
Kabar Deli Serdang (15),
Tuanku Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah Pewaris Toleransi Beragama Leluhurnya
Koranjokowi.com, Kab.Deli serdang, Sumut :
Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah – Raja Kesultanan Deli ke-9
Sejak tahun 1632 hingga saat ini ada 14 sultan Deli diantaranya adalah Sultan Deli ke-10 (Tahun 1924-1945) yang sosoknya demikian membekas bagi kita semua yaitu Seripaduka Tuanku Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah ibni Almarhum Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah (Tuanku Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah / TSASPA )
Beliau kelahiran 8 Maret 1877 yang memerintah sejak dimasyhurkan pada 11 September 1924 lalu yang sosoknya menjadi tauladan generasi berikutnya. Beliau dilahirkan dengan nama Tengku Amaluddin, putra tertua dari pasangan Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan Encik Ganda, yang bergelar Encik Ibu Baginda.
Pada 22 Februari 1893, Ayahandanya, Tengku Amaluddin ditunjuk sebagai pewaris takhtaKesultanan Deli dengan gelar Tengku Besar. Upacara peresmian gelar Tengku Besar dilakukan pada 3 Juli 1893 di Istana Maimun, ditandai dengan sebuah upacara adat di mana ia dipersilahkan untuk naik ke atas pelaminan 7 tingkat dan kemudian ditembakkanlah meriam di luar istana sebanyak dua belas kali.
Pada 9 September 1924, ayahandanya yakni Sultan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah mangkat. Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 11 September 1924 ketika Almarhum Sultan Ma’moen hendak dimakamkan, orang-orang besar Kesultanan Deli memasyhurkan Tengku Besar Amaluddin menjadi Sultan dari Kesultanan Deli, ia bergelar Tuanku Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah / TSASPA
Istiadat penabalan beliau dilaksanakan pada 9 Februari 1925 di Istana Maimun, sederhana saja namun tiada melupakan kemuliaan dan kebersamaan dengan warganya
Istana Maimun yang menjadi salah satu bukti kejayaan Kesultanan Deli.
, “Hamba rakyat sekaliannya menyeru, Daulat Tuanku…!!! Daulat Tuanku…!!! Daulat Tuanku…!!!.” Di luar istana, meriam ditembakkan sebanyak tiga belas kali, diikuti bunyi tetabuhan dari masjid, langgar, lonceng-lonceng gereja, topekong Tionghoa, dan kuil-kuil India dari seluruh daerah jajahan Kesultanan Deli, sebagai penanda bahwa Tuanku Sultan Amaluddin telah dinobatkan sebagai Sultan.
Demikian syahdu terasa disaat gema toleransi beragama menyambut sekaligus menyampaikan kebanggaan, kebahagiaan dan kemuliaan atas beliau .
Pada 22 Agustus 1937, ia mengadakan peringatan 75 tahun penandatanganan perjanjian Acte van Verband, sebuah perjanjian taat dan setianya Kesultanan Deli kepada Hindia Belanda. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh kakeknya yakni Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada 1862.
Presiden Joko Widodo menerima gelar Tuanku Sri Indera Utama Junjungan Negeri dari Kesultanan Deli. Penganugerahan gelar ini dihelat di ruang utama Istana Maimoon, Minggu (6/10/2018). Gelar adat ini merupakan gelar bangsawan tertinggi di Kesultanan Deli
Pada 1938, Tuanku Sultan Amaluddin beserta dua putranya yakni Tengku Mahkota Deli, Tengku Otteman dan Tengku Pangeran Bendahara, Tengku Amiruddin, menghadiri Perayaan 40 Tahun Kenaikan Takhta Ratu Wilhelmina, di Amsterdam, Belanda. Mungkin saja saat itu ada pihak yang tidak sependapat dengan beliau, namun kesahajaan dan kemuliaan sebagai negarawan tetap melangkahkan kakinya kesana, bukan untuk berkhianat namun meneruskan ‘relationship ini dengan kedamaian.
Tuanku Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah mangkat pada 4 Oktober 1945 di Istana Maimun, beberapa bulan setelah Proklamasi 1945, pastinya ada rasa bangga beliau dan selurh keluarga besar kesultanan karena telah mengantar bangsa dan negara besar ini menuju kemerdekaan sejati.
Beliau dimakamkan di area pemakaman Masjid Raya Al Mashun, Medan. Gelarnya setelah mangkat ialah Marhum Rahimullah.
Subhanallah, alhamdulillahirabil’alamiin.
Sekedar info,

(BudiDG/Foto.ist)
Presiden Jokowi bersama Sultan Deli ke-14, Tuanku Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam (8/10/2018)
Lainnya,
2 Trackbacks / Pingbacks