
Sumber Bencana Bagi Masyarakat Kitaran Toba – (16), “BJ HABIBI & EMIL SALIM BERSITERU TENTANG PT. TPL !?”
Koranjokowi.com, Jakarta : Kalimat terakhir pada edisi 15…. Mereka melanggar UU no. 8/1995 tentang pasar modal yang mengharuskan perusahaan menyajikan laporan keuangan sesuai dengan fakta. Lanjut ke edisi 16…. Demikian : Kejahatan kemanusiaan dan politik pecah-belah yang dilakukan TPL.( oleh: Agustin Simamora, Wilson Nainggolan dan Domu D Ambarita/ Kordinator.)
Sejak PT.Inti Indorayon Utama.(IIU) mengajukan pendirian pabrik di Kawasan seluas 200 Ha di Sosor Ladang Porsea Pada 31 Oktober 1984, pro dan kontra kehadiran pabrik kotor dan polutan di hulu sungai. Sedangkan kelompok lainnya lagi, terutama kalangan birokrasi sipil dan ABRI ( sekarangTNI/polri-Red) mendukungnya. Bukan hanya ditingkat rakyat akar rumput yang terjadi silang pendapat. Di pemerintahan pun demikian.
Menteri bahkan ada yang sepakat dan ada yang tidak. Indorayon berdiri pada 26 April 1983 Setahun kemudian 19 November 1984, mereka memperoleh Penguasaan hutan (HPH) seluas150.000 Ha yang mencakup hutan pinus merkusi di Sumatera Utara. Sebelum pabrik mereka beroperasi, Pemerintah melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ( BPPT) mengadakan rapat ilmiah yag dipimpin Menristek /Kepala BPPT B J.Habibie pd tanggal 17 Mei 1985, membahas rencana proyek pulp dan rayon di wilayah otorita Asahan. Terjadi beda pendapat antara Menteri negara Kehutanan dan Lingkungan Hidup Emil Salim dengan BJ.Habibie ihwal layak tidaknya lokasi Pabrik di Sosor Ladang Hulu Asahan.
Tiga hari kemudian pakar Ekologi Lingkungan yang juga Guru besar Universitas Pajajaran Bandung – Otto Sumarwoto menolak ikut bertanggung jawab Atas keputusan rapat ilmiah tersebut. Alasan tokoh Otorita Pengembangan Proyek Asahan (OPPA) ini adalah tidak cukup data untuk mengambil keputusan ilmiah. Selanjutnya,BJ.Habibie meminta petunjuk Presiden Soeharto.Keputusannya proyek tersebut tetap dilanjutkan dengan syarat secukupnya.
Adakah pejabat yang berani melawan keputusan sang penguasa otoriter yang berlatar belakang jenderal ? tentu tidak ada. Terbitlah Surat Keputusan Bersama ( SKB) dua Menteri BJ.Habibie – Emil Salim tentang syarat operasi Indorayon pada 13 November 1986. Isinya “mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT.IIU dalam melaksanakan pembangunann dan operasi proyek/parik pulp dan rayon terpadu dengan wawasan lingkungan.
Penduduk melakukan perlawanan pertama pada Juni-Agustus 1987. Wakil Penduduk Sianipar I dan II serta Simanombak memprotes karena tanah telah menutupi sawah mereka. Longsor terjadi akibat :proyek yang dipaksakan pembuatan jalan di hutan Simare. Sawah 15 Ha milik 43 KK tertimbun saat itu. Korban yang tewas 15 orang ternyata amblas.
Terjadi lagi pada 7 Oktober 1997 Lokasinya di desa Natumingka , Kecamatan Habinsaran, Hanya 16 Km dari yang pertama. yang kehilangan nyawa 15 orang. Warga Kembali panik .Penampungan air limbah (airatedlagoon ) jebol pada 9 Agustus 1988. Diperkirakan sejuta meter kubik limbah mencemari Sungai Asahan. Organisasi pro Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ( WALHI) menggugat Indorayon melalui kuasa hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia(YLBHI) Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Luhut MP.Pangaribuan . Gugatan terhadap BKPM, Menteri Peeindustrian , Menteri Kehutanan , Meneg KLH, Gubernur Sumut dilayangkan dengan alasan pelanggaran UU Lingkungan , mereka menuntut agar ijin Indorayon dibatalkan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak seluruh gugatan Penggugat malah dihukum dengan membayar biaya perkara Rp. 79.500.- dalam sidang putusan 14 Agustus 1989.
Perlawann juga datang dari warga Sugapa , Kecamatan Silaen. Namun polisi menangkap 16 orang dari mereka pada 15 Desember 1989, karena mencabuti patok Indorayon di lahan mereka yang seluas 52 Ha. Semula bersifat penanaman modal dalam negeri, Indorayon kemudian berubah menjadi Penanaman Modal Asing (PMA). Ketua BKPM mengumumkan persetujuan Presiden tersebut lewat surat. Investor asing yang masuk yang masuk adalah Cellulosa International S.A. ( 6,2%), dan Scann Fibre Co. S.A. dari Luxemburg (9,3%), Pesaham dalam negri adalah Sukanto Tanoto ( 24,3 %), Polar Yanto Tanoto (5,8%), PT. Adimitra Raya Pratama (25,2%), PT.Inti Indorayonesia Lestari (18,5 %) , Hendrik Muhammad Affandi, Semion Tarigan dan Hakim Haryanto.
Presiden Soeharto justru menyetujui perluasan Indorayon menjadi 269.060 Ha, pada 1 Juni 1992. Areal konsesi meliputi Tapanuli Utara , Dairi, Simalungan, dan Tapanuli Tengah. Petaka terjadi 5 November 1993. Boiler meledak dan klorin bocor. Pendudukpun merusak 125 rumah karyawan 5 mobil pik-up 5 sepeda motor, 1 mini market dan 1 stasiun radio( Bona Pasogit),1 traktor dibakar warga memblokir jalan konvoi truk Indorayon .
Muspida kemudian menutup pabrik untuk sementara.Indorayon meminta maaf padaTunky Ariwibowo mengijinkan mereka beroperasi Kembali. 12 November 1993 dan menjanjikan bantuan kepada masyarakat lewat Yayasan Sinta Nauli. Mereka juga akan mengaudit dampak lingkungan dengan memakai jasa auditor Internasional. Menteri Perindustrian Tunky Ariwibowo mengijinkan mereka beroperasi Kembali .
Aerated lagoon Kembali jebol pada 2 Maret 1994. Sungai Asahan tercemar dan banyak ikan mati limbah . Atas saran Meneg KLH Sarwono Kusumaatmaja , Auditor yang berkantor pusat di Mclean Virginia, AS, Labat Anderson Incoported mengaudit Indorayon mulai Apil 1994.
Hasil audit d irahasiakan rapat-rapat. (ada apa?-red) Barulah setelah era Reformasi , laporan berjudul Environmental , Savety, and Healt Audit of Pulp mill, Rayon Plant and Forestry Operations Of Inti Indorayon Utama bisa diakses orang luar. Nyata bahwa kejahatan lingkungan yang dilakukan korporasi ini maha serius.
( Ring-o / Foto.ist)
Sebelumnya,
SUMBER BENCANA BAGI MASYARAKAT KITARAN TOBA – (15), “PT. TPL SARAT MANIPULASI ?” – KORAN JOKOWI
1 Trackback / Pingback