KENAPA PANCASILA DIMARGINALKAN DI ERA REFORMASI ? – (2)
Koranjokowi.com, Jakarta : kalimat terakhir di edisi tgl 23/11/’21, judul yang sama, …..Perpu tentang ormas tahun 2017 yang disyahkan menjadi UU ormas dan membubarkan ormas HTI menjadi kontroversial..
Dari segi Hukum Tatanegara , pengaturan Pancasila dalam penataan negara dan penyelenggaraan pemerintahan negara seharusnya diatur berdasarkan jenjang atau hierarki peraturan perundang-undangan kita. Ini dimulai dari Tap MPR, dan penjabarannya serta pelaksanaannya diatur dalam UU dan peraturan pelaksana lainnya. Dalam sidang istimewa tgl 10- 13 November 1998 tersebut MPR sepertinya tidak mungkin membuat konsep pengganti P4, walaupun sebenarnya bisa membuat dan membentuk Panja selama beberapa tahun untuk Menyusun pengganti P4 tersebut.
Hasilnya bisa ditetapkan dalam sidang MPR berikutnya. Kalo kita ilustrasikan , P4 itu ibarat makanan yang sudah biasa dimakan anak kita . Ia sangat suka makanan tersebut, tiba-tiba kita melarangnya untuk memakan kesukaannya, tetapi kita tidak memberikan makanan pengganti, Ia lapar lalu mencari makanan lain penggantinya Apakah anak itu kita salahkan ? Seperi itulah P4.Sudah biasa dilakukan sehari-hari dan dianggap sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis melaksanakan Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, lalu tiba-tiba dicabut.
Kita tidak memberikan penggantinya, sehingga anak bangsa mencari alternatif lain sebagai acuannya . Ada yang memilih ke ekstrem kanan berupa fundamentalis agama dan radikalisme agama. Ada pula yang mengambil jalan ke ekstrem kiri berupa komunisme atau Marxisme. Lalu kita salahkan mereka? Apakah itu adil ? tanya Alden.
Dalam konteks tersebutlah kita menyesalkan mengapa MPR dan BPIP masa kini tidak menjalankan tugas itu. Konsep dan naskah pengganti P4, seharusnya disusun oleh MPR dan BPIP. Oleh karena itu dalam tulisan tentang lelang yang dilakukan MPR dan DPR, saya menganggab kata Aldentua Siringoringo, MPR dan BPIP mengerjakan semuanya, kecuali pekerjaannya sendiri . Kini dengan riuhnya isu RUU HIP ini , kita patut mempertanyakan posisi MPR.Penyusunan ketentuan tentang Pancasila sebagai dasar adalah tanggung jawab MPR ditetapkan dengan Tap MPR, bukan dengan UU.
Disini salah kaprah DPR yang membuat RUU HIP sebagai hak Inisiatifnya. Para perancang RUU HIP seharusnya mendorong konsep ini ke MPR karena itu bukan kewenangan dari DPR. Pancasila sebagai dasar negara tidak diatur di level UU, P4 dulu diera Orde Baru yang merupakan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila pun ditetapkan oleh MPR, bukah DPR dan Pemerintah dalam bentuk UU. Jadi harapan kita kepada MPR adalah untuk bisa mengambil alih isu RUU HIP dengan membuat study dan konsep tentang pengganti P4 dalam hal Pedoman untuk Pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara.
Bunyi pasal 1 Tap MPR Nomor XVIII/MPR/19987 jelas sekali mengatakan bahwa Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara . Bagaimana caranya ? Apa pedoman pelaksanaannya ? apa nilai dan alat ukurnya? Tanya Alden.
Jangan sampai kejadian pembubaran Ormas tahun 2017 terulang, karena negara ini tidak mempunyai pedoman dan alat ukur pelaksanaan Pancasila . Ayo MPR himbaunya, mulailah memikirkannya, Inilah tugas utama . Jangan biarkan Pancaila meng awang-awang dan termarginalkan dari kehidupan berbangsa , bernegara dan bermasyarakat sarannya.
Kita tidak tau sekarang membuat Pancasila membudaya dalam kehidupan sehari-hari dalam berbangsa, bernegara kata dia apa yang dikerjakan oleh MPR dengan pimpinan dan anggaran yang banyak sekali. Mudah-mudahan ramainya isu RUU HIP ini menyadarkan kita semua sebagai elemen bangsa untuk memikirkan bagaimana cara membuat Pancasila membudaya dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.tutup Aldentua Siringoringo kepada KoranJokowi.com.
( Ring-o/foto.ist)
Sebelumnya,
KENAPA PANCASILA DIMARGINALKAN DI ERA REFOMASI? – KORAN JOKOWI
Be the first to comment