
SUMBER BENCANA BAGI MASYARAKAT KITARAN TOBA – (11), “PT. TPL MERUSAK 55 SUNGAI BESAR & 3.039 ANAK SUNGAI ?”
KoranJokowi.com, Jakarta : Kalimat terakhir pada edisi ke 10 lalu ……. Masyarakat akan mendapatkan keuntungan ,berupa upah atas pengerjaan lahannya serta hasil pemanenan kayu dengan pembagian 40% untuk masyarakat dan 60 % ( pengembalian investasi yang dkeluarkan oleh Perusahaan dari awal hingga proses penanaman…. Lanjut ke bagian 11…. Namun program yang sudah diusung sejak 1991 ini tidak terlalu diminati oleh masyaraat. Pada tahun 2013 jumlah area PKR menurun karena warga sudah tidak ingin melanjutkan perikatan. Rendahnya pendapatan dan hasil Kerjasama Cuma Rp. 2,5 juta perbulan atau Rp. 30,8 juta pertahun sementara daur atau jangka waktunya lama, 5 tahun membuat pola ini tidak disukai masyarakat.
TPL berupaya menarik masyarakat untuk tetap mempertahankan pola PKR ini dengan melakukan promosi hingga ke rumah-rumah serta menaikkan harga pembelian kayu. Tapi hasilnya tidak masikmal. Masyarakat tetap tidak tertarik Melanjutkan .
1.3 Keberadaan Konsesi PT. TPL tanpa pengukuran Kawasan hutan diwilayah adat.
Konsesi TPL dberikan berdasar peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) 1982 Peta TGHK ini sifatnya memberikan arahan ihwal alokasi Kawasan hutan dan fungsinya. Statusnya nya dalam konteks tata perencanaan kehutanan berupa penunjukan yang kemudin ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri. Peta PGHK 1982 belum masuk ke status penunjukan. Bila mengacu pada peraturan Perundang- undangan , pengukuhan Kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan peunjukan , penataan batas, pemetaan, dan penetapan Kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum atas status letak, batas dan luas wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. status ‘penunjukan’ ini belumlah memiliki kekuatah hukum tetap. Dalam pengukuhan Kawasan hutan untuk mendapatkan kepastian hukum, seharusnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dijadikan sebagai rujukan, termasuk dalam penataan batas dan pemetaan Kawasan hutan
Pertama : Putusan MK nomor 45/2011 tentang pengujian konstitusionalitas Kawasan hutan tidak sekadar penunjukan Kawasan hutan . Itu harus dilakukan melalui penataan batas, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan.
Kedua : Putusan MK nomor 35/2012 terkait status hutan adat yang tidak lagi berstatus hutan negara. Jadi status hutan terdiri dari: hutan negara, hutan adat dan hutan hak.
ketiga : Putusan MK nomor 34/2011 terkait penguasaan hutan oleh negara yang wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi hak masyarakat hukum adat. Sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, hak masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan , serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Merujuk Pasal 22 ayat (3) PP 23/2020 tentang perencanaan kehutanan hasil penetapan Kawasan hutan berupa Berita acara tata batas Kawasan hutan dan peta tata batas hutan yang telah temu gelang ( artinya telah bertemu kedua ujungnya laksana gelang : para pihak sudah bersepakat ) terbuka untuk diketahui masyarakat, sampai sekarang, masyarakat pemilik lahan yang berbatas dengan Kawasan hutan tidak dapat mengaksesnya.
Bukti penataan batas ini akan dikatakan, selesai jika Berita Acara Tata Batas ( BATB) ditandatangani sebagai bentuk persetujuan dari pemilik lahan yang berbatasan dengan Kawasan hutan yag dikukuhkan . Proses pemetaanpun akan dianggab selesai kalau sudah temu gelang.Artinya bukan hanya sekadar pemajangan tata batas, tetapi pelaksanaan tata batas tetapi pelaksanaan tata batas Kawasan hutan sudah temu gelang dan telah disepakati oleh semua pihak.
Tahapan inilah yang bisa membuktikan bahwa semua hak pihak ketiga sudah diakomodir dan diakui dalam proses tata batas. Setelah itu, baru Kawasan hutan itu dikukuhkan lewat keputusan Menteri. Kampung/huta dan wilayah adat yang ada dan belum dikeluarkan dari peta alokasi /penunjukan Kawasan hutan” langsung ditimpa dengan konsesi. Ini Namanya pencurian atau pengambilan sepihak secara paksa hak-hak masyarakat adat.
I.Kerusakan fungsi Hidrologi Daerah tangkapan air Danau Toba akibat aktifitas PT.Toba Pulp Lestari.
Luas Daerah tangkapan air Danau Toba adalah 390.000 Ha ( luas perairan Danau Toba Sekitar112.000 Ha dan luas daratannya sekitar 279.000 Ha ). Konsesi TPL berada di 4 Wilayah Hulu DTA dan DAS Danau Toba : Aek Silang, DAS Aek Bolon, DAS Aek Simare yang terletak di 4 Kabupaten yaitu, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Toba dan Simalungun. Ada sekitar 36.544 Ha areal konsesi TPL berada dan beberapa data spasial lainnya.
Hasilnya menunjukkan perubahan Signifikan RI,didaerah Tangkapan Air Danau Toba, dimana terdapat 55 Sungai besar dan 3.039 anak sungai yang menjadi pemasok air untuk Danau Toba yang rusak akibat aktifitas TPL dihulu DTA tersebut. Hal ini mebuat lahan pertanian seperti sawah, salah satunya di Kabupaten Toba, beralih fungsi seluas 2.000 Ha akibat terganggunya pasokan air dari hulu.
Hasil analiasis Tutupan Lahan ( 1990 – 2019) dan Deforestasi TPL selama tahun 2001 – 2020.
Unit kerja pemetaan Partisipatif (UKP3) AMAN Tano Batak menganalisa hasil tutupan lahan yang bersumber dari data webgis Departemen kehutanan RI, dan beberapa data lainnya.hasilnya menunjukkan pexrubahan signifikan tutupan lahan ataupun hutan di sekitar konsesi PT.TPL selama 30 tahun terakhir.
(Ring-o)
BERSAMBUNG
Sebelumnya,
1 Trackback / Pingback