
LAMPUNG ADALAH MINIATUR INDONESIA, TRANSMIGRAN BUKANLAH PERAMBAH HUTAN ! – (2)
KoranJokowi.com, Jakarta : Teman-teman, di edisi/jilid 1 lalu kita akhirnya paham siapa sebenarnya para Transmigran Jawa Barat yang kemudian menyebar awalnya di Kab.Lampung Barat dan kemudian melebar ke seluruh pelosok Lampung dsb, merekalah para ‘Maung Siliwangi’, check it dot.
LAMPUNG ADALAH MINIATUR INDONESIA, TRANSMIGRAN BUKANLAH PERAMBAH HUTAN ! – (1)
Teman-teman, Dalam banyak sumber disebut bahwa Alumni KNIL – Kononklijk Nederlandsch IndischeLeger dan PETA – Pembela Tanah Air baik secara tersembunyi maupun terbuka , telah berbagi jarak, demikian halnya dalam alumni KNIL . Penjarakan antara senior junior, yang mampu ‘merapat kepada kekuasaan, maka dia terjamin Masa depannya. Ahahah..
Perang Diponegoro tahun 1826-1827 telah menimbulkan kerugian besar juga bagi Belanda, maka mereka pun membentuk satu pasukan khusus dan pada 4 Desember 1830 Gubernur Jenderal van den Bosch mengeluarkan keputusan yang dinamakan “Algemeene Orders voor het Nederlandsch-Oost-Indische leger” yang kemudian lebih populer dengan nama KNIL, karena
Undang-Undang Belanda tidak mengizinkan para wajib militer untuk ditempatkan di wilayah jajahan, sehingga tentara di Hindia Belanda saat Itu hanya terdiri dari prajurit bayaran atau sewaan.
Banyak Pemuda Indonesia yang memanfaatkan ‘kesempatan’ ini, maka lebih dari 30.000 anak muda seluruh Indonesia mendaftar karena mereka mempunyai cita2 yang sama yaitu belajar ilmu’ Perang, ..dan.. karena mereka yakin INDONESIA HARUS SEGERA MERDEKA, Dan mereka harus berdiri paling terdepan’. Titik !
Salah satunya dilakukan oleh R.Didi Kartasasmita, seorang senior alumni KNIL,ketika mengetahui RI sudah berdiri pada 17 Agustus 1945, Didi pun menghadap Menteri Penerangan sekaligus Menteri Pertahanan add interim Amir Sjarifuddin untuk menawarkan diri.
“Saya lulusan KMA Breda dan pernah menjadi letnan satu pada kesatuan KNIL. Saya merasa terpanggil untuk membantu perjuangan RI. Apa kiranya yang bisa saya kerjakan?” ujar Didi , Amir demikian bahagia dan menyambut baik tawaran Didi. Apalagi saat itu banyak para eks anggota KNIL yang bergabung dengan Pemerintah Sipil Hindia Belanda (NICA) pimpinan H.J. van Mook pasca menyerahnya Jepang kepada Sekutu.
Didi menjadi pelopor dalam hal ini, keinginan Didi untuk mengabdi kepada Republik merupakan suatu hal yang menggembirakan.
“Memang, saudara diharapkan dapat membantu kami. Tentu banyak yang saudara dapat kerjakan,” jawab Amir lagi
Dalam kesempatan itu, Amir juga bercerita bahwa pemerintah RI memang sudah merencanakan akan segera membentuk tentara. Untuk mengisinya, sudah ada kesediaan dari beberapa mantan perwira Pembela Tanah Air (PETA), sebuah kesatuan yang dibentuk bala tentara Jepang untuk menghadapi Sekutu.
“Tapi alangkah baiknya jika para mantan opsir KNIL pun turut serta di dalamnya,” ujar Amir Sjarifuddin.
Sejarah mencatat, Didi kemudian berkeliling Jawa untuk menghimpun dukungan kepada RI dari eks opsir-opsir KNIL. Setelah ditandatangani 20 eks opsir KNIL (termasuk eks Mayor Oerip Soemohardjo) dan disetujui Presiden Sukarno, maklumat tersebut diumumkan ke khalayak lewat corong Radio Republik Indonesia (RRI) selama sepuluh hari berturut-turut sejak 11 Oktober 1945.
Berdasarkan keputusan rapat kabinet 15 Oktober 1945 yang dipimpin Wakil Presiden Mohammad Hatta, Didi pun diberi pangkat mayor jenderal. Dia kemudian ditugaskan untuk membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Jawa Barat. Otomatis tugas tersebut menjadikannya sebagai PANGLIMA KOMANDEMEN JAWA BARAT.
Di lain pihak, bergabungnya 20 eks perwira KNIL Pimpinan Didi itu ke TKR membuat marah eks anggota-anggota KNIL yang lain. Mereka dicerca sebagai “pengkhianat” yang telah melanggar sumpah setia kepada Ratu Belanda. Bahkan begitu berangnya mereka, hingga Panglima KNIL Letnan Jenderal S.H. Spoor (eks instruktur Didi di KMA Breda) menyebut Didi sebagai “bajingan”.
Namun Didi memiliki hujah sendiri terkait soal tersebut. Dia meyakini bahwa sejak Panglima KNIL Letnan Jenderal Hein ter Poorten menyatakan KNIL bubar pada 9 Maret 1942, secara otomatis kewajiban untuk “setia kepada Ratu Belanda” gugur. Dan ketika dihadapkan kepada dua pilihan: berada di pihak NICA yang ingin menjajah kembali Indonesia atau berada di pihak RI yang sudah menjadi negara merdeka, tentu saja sebagai orang Indonesia dirinya akan berdiri di belakang RI.
Didi membuktikan baktinya kepada RI saat TKR harus berhadapan dengan tentara Inggris. Kendati dia tidak pernah menyetujui perintah Jakarta supaya pasukannya di Bandung “mengalah” kepada Inggris, namun pada akhirnya dia tetap menarik mundur TKR ke luar Bandung pada Maret 1946. Horeeee…,Didi gitu logh…+_+
Kepatuhan Didi kepada pemerintah RI ternyata tidak berbalas. Ketika Komandemen Jawa Barat dibubarkan, nama Didi justru tergeser oleh ‘juniornya‘ Kolonel A.H. Nasution yang kemudian menjadi Panglima Divisi I Siliwangi (nama pengganti Komandemen Jawa Barat). Padahal di Jawa Barat saat itu masih banyak senior-senior Nasution semasa di KNIL. Selain Didi pun, ada Kolonel Hidajat Martaatmadja, perwira Sunda yang juga alumni KMA Breda,dsb.
Karier Nasution semakin meroket, Ketika pemerintahan Amir Sjarifuddin jatuh dan digantikan oleh Mohammad Hatta, Nasution pun menjabat sebagai Kepala Staf TNI.
“Tindakan itu betul-betul melukai hati saya dan teman-teman yang lebih senior dari Nasution,”demikian mungkin saat Itu. .
Apapun, bagi Didi dan teman temannya, selayaknya Nasution mampu menahan diri, karena itu menyalahi prosedur ketentaraan, dan bagi senior yang “dilompati” juniornya, otomatis dia harus mengundurkan diri, karena dianggap sebagai opsir yang ‘tidak becus‘ melaksanakan tugas.
Didi pun memilih mundur dari TNI,” ujarnya.’Horeeee,…. Didi gitu logh.. +_+
Presiden Sukarno sendiri tak pernah mengizinkan Didi untuk keluar dari TNI. Usai melayangkan surat pengunduran dirinya yang kesekian kali, Sukarno pun mengutus Kolonel T.B. Simatupang untuk ‘merayu’ Didi, dikala bertemu, Didi tidak mau bicara lagi ttg Itu malah mengajak Simatupang ‘ngopi-ganteng’, ahahah…
“Ketika dulu saya membentuk tentara, saya lakukan demi pengabdian. Karena itu kalau pun hari ini saya akan mundur, tak ada seorang pun yang bisa menghalangi saya,” jawabnya kemudian sambil mengantar sobatnya, Simatupang, hingga pintu rumah.
Sukarno bersedih mendengar Itu,namun juga memuji Didi yang Juga ‘koppig’ – keras Kepala.
LALU APA JASA DIDI BAGI TRANSMIGRAN ? – (Red-01/foto.ist) – BERSAMBUNG –
Before,
LAMPUNG ADALAH MINIATUR INDONESIA, TRANSMIGRAN BUKANLAH PERAMBAH HUTAN ! – (1)
Be the first to comment