
Diary, GUNTUR SUKARNOPUTRA 1944- 2021 – (12),“JOKOWI UNJUK GIGI “
KoranJokowi.com, Bandung : Presiden Joko Widodo yang selama ini tampaknya bersikap lemah lembut menghadapi berbagai permasalahan bangsa terutama menghadapi kritik-kritik bahkan cibiran-cibiran yang beraneka ragam bentuknya dan menghadapinya tampak sangat persuasif dan tidak emosional bahkan terkesan kurang tegas.
Tapi entah mengapa akhir-akhir ini dalam menghadapi tantangan-tantangan yang berhubungan dengan larangan Presiden untuk ekspor bahan-bahan mentah, Joko Widodo berani unjuk gigi dan bersikap sangat tegas mengingat masa depan bangsa dan negara. Seakan-akan program revolusi mental yang menurut kita kaum patriotik belum dilaksanakan oleh Presiden sebagaimana janjinya ketika terpilih menjadi Presiden kini tampaknya secara bertahap mulai dilaksanakan. Hal ini sudah barang tentu merupakan suatu langkah prinsipil yang dilakukan oleh Presiden sebagaimana yang diharapkan oleh kita-kita kaum patriotik diseluruh penjuru tanah air.
Seperti kita ketahui Presiden telah memutuskan melarang penjualan bijih Nikel ke luar negeri. Keputusan ini mendapat tentangan keras dari negara Uni Eropa bahkan melalui WTO (World Trade Organization) Indonesia telah digugat ke pengadilan internasional sehubungan dengan keputusan diatas. Menanggapi hal ini Presiden telah bertindak tegas yaitu tetap memberlakukan larangan dan siap bertarung di pengadilan internasional.
Menurut Presiden kita mempunyai banyak ahli-ahli hukum yang tidak kalah piawai dan hebatnya dengan ahli-ahli hukum yang dimiliki oleh WTO. Keputusan tegas dan revolusioner ini selain merupakan realisasi konkrit dari program revolusi mental juga merupakan pelaksanaan dari Trisakti Bung Karno yaitu:
- Berdaulat dalam bidang politik
- Berdikari dalam bidang ekonomi
- Berkepribadian dalam bidang kebudayaan
Jelas-jelas keputusan ini merupakan pelaksanaan dari sakti kedua Trisakti yaitu; Berdikari diatas kaki sendiri dalam bidang ekonomi.
Contoh pelaksanaan sakti kedua di era kepemimpinan Bung Karno adalah larangan menjual bijih besi keluar negeri. Bijih besi asal Lampung harus diproses oleh Krakatau Steel di Cilegon Banten untuk dijadikan pelet besi. Bahan baku inilah yang boleh diekspor/dijual keluar negeri. Pelet besi adalah bahan yang dapat diproses menjadi besi beton, besi lempengan bahkan besi baja. Demikian pula dengan bahan baku Nikel yang bila diproses dapat menjadi bahan pembuatan baterai listrik bahkan komponen motor pesawat terbang atau kendaraan listrik.
Semua ini menunjukkan arah yang sudah benar dalam rangka bangsa ini menuju terbentuknya suatu masyarakat sosialis modern yang religius berke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Keputusan dan kebijakan fundamental yang telah diambil oleh Presiden hendaknya juga menjadi kebijakan-kebijakan dari eselon-eselon bawahannya seperti menteri-menteri, Gubernur, walikota dan seterusnya. Karena saat ini kita masih melihat adanya kebijakan-kebijakan Menteri dan lain sebagainya yang tidak sejalan dengan kebijakan Presiden. Khususnya masalah penanganan rehabilitasi ekonomi sejak adanya agresi setan siluman Covid-19 yang kini mulai melandai grafiknya.
Masuknya Modal Asing ke Indonesia
Di era kepemimpinan Bung Karno peran modal asing amat sangat diperketat dan dibatasi. Kekayaan alam yang berada di Bumi Pertiwi saat itu dilarang dieksploitasi termasuk Nikel, Bijih besi bahkan tembaga di Irian Barat.
Begitu pula dengan kekayaan hutan benar-benar dilestarikan dan dilarang untuk diolah. Pengolahan bahan-bahan baku tersebut harus menunggu sampai dengan tenaga-tenaga ahli Indonesia yang saat itu masih merupakan mahasiswa-mahasiswa kita yang dikirim belajar ke luar negeri selesai menempuh pendidikannya. Sayang ketika Bung Karno di dongkel dari kekuasaannya dan Indonesia masuk di era Orde Baru atas inisiatif apa yang dikenal sebagai kelompok Profesor-Profesor Mafia Berkeley di bawah kepemimpinan Widjojo Nitisastro, mereka membuka lebar-lebar pintu masuknya modal asing ke Indonesia, melalui Undang-undang No. 1 tahun 1967. Sejak itulah keberdikarian Indonesia di bidang ekonomi menjadi sirna. Indonesia benar-benar menjadi ladangnya pengusaha-pengusaha asing yang menguras habis kekayaan-kekayaan alam Indonesia khususnya di bidang tambang dan hutan. Adapun alasan mereka adalah untuk merehabilitasi kebobrokan ekonomi yang terjadi di era kepemimpinan Bung Karno.
Bagaimana ekonomi tidak menjadi bobrok bila permintaan bantuan kepada luar negeri terutama Amerika Serikat selalu diembel-embeli dengan syarat-syarat politik yang mengikat dan aneh-aneh seperti bantuan akan diberikan asalkan seluruh mobil-mobil/kendaraan yang boleh masuk ke Indonesia haruslah dari Ford Otomotive Industri. Sudah barang tentu hal ini membuat Bung Karno kesal dan ujung-ujungnya menyatakan” Go to Hell With Your Aid!”.
Jadi sebenarnya Bung Karno tidaklah anti kepada modal asing melainkan modal asing yang masuk ke Indonesia harus dengan syarat-syarat yang wajar dan posisi komando tetap berada di pihak Indonesia dalam bentuk kerjasama ekonomi yang wajar. (Soekarno; Deklarasi Ekonomi)
Modal Asing Di Era Reformasi
Di era reformasi saat ini dengan adanya amandemen UUD-45 terutama dengan adanya perubahan di pasal 33 UUD khususnya di ayat 4 terbukalah sistem ekonomi liberal kapitalistik. Sehingga berlakulah sistem ekonomi pasar bebas yang seharusnya sistem ekonomi sektor negara dimana BUMN mengambil peranan yang dominan.
BUMN yang tadinya diharapkan dapat menjadi tumpuan harapan terlaksananya ekonomi berdikari ternyata “lumpuh” berhadapan dengan masuknya modal asing dari berbagai negara mulai dari usaha-usaha yang bersifat strategis bahkan sampai dengan usaha-usaha “warungan” ala ayam goreng Mc Donald, Pizza Hut dan lain sebagainya, yang membuat usaha ayam goreng dalam negeri seperti: Mbok berek, Ayam Goreng Suharti tersenggal-senggal mempertahankan hidup, konon begitu juga dengan usahanya Soto Ambengan, Ayam Goreng Klaten dan lain sebagainya.
Di lain pihak ternyata Presiden Jokowi secara “genius” dapat memanfaatkan modal asing khususnya China sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia kemudian juga membangun Food Estate (ladang pangan) bahkan juga proyek bergengsi pemindahan Ibukota yang keseluruhannya memerlukan biaya triliunan rupiah. Belum lagi pembangunan Smelter yang baru saja diresmikan untuk menunjang proses pengolahan tembaga dari Freeport.
Seperti sudah dijelaskan diatas semua ini adalah sejalan dengan prinsip berdikari dalam bidang ekonomi dan sekaligus berdaulat dalam bidang politik. Bila kita kaji lebih dalam maka program revolusi mental didalamnya termasuk juga berkepribadian dalam bidang kebudayaan.
Entah kebetulan atau memang mempunyai visi yang sama apa yang dikerjakan oleh Presiden Joko Widodo adalah sama dengan visi yang sudah diperjuangkan oleh Bung Karno beberapa dekade yang lalu.
Kita kaum patriotik tentunya gembira hati melihat hal ini karena berarti telah terjadi estafet kepemimpinan secara alamiah di NKRI. Tinggal bagaimana caranya agar kaum patriotik dapat turut terjun berproses kedalam gemuruhnya estafet kepemimpinan yang berjalan saat ini!
Jakarta, 26 Oktober 2021.
NKRI HARGA MATI !
Guntur Soekarno
pemerhati sosial
Lainnya,
Diary, GUNTUR SUKARNOPUTRA 1944- 2021 – (11), “WISATA ANGKASA LUAR” – KORAN JOKOWI
2 Trackbacks / Pingbacks