
Diary, GUNTUR SUKARNOPUTRA 1944- 2021 – (11), “WISATA ANGKASA LUAR”
KoranJokowi.com, Bandung : Hanya beberapa dekade yang lalu bila kita berwisata hanya dapat dilakukan wisata darat dan laut kemudian berkembang dengan adanya wisata Sungai seperti olahraga arung jeram. Memasuki era angkasa luar manusia mulai berpikir ke arah kemungkinan diadakannya wisata angkasa luar. Amerika Serikat dan Uni Soviet sejak dekade yang lalu selalu berlomba-lomba untuk menguasai angkasa luar. Roket-roket mereka terbang ke angkasa luar silih berganti dari Cape Canaveral (sekarang Cape Kennedy) dan dari Cosmodrome Baikonur di negara bagian Kazakhstan.
Dalam kompetisi tersebut tampaknya Amerika Serikat kalah satu langkah dari Uni Soviet. Penyelidikan roket roket angkasa luar yang dilakukan di Amerika Serikat adalah dengan mempelajari roket-roket V2 Ex Nazi Jerman. Pengembangan dunia peroketan di Amerika Serikat mula-mula dilakukan oleh mantan sarjana Nazi Jerman Werhner Von Braun dengan roket V2 sebagai prototipe, dari situ muncullah roket-roket Mercury dan lain sebagainya. Namun demikian dalam kompetisi angkasa luar tersebut Amerika dikejutkan dengan diluncurkannya satelit pertama SPUTNIK oleh Uni Soviet ke angkasa luar kemudian diluncurkannya wahana berawak pertama yaitu seekor anjing yang diberi nama Laika yang selamat pulang pergi dari angkasa luar. Terakhir Amerika lebih dikagetkan lagi dengan adanya manusia pertama yang mengorbit bumi di ruang angkasa dilakukan oleh kosmonot Uni Soviet Yuri Gagarin.
-SPUTNIK-
Dengan adanya ketinggalan penguasaan ruang angkasa, Amerika Serikat “tekan gas” dengan mengadakan Project Mercury yang akhirnya berhasil meluncurkan astronot Neil Armstrong ke luar angkasa melakukan trayek sub- orbital keliling bumi. Lompatan besar yang dilakukan oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) adalah mendaratkan manusia pertama di bulan (Neil Armstrong) dengan menggunakan wahana Apollo 15. Ketika hal tersebut terjadi Uni Soviet menganggap Pendaratan manusia di bulan bukan masalah lagi untuk mereka sasaran berikutnya adalah Planet Mars. Bahkan kemudian planet Venus.
Begitulah catatan sepintas perlombaan menguasai angkasa luar antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang masih selalu dalam keadaan unggul. Akan tetapi sejak adanya Glasnoste Perestroika (keterbukaan restrukturisasi) Mikhail Gorbachev yang ternyata gagal dunia ruang angkasa Uni Soviet mengalami kemunduran yang mencolok terutama karena Cosmodrome Baikonur terlepas dari kepemilikan Uni Soviet akibat Kazakhstan melepaskan diri dari Uni Soviet menjadi sebuah negara yang berdaulat.
Akibatnya Amerika unggul di depan dengan meluncurkan Stasiun Angkasa Luar kemudian membuat pesawat berawak ulang alik Enterprise yang dapat terbang ke angkasa luar dan kembali ke bumi layaknya pesawat terbang.
Yang tidak boleh disepelekan adalah proyek ruang angkasa RRC (China) melalui informasi terakhir ternyata mereka sudah berhasil membuat Stasiun Angkasa Luar yang dinamakan Tiangong Yang berarti Istana Surgawi. Berita terakhir Taikonot RRC (panggilan antariksawan China) berhasil kembali dari stasiun ruang angkasa Tiangong setelah melakukan misi 3 bulan di stasiun ruang angkasa tersebut dan mendarat kembali dengan selamat di bumi dengan kapsul berparasut di lokasi Gurun Gobi.
-Tiangong, China-
-Taikonot-
Langkah Revolusioner Teknologi Ruang Angkasa Amerika Serikat
Bila kita tinjau perkembangan kemajuan teknologi ruang angkasa Amerika Serikat saat ini tampak sekali kemajuannya secara signifikan dan revolusioner.
Dunia angkasa luar yang selama ini dimonopoli oleh NASA yang berpusat di Cape Kennedy; Florida, saat ini telah bergeser dengan masuknya pihak swasta menangani proyek-proyek angkasa luar Amerika Serikat yang dipelopori oleh dua orang konglomerat mereka yakni Jeff Bezos dan Richard Branson. Belakangan hari konglomerat Elon Musk berhasil membuat roket Space X yang dapat mengudara secara vertikal dan mendarat secara vertikal tanpa bantuan parasut sebagaimana lazimnya. Hebatnya lagi roket Space X diawaki oleh figur sipil non militer tanpa harus lulus tes Astronot. Hal tersebut adalah langkah awal dari adanya wisata angkasa luar yang dapat dinikmati oleh warga sipil siapa pun, asalkan mempunyai dana yang cukup untuk membeli “tiketnya” seharga $200juta +Rp.2,8 Triliun, tanpa harus repot-repot berlatih lebih dahulu sebagai Astronot.
Rombongan paling akhir wisata ke angkasa luar adalah paket inspiration A yang merupakan program dari Space X yang membawa 4 wisatawan keluar angkasa dan Kembali dengan selamat ke bumi dengan menggunakan capsul pendaratan berparasut dan mendarat selamat di Samudra Atlantik dekat pesisir Florida Amerika Serikat tanggal 18 September 2021
Sejauh yang kita ketahui saat ini Rusia belum mempunyai rencana wisata angkasa luar karena belum mempunyai roket modern seperti Space X. Walaupun dunia luar angkasa yang di era Uni Soviet pernah terpuruk kini di bawah kepemimpinan Alexander Putin, Russia sudah dapat memulihkan dunia ruang angkasa sehingga dapat mengadakan observasi observasi ke planet Mars, Venus dan lain sebagainya. Walaupun demikian tampaknya masalah wisata angkasa luar belum menjadi program di Russia.
Posisi Indonesia Didalam Teknologi Ruang Angkasa
Berbicara mengenai masalah ruang angkasa di Indonesia saat ini tampak sekali kondisinya sangat memprihatinkan jauh lebih mundur bila dibandingkan dengan pada era pemerintahan Bung Karno.
Dikala itu Indonesia sudah mampu membuat roket yang melesat ke ketinggian Ionosfer hasil kerjasama Departemen Teknik Mesin, Departemen Elektro, Departemen fisika teknik dan fisika murni ITB plus Pindad. Roket tersebut oleh Bung Karno diberi nama “Kartika”. Untuk mendukung hal tersebut di atas di Pameungpeuk dibangun instalasi peluncuran roket sebagai persiapan Cape Kennedy Indonesia, selain itu di Jalan Tamansari Bandung dibangun reaktor atom “Triga Mark 2” sehingga pada tahun 1965 Indonesia sudah dapat membuat bom atom namun gagal diuji coba pada tanggal 5 Oktober 1965 karena meletusnya G30S PKI atau Gestok.
-Roket Kartika-
Saat ini kita harus puas dengan roket roket rakitan buatan Jepang seperti jenis roket KAPPA yang dirakit di ITB Departemen Teknik Mesin. Apalagi saat ini Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) yang dahulu menangani masalah-masalah angkasa luar harus disatukan dengan lembaga-lembaga lain seperti LIPI di dalam wadah BRIN. Hal ini langsung atau tidak langsung membuat masalah ruang angkasa terbengkalai paling tidak kehilangan “induk semang”. Belum lagi yang menyangkut masalah UFO dan aliennya.
Hemat saya agar kita tidak terlalu tertinggal dalam hal-hal teknologi ruang angkasa sebaiknya pemerintah mendirikan suatu badan yang khusus menangani hal tersebut diatas. Singkat kata suatu badan antariksa yang bersifat otonom dan dibiayai oleh APBN, yang bila perlu merupakan Kementrian tersendiri.
Semoga pemerintah mau berfikir kearah sana agar Indonesia tidak menjadi “anak bawang” dalam masalah ruang angkasa!!
Jakarta, tgl.26 September 2021
Guntur Soekarno
Pemerhati sosial
sebelumnya,
Diary, GUNTUR SUKARNOPUTRA 1944- 2021 – (10), “PERLUKAH ADA AMANDEMEN LAGI ? ” – KORAN JOKOWI
1 Trackback / Pingback