
JENDERAL MOELDOKO TIDAK PERLU MENGUNDURKAN DIRI SEBAGAI KASTAF PRESIDEN !?
KoranJokowi.com, Bandung : Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia adalah jabatan setingkat menteri yang bertugas memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden yaitu bertugas memberikan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis. Kepala Staf Kepresidenan bertanggungjawab kepada Presiden.
Berikut daftar Kastaf Presiden RI itu;
JenderalTNI(HOR) (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan, M.P.A. lahir di Simargala, Huta Namora, Silaen, Toba Samosir, Sumatra Utara, 28 September 1947 menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia sejak 31 Desember 2014 – 2 September 2015
Drs. Teten Masduki lahir di Garut, Jawa Barat, 6 Mei 1963 adalah seorang aktivis dan politisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia sejak 2 September 2015 – 17 Januari 2018
Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Moeldoko, S.I.P. lahir di Kediri, Jawa Timur, 8 Juli 1957 adalah tokoh militer Indonesia menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan Indonesia sejak 17 Januari 2018 pada Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada 23 Oktober 2019, ia ditunjuk kembali menjadi Kepala Staf Kepresidenan pada Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin sejak Tgl.23 Oktober 2019.
Kini entah apa mulanya , beredar informasi bahwa Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, disebut akan meninggalkan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) terkait terpilihnya beliau selaku Ketum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB), Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) lalu
“Tidak, hoaks itu”, demikian seorang sumber di lingkungan KSP saat ditanyakan hal ini.
Saya kembali mereview bahwa karena Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia adalah jabatan setingkat menteri maka sesuatu hal yang lumrah sebagaimana kita pernah tahu banyak Ketua Umum Partai Politik yang menjabat selaku menteri bahkan presiden. Tidak percaya, silahkan googling.
Kembali ke soal KLB , kalau boleh saya terlebih dahulu mengutip ilmuwan politik Norberto Bobbio (1995) dan Mauro Calise’s (2000), yang menyebut Partai Personal adalah partai yang dibuat, dimiliki, dan digunakan untuk kepentingan satu orang.
Cirinya?
Pertama, partai berdiri karena kehendak individu/tokoh. Biasanya, tokoh itu adalah orang kuat dari kalangan politisi, birokrat, militer, maupun pebisnis.
Sang tokoh ini yang membiayai atau menghidupi partai tersebut. Sulit dibayangkan, tanpa kehadiran sang tokoh itu, belum tentu partai itu bisa berkelanjutan.
Kedua, partai tersebut hanya menjadi alat politik dari si pemilik partai. Pada prakteknya, partai tersebut dikelola layaknya perusahaan milik keluarga.
Ketiga, pengambilan kebijakan partai terkonsentrasi di tangan sang pemilik partai. Biasanya, sang pemilik partai menduduki jabatan Ketua Umum ataupun Dewan Pembina. Suara partai adalah suara sang pemilik. Biasanya lagi, jabatan sang pemilik bersifat seumur hidup.
Jauh hari menjelang KLB, Marzuki Alie – mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) periode 2005-2010 , Marzuki Alie yang kemudian terpilih sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat versi KLB Deliserdang menyatakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut) merupakan upaya kader untuk mengembalikan marwah pendirian partai. “Jangan salahkan Pak Muldoko, karena beliau mau bekerjasama untuk mengembalikan partai seperti niat awal saat membentuknya,” kata Marzuki kepada pers lalu.
Marzuki menjelaskan perubahan ditubuh partai terjadi sejak kongres tahun 2015 lalu. Pihaknya mendapatkan laporan jika anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) diubah di luar kongres sejak 2015. Dia menjelaskan perubahan konstitusi partai di luar penetapan kongres itu adalah kewenangan majelis tinggi partai. Dan hal itu berlanjut hingga kongres tahun 2020, dimana kala itu dibuatlah surat pernyataan yang meminta para pemilik suara di partai untuk mendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum Demokrat.
“Laporan teman-teman, pada saat Kongres 2020, tidak ada pembahasan agenda kongres hingga tata tertib kongres,” ungkap Marzuki. Padahal, Isi dari tatib kongres diantaranya pertanggungjawaban ketua umum sebelumnya, pembahasan pertanggungjawaban, laporan itu diterima atau ditolak, hingga ketua umum demisioner.
Lalu apakah KLB itu merupakan bagian ‘kekhawatiran & bukti’ dari yang disampaikan Norberto Bobbio dan Mauro Calise’s diatas, yang kemudian direalisasikan oleh para peserta KLB ? , ‘Uhuyy… (Red-01/Foto.ist)
Be the first to comment