PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM MENGATASI TINDAKAN PENCABULAN

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM MENGATASI TINDAKAN PENCABULAN

Koranjokowi.com, OPIni:
Walaupun pada dasarnya sudah ada aturan khusus yang mengatur mengenai hak-hak anak dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, namun kesadaran hukum yang berkembang di masyarakat masih sangat lemah, salah satunya dalam menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur. Undang-Undang Perlindungan Anak sudah mengalami beberapa perubahan, namun ternyata implementasinya tidak berjalan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur  karena sangat rentan menjadi korban, dikarenakan kemampuan untuk bisa membela diri yang sangat terbatas menjadi faktor penyebab sehingga kejahatan seksual itu bisa terjadi. Dampak yang bisa dirasakan oleh anak sebagai korban bisa dirasakan secara fisik, psikologis dan sosialnya. Trauma yang akan terus melekat seumur hidup akan menjadi luka yang susah untuk di hilangkan.

Perkembangan kejahatan seksual terhadap anak tidak hanya dilakukan oleh pelaku random saja, pelaku bisa saja berasal dari orang terdekat korban seperti ayah, paman, kakek, kakak, tentangga, atau bahkan oleh seorang guru sekalipun. Sekolah selalu dianggap sebagai tempat teraman bagi para murid namun ternyata menjadi kesempatan bagi para predator anak mencuri kesempatan tersebut.

Berbagai kebijakan dan perubahan aturan-aturan dibuat pemerintah namun tidak bisa menekan semakin meningkatnya kasus pencabulan terhadap anak, terlebih saat dalam persidangan, penerapan sanksi pidana yang diberikan belum bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat dalam upaya penegakan hukum. Tidak ada upaya preventif, korektif dan edukatif bagi masyarakat luas untuk kedepannya bisa menjadi acuan untuk tidak melakukan hal yang sama. Apabila pemberian sanksi pidana yang diberikan oleh hakim tidak setimpal dengan kejahatan yang dilakukan serta tidak mempertimbangkan hak-hak korban, maka tidak akan mencerminkan adanya tujuan pemidanaan sebagai bentuk untuk memberikan efek jera, jika vonis yang diberikan terlalu rendah maka tidak ada keberpihakan hak anak sebagaimana apa yang ingin diwujudkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Apa itu pencabulan ?

Kekerasan seksual yang sering kali terjadi pada anak dibawah umur adalah tindakan pencabulan, untuk definisi pencabulan atau cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai berikut : pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu kotor dan keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun (tidak senonoh), tidak susila, bercabul, berzinah, melakukan tindak pidana asusila. Sedangkan mencabul artinya menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan perempuan. Menurut Soesilo bahwa perbuatan cabul yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesusilaan adalah suatu perbuatan yang melanggar norma kesusilaan yang erat hubungannya dengan nafsu seksual, di dalam kehidupan bermasyarakat yang dapat menimbulkan rusaknya moral yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Dampak Kejahatan Seksual

Dampak yang paling umum dapat dirasakan sebagai korban kejahatan seksual adalah trauma fisik dan psikis, trauma ini sangat memerlukan penanganan segera oleh pelayanan medis, karena bisa saja dampak yang timbulkan akan menyerang kondisi kejiwaan atau kesehatan emosional seorang korban, apa lagi kedudukan korbannya disini adalah anak dibawah umur yang justru lebih rentan ketika tidak bisa mengelola emosinya dengan baik. Luka secara fisik memang bisa sembuh, namun trauma pisikis bagi seorang korban perlu untuk menjadi bahan perbincangan yang paling utama, maka dari itulah peran hakim sangat dituntut dalam hal ini. Kebanyakan dalam penerapan sanksi, hakim lebih mengedepankan hak-hak terdakwa dalam persidangan dan justru lebih mengesampingkan hak-hak korban. Banyak sekali putusan-putusan pengadilan yang tidak memberikan keadilan terhadap korban.

Ketentuan Hukum yang Mengatur mengenai Pencabulan

Kejahatan seksual dalam KUHP diatur dalam Pasal 289-296 KUHP mengenai pasal-pasal tentang pencabulan, Pasal 295-297 KUHP mengenai penghubungan pencabulan, Pasal 281-282 KUHP mengenai tindak pidana terhadap kesusilaan. Selain diatur dalam KUHP, tindakan kekerasan seksual yang korbannya adalah anak dibawah umur secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang kemudian mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pencabulan terhadap anak diatur dalam Pasal 76E dan sanksi pidananya diatur dalam Pasal 82 ayat 1.

Hak-hak Anak

Hak asasi merupakan hak dasar yang fundamental, yang merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana yang termuat dalam Pasal 28B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990 sesuai dengan ketentuan Konvensi Pasal 49 ayat 2, maka Konvensi Hak Anak dinyatakan telah berlaku di Indonesia sejaka tanggal 5 Oktober 1990, dengan konsekuensinya, pemerintah Indonesia berkewajiban untuk bertindak semaksimal mungkin untuk untuk berupaya dalam memenuhi hak-hak anak di Indonesia. Konvensi Hak Anak hadir sebagai perwujudan kesadaran bahwa anak sesuai dengan kondratnya adalah makhluk yang rentan, memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus, belum bisa membela dirinya sendiri. Oleh karena itu, anak memerlukan perawatan dan perlindungan yang khusus baik fisik dan mental. Kovensi Hak-Hak Anak dapat dikelompokan menjadi 4 kategori hak-hak anak diantaranya adalah :

  1. Hak untuk kelangsungan hidup (the right to survival);
  2. Hak untuk tumbuh kembang (the right to develop);
  3. Hak untuk perlindungan (the right to protection);
  4. Hak untuk partisipasi (the right to participation).

 Selain itu, hak-hak dan kewajiban anak juga telah diatur secara khusus dalam Pasal 4 – Pasal 19 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai bentuk legalisasi terhadap hak-hak anak yang diserap dari hasil Konvensi Hak Anak dengan harapan Undang-Undang Perlindungan Anak telah menciptakan norma hukum baru tentang apa yang menjadi hak-hak anak .

[1] Andreansyah Fadli, et.all, Sisi Lain Pelanggar Hukum, Sungai Raya : IDE Publishing, 2021, hlm. 133.

Jamaludin

S- 1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang

Tentang RedaksiKJ 3922 Articles
MEDIA INDEPENDEN RELAWAN JOKOWI : *Alumni Kongres Relawan Jokowi 2013 (AkarJokowi2013), *Aliansi Wartawan Non-mainstream Indonesia (Alwanmi) & Para Relawan Jokowi Garis Lurus lainnya.

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan