PILKADA 2020 & KOTAK KOSONG, BAGAIMANA GIBRAN DI SOLO ?
KoranJokowi.con, Bandung : UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mensyaratkan partai atau gabungan partai bisa mengusung pasangan calon jika memiliki minimal 20% kursi DPRD. Sedangkan calon perseorangan wajib mengumpulkan dukungan antara 6,5-10 % dari jumlah masyarakat yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Pastinya ini tidak semudah mengunyah ‘permen-karet’, karena banyak parpol yang tidak punya calon ‘mumpuni’, sehingga figur artis pun dirasa cukup untuk menaikan popularitas parpol, kalau pun terlihat ‘asal ngetop’. Kalau memang ‘kredibel Itu lain soal son, lah..kalau asal ngetop’ dan asal comot?
Semua karena proses kaderisasi di partai politik belum baik sehingga ikut mempengaruhi tren kenaikan calon tunggal dalam Pilkada.
Saat Pilkada, Parpol harus berkoalisi untuk mencari figur yang potensi menangnya besar, kalau pun bukan ‘kader sejati.
Dan ini menjadi pembenaran sebuah koalisi parpol dalam Pilkada, dan peluang calon tunggal untuk menang pun sangat besar. Namun, Pilwalkot Makasar tahun 2018 menjadi satu bukti bahwa calon tunggal pun bisad dibuat’tekuk-lutut oleh kotak kosong.
Tahun 2020 akan ada 270 Pilkada (Gubernur, Bupati dan Walikota) & tren kemunculan calon tunggal pun niscaya meningkat. Jika di Pilkada 2015 calon tunggal-nya hanya ada di tiga daerah. Maka Seiring waktu Jumlahnya menaik menjadi 9 daerah (2017), 16 daerah (2018), dan 27 daerah (2020). Semua adalah konsekwensi adanya syarat mencalonkan yang tinggi baik dari jalur partai maupun perseorangan.
Tingginya kemenangan calon tunggal, dipengaruhi minimnya informasi dan edukasi pada masyarakat bahwa calon tersebut tidak wajib dipilih. Ada ketidak-setaraan perlakuan dari penyelenggara Pemilu antara calon tunggal dan kotak kosong.
Seperti diketahui, pasangan calon tunggal Pilkada Kota Makassar 2018 Lalu, Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) dikalahkan oleh kotak kosong.
Appi-Cicu maju pada Pilkada Makassar dengan usungan 10 partai, yakni Partai Nasdem, Golkar, PDI-P, Gerindra, Hanura, PKB, PPP, PBB, PKS, dan PKPI. Koalisi besar ini mengantongi 43 dari 50 kursi parlemen Makassar. Dari hitung cepat yang dilakukan beberapa lembaga survei, kotak kosong unggul 53% suara.
Sedangkan, calon tunggal Appi-Cicu memperoleh suara sebesar 46%. Dan, Kotak kosong menjadi pesaing Appi-Cicu, setelah KPUD Makassar mendiskualifikasi pasangan petahana, Mohammad Ramdhan Pomanto yang berpasangan dengan Indira Mulyasari Paramusti (Diami) yang berasal dari jalur perseorangan atau independen. Namun di tengah tahapan, terdapat sengketa pilkada yang menyebabkan pasangan Diami terdiskualifikasi.
Kotak kosong pun melenggang, ahahah…
Tugas penyelenggara Pemilu, menurut kami,KoranJokowi.com, tidak hanya sibuk mensosialisasikan akan calon saja. Namun KPU/D pun wajib mempromosikan apa arti dan pengarus ‘Kotak kosong‘, bukankah semua ini pun ada anggarannya?, Ahahah..
Cilakanya, jika ada pihak-pihak yang menggerakkan masyarakat agar memilih ‘kotak kosong’ seperti di Pilkada Makassar 2018 lalu dsb . Lalu dimana kebanggaan kita?, Ahahah..
Pilwalkot Solo menjelang sepertinya ada ‘gejala Kotak Kosong disana?, Semoga tidak, jika pun iya, selayaknya Gibran mundur saja, Akan berbeda jika dia bukan Putra Presiden Jokowi ?, ‘hmmm..(Red-01/Foto.ist)
Be the first to comment