berbunyi Setia Pada Negara. Tato inilah yang selalu diingat Yue Fei dan menjadi pedoman hidupnya.
Pada saat bersamaan di istana Kaisar Song, Gaozong ada seorang menteri bernama Qin Hui. Berbeda dengan Yue Fei, ia menganggap peperangan melawan Dinasti Jin adalah pemborosan uang negara. Dengan pengaruhnya, Qin Hui menghasut menteri dan Kaisar Gaozong untuk menghukum Yue Fei atas tuduhan palsu. Pada tahun 1144, ia kemudian dipanggil menghadap kaisar dan dihukum mati pada tahun 1163.
Kematian Yue Fei menyulut kemarahan rakyat. Di ibukota, ada seorang pedagang penganan kecil bernama Wang Xiaoer dan Li Si yang sedang mencari ide untuk menjual makanan. Wang Xiaoer melihat kemarahan rakyat pada Qin Hui dan akhirnya mendapat ide. Ia kemudian menggoreng dua adonan tepung yang ia bentuk seperti manusia yang saling memunggungi. Jika digoreng, adonan itu pasti mencuat ke permukaan.
Dengan lantang ia berteriak “Dijual Hui Goreng!”. Hui mengacu pada Perdana Menteri Qin Hui. Hal ini menarik banyak orang yang kemudian datang untuk melihat Hui Goreng. Dengan cara itu, penganan ini menyebar dari Lin’an, ibukota Dinasti Song Selatan. Namanya pun secara bertahap berubah menjadi Cakwe.
(Red-01/Foto.ist)
Lainnya,
Kabar Riau (178), “GONG !, KEPALA UPT.KPH.KUANSING INI PUN UNJUK GIGI !”
Pilpres 2024 (145), “GANJAR PRANOWO CENTER METAMORFOSIS KORANJOKOWI.COM. MOELDOKO CAWAPRESNYA?”
Pilpres 2024 (145), “GANJAR PRANOWO CENTER METAMORFOSIS KORANJOKOWI.COM. MOELDOKO CAWAPRESNYA?” Koranjokowi.com, EDItorial : Setelah PDIP ‘mencapreskan Ganjar Pranowo untuk thn.2024-2029 yad, sontak bumi pun bergetar. Para Relawan Jokowi – Ahok non-parpol pun merapatkan barisan, bahkan […]
SURAT TERBUKA UNTUK KETUM PDI PERJUANGAN IBU HJ. MEGAWATI SUKARNOPUTRI (Kiranya dapat segera Mencapreskan Ganjar Pranowo)
SURAT TERBUKA UNTUK KETUM PDI PERJUANGAN IBU HJ. MEGAWATI SUKARNOPUTRI (Kiranya dapat segera Mencapreskan Ganjar Pranowo) Yth Ibu Megawati, Dalam setahun belakangan disetiap hasil survey nama Kader PDIP, Gubernur Jawa Tengah – Ganjar Pranowo senantiasa […]
Be the first to comment