REFORMA AGRARIA ERA SUKARNO, ORBA & NAWACITA 1-2, “BAGAIMANA DI KAB. LAMPUNG UTARA? – (1)

REFORMA AGRARIA ERA SUKARNO, ORBA & NAWACITA 1-2, “BAGAIMANA DI KAB. LAMPUNG UTARA? – (1)

KoranJokowi.com, Bandung: Jauh sebelum lahirnya UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)., Wapres Moh. Hatta telah  mengingatkan dalam sebuah pidatonya sekitar tahun 1946, bahwa pada prinsipnya tanah harus dipandang sebagai alat atau faktor produksi untuk kemakmuran bersama, bukan untuk kepentingan orang perorangan, yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya akumulasi penguasaan tanah pada segelintir/kelompok masyarakat apalagi menindas satu sama lainnya.

PESAN PRESIDEN SUKARNO & WAPRES M.HATTA TENTANG LANDREFORM

Pesan Wapres M.Hatta jelas, Komunitas kaum lemah dan marginal (petani dan buruh tani) bagaimana pun juga mereka adalah bagian dari bangsa ini yang tidak layak ‘diamputasi’ hanya demi memenuhi kepentingan… (alasan  klasik) … pembangunan.

Kalau pun tidak langsung, pesan beliau beririsan dengan istilah ‘Landreform,  perombakan terhadap struktur pertanahan juga terhadap hubungan manusia (khususnya petani)  dengan tanah, hubungan manusia dengan manusia berkenaan dengan tanah.

Dan hal ini dipertegas oleh Pidato Presiden Ir. Soekarno tentang landreform berjudul, “Laksana Malaekat yang Menyerbu dari Langit, Jalannya Revolusi Kita (Jarek)”, 17 Agustus 1960. Soekarno ketika memperbincangkan Land-Reform (LR), beliau  memberikan dua pesan penting. (1).Pertama, Landreform untuk memperkuat dan memperluas pemilikan tanah, terutama bagi kaum tani. (2).Kedua, menjalankan Land-Reform bukanlah komunisme.

Sukarno juga mengatakan, Revolusi Indonesia tanpa Landreform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi. Melaksanakan Landreform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari Revolusi Indonesia. Gembar-gembor tentang Revolusi, Sosialisme Indonesia, Masyarakat Adil Makmur, Amanat Penderitaan Rakyat, tanpa melaksanakan Landreform adalah gembar-gembornya tukang penjual obat di pasar Tanah Abang atau Pasar Senen.

LANDREFORM YANG GAGAL DI ERA ORDE BARU

Program landreform yang dicanangkan Presiden Soekarno pada tahun 1961, mengalami kegagalan selain disebabkan oleh perubahan politik pada tahun 1965, juga disebabkan oleh penekanan kekuasaan Orde baru yang demikian dahsyat bahkan memunculkan konflik agraria antar warga, warga dengan pemerintah bahkan dengan TNI-Polrii hingga saat ini dan  sudah banyak contohnya.

Sukarno yang sedang terbaring ‘sakit dan dikucilkan dari rakyatnya oleh ORBA merasa frustasi karena UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) itu baginya ‘tinggalah kenangan.

Sebenarnya pada masa Orde Barupun, program landreform dipaksakan (seolah) masih ada. Hanya saja pelaksanaannya jauh lebih ‘berpihak pada pesanan’ daripada kepada rakyat sekitar, entah untuk alasan pembangunan nasional atau kepentingan kelompok tertentu bahkan untuk kepentingan pribadi.

LANDREFORM DALAM NAWACITA JILID 1 & 2

Saat PIlpres 2014 pemilih Presiden Jokowi berharap akan hadir Reforma Agraria sebagai bagian dari ‘Landreform itu dan sebagai Program Prioritas Nasional yang akan membangun Indonesia dari pinggir serta meningkatkan kualitas hidup; yang  kemudian hal itu hadir dalam Nawa Cita Jokowi jilid & 2, bahagianya kita semua !

Presiden Jokowi berupaya mengembalikan marwah Reforma Agraria, sebagaimana amanah  Pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001, bahwa Reforma Agraria merupakan proses yang bersifat kontinu, untuk menata kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria, dengan tujuan mencapai keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia

Dan, kita semua berharap atas 3 hal, yaitu : (Pertama), Menata ulang struktur agraria yang timpang jadi berkeadilan, (Kedua), Menyelesaikan konflik agraria dengan adil dan (Ketiga) menyejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan.

Namun nyatanya  sengketa konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan semakin meningkat hingga > 9.000 kasus ditahun 2020 lalu sebagaimana rilis  Kementerian ATR/BPN.

Pastinya kasus kasus itu terjadi konflik dan  sengketa tanah antar warga, warga dengan BUMN, warga dengan swasta bahkan dengan TNI-Polri. Hanya kami tidak tahu bagaimana kemudian keberhasilan/realisasi penanganannya?

KONFLIK & SENGKETA LAHAN MENINGKAT BAGAIMANA DI KAB. LAMPUNG UTARA

Apakah itu juga termasuk kasus kasus di Lampung Utara seperti  konflik Register 45 Mesuji, warga dengan PT Budhi Dharma Godam Perkasa, Forum Peduli Masyarakat Lampung Utara (FPMLU) dengan  Pemukiman Angkatan Laut (Kimal AL) Prokimal,  dsb?, mungkin saja !

Khusus kasus Prokimal, beberapa waktu lalu sempat viral karena ada warga yang ‘mengamuk dilokasi Prokimal karena keterkaitan atas hal ini?, yang jelas Komandan Pemukiman Angkatan Laut (Dankimal) Kabupaten Lampung Utara (Lampura), Letkol Laut. Dr. Hi. Sri Depranoto,S.Ag, M.Pd segera angkat bicara dan mengatakan bahwa “Apa yang dilakukan oleh anggota AL Prokimal sebatas pengamanan aset milik Kimal AL, lahan yang diklaim masyarakat tersebut merupakan aset TNI AL Prokimal Lampung Utara yang diserahkan presiden  pada tahun 1966 dan memiliki bukti yang sah. Sehingga tidak mungkin menyerobot lahan rakyat. Kalau pun secara hukum dapat dibuktikan bahwa tanah tersebut adalah hak masyarakat, maka akan dikembalikan oleh pihak TNI AL. Demikian sebaliknya, apabila lahan tersebut memang aset Kimal maka diharapkan masyarakat dapat menyerahkan secara baik-baik”.

(Red-01/Foto.ist)

-BERSAMBUNG-

Tentang Koran Jokowi 4104 Articles
MEDIA INDEPENDEN RELAWAN JOKOWI : *Alumni Kongres Relawan Jokowi 2013 (AkarJokowi2013), *Aliansi Wartawan Non-mainstream Indonesia (Alwanmi) & Para Relawan Jokowi Garis Lurus lainnya.

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan