KAMAR RUMAH SINGGAH PRESIDEN SUKARNO DI BERASTAGI DISEWAKAN UNTUK UMUM ?
KoranJokowi.com, Dairi, Sumut : Hari ini (Selasa,1/12) KoranJokowi.com Kab. Dairi dan Luwat Darson Manulang – tokoh Desa Sungai Raya telah tiba di Rumah Pengasingan Soekarno di Desa Lau Gumbah Berastagi, Tanah Karo. Di rumah itulah Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Agus Salim di-asingkan Belanda sejak 22 Desember 1948 (agresi militer kedua Belanda) hingga 2 pekan lamanya disana.
Dan benar pula sebagaimana laporan bahwa rumah singgah itu kini disewakan untuk umum termasuk kamar dimana ke-3 tokoh besar nasional itu tidur, sebagaimana penginapan/hotel/guest-house biasa layaknya.
“Iya bapak , kamar-kamarnya memang kami sewakan untuk umum”, demikian jawaban petugas yang kami temui saat itu. Ludah terasa pahit, tiada kata lagi untuk mengomentari. Jauh-jauh perjalanan kami berdua dari Kab. Dairi menempuh perjalanan jalan darat sekitar 100 Km atau jarak tempuh sekitar 2 jam lamanya hingga tempat ini, hanya untuk memastikan hal itu. Kalau pun dibantu google-map agak sulit menuju kesana, kalau kita tidak bertanya – tanya kepada warga sekitar. Entah kami yang bodoh menggunakan aplikasi itu atau bagaimana, jika teringat ini semua cukup menyesakan dada. Agh, sudahlah.
Hampir 30 menit kami disana kemudian meninggalkan Bangunan Rumah ’bersejarah’ yang dibangun sekitar tahun 1719 berukuran 10 x 20 meter bergaya Eropa dengan dominasi bahan kayu jati asli hingga kuat dan tahan hingga sekarang dengan aneka rasa didada.
Semua yang kami lihat , kami dengar dan kami rasakan tidak cukup memuaskan bathin dan jiwa, tidak terbayang mengapa hal ini terjadi, tidak ada rasa hormat lagikah kita atas ke-3 tokoh nasional itu, khususnya kepada alm.Presiden Sukarno?
Didalam perjalanan meninggalkan gedung ‘bersejarah’ itu , apapun dari sana telah meninggalkan pertanyaan untuk kami, yaitu :
1.Apakah rumah itu telah menjadi cagar budaya daerah/nasional?
2.Rumah tersebut tidak diberi tanda atau plang, apalagi papan nama?
3.Jika memang Pemda atau Negara sulit melakukan maintenance atas rumah itu kemudian dikomersilkan, apakah memang demikian penting pula kamar Ke-3 tokon nasional itu pun dikomersilkan/sewakan untuk umum? Rp.200.000/malam?
4.Di rumah ‘bersejarah’ itu khususnya di kamar ke-3 tokoh nasional itu seolah ‘tidak ada makna’ karena tidak ada dokumentasi penunjang yang lebih lengkap bukankah semua ini dapat dibicarakan dengan museum pusat Jakarta, perpustakaan nasional bahkan kalau perlu beklerja sama dengan pemerintah Belanda?
Maaf jika ada hal yang kurang berkenan, Horas, Njuah njuah ! (Delon Sinaga)
Sebelumnya,
https://koranjokowi.com/2020/11/30/sudah-sejauh-mana-penanganan-lahan-kritis-danau-toba/
Be the first to comment