
Kabar Jakarta (72)
“BAPAK POLITIK IDENTITAS”
by Zeng Wei Jian
Koranjokowi.com, Jakarta:Sudah lama saya tidak melihat tulisan2 unik dari seorang senior relawan & senior menulis bebas , yang jadi idola saya, pagi ini saya temukan ini ada disebuah grup relawan. Senang rasanya membaca kembali narasi2 yang dituturkan oleh seorang Zeng Wei Jan, check it dot !
Dua puluh dua nama jalan di Jakarta diganti. Bikin kaget. Ga ada sosialisasi. Nama tokoh Betawi dipake. Anies Baswedan memainkan kartu rasialis lagi. Public langsung beri gelar penghormatan kepada Anies Baswedan. Gelar barunya “Bapak Politik Identitas”.
Keruwetan policy Anies Baswedan ga akan kelar pasca dia lengser. Persis seperti indikasi Skandal Korupsi Tanah DP 0 rupiah & Formula E. Anak-buahnya menawarkan servis gratis balik nama. Iya kalo KTP, KK, IMB. Gimana dengan SIM, STNK, Passport, SIUP, NPWP dan sebagainya. Memangnya institusi polisi, imigrasi, pajak di bawah kendali Anies Baswedan.
Ngurus KTP gratis. Tapi cost lain tetep ada. Warga terkena dampak mesti libur kerja. Bolak-balik. Ongkos. Memangnya buzzer & relawan Aniser mau ngerjain.
Policy Ganti Nama Jalan Anies ngga dikonsultasikan ke DPRD. Pemkot Surabaya ga seenak-jidat main ganti nama. DPRD dihargai. Belum apa-apa, sifat keji diktatorial Anies Baswedan tampak jelas.
Bupati Kebumen digugat 50 milyar oleh warga. Gara-gara ganti nama jalan seenaknya.
Bukan “Bapak Politik Identitas” namanya kalo ngga perna coba maksa. Warga Villa Meruya saksinya. Demi vote, Anies Baswedan maksa bangun masjid di zona hijau. Padahal warga menyediakan lahan khusus masjid di tengah perumahan.
Rencana batal setelah jadi rame. Anies Baswedan ga punya otoritas gerakin TNI-Polri. Makanya mundur teratur.
Di waktu bersamaan dengan ulah Anies Baswedan, buzzernya i.e. Roy Suryo dilaporkan ke polisi. Tuduhan penodaan agama. Pasal 156A. Dia disinyalir melecehkan simbol Agama Buddha.
Prosesnya lambat. Mungkin karena yang “dinoda” adalah agama minoritas. Pelapornya pun kelompok minoritas. Dukungan hanya datang dari Kementerian Agama Gus Yaqut yang memang luar biasa keren.
Minoritas kelihatannya diperlakukan seperti Second class citizen. Di belahan dunia lain, minoritas diistimewakan. Minoritas American-India diberi sanctuaries. Luasnya in total lebi gede dari Pulau Jawa. Supaya minoritas American-Indian punya “a shared sense of place”. Selain berbagai priviledge yang ga dimiliki mayoritas. Harapannya, supaya merasa sebagai “Orang Amerika” dan punya “sense of belonging” to the great nation.
Mayoritas sedikit pun ga kuatir. Yang namanya minoritas ya kelompok kecil. Ga mungkin bisa mengalahkan mayoritas.
Tiongkok memperlakukan minoritas dengan sangat istimewa. Bole punya anak sampe 4 orang. Daerahnya diberi otonomi khusus. Dana super besar mengalir bangun infrastruktur. Ngejar ketertinggalan. Budaya suku-suku minoritas dijaga biar ngga punah.
Bahkan DNA 55 suku minoritas disimpan khusus di bank laboratorium. Supaya ga punah akibat kawin campur.
Semua priviledge yang diberikan kepada minoritas adalah affirmative action. Tanpa back-up mayoritas, sulit membangun perasaan sebangsa-setanah air. Gugatan minoritas Umat Buddha sudah dilayangkan. Bila ga digubris ya trima nasib aja. Minoritas memang bgitu.
THE END
(Red-01/Foto.ist)
Lainnya,
Joker Belum Usai, Meme Anies Baswedan Seperti Gogon Viral (konten.co.id)
Be the first to comment