Kabar Jakarta (46),
KETIKA GIBRAN MENJADIKAN AYAHNYA SEBAGAI PANUTAN, SALAHKAH ?
Koranjokowi.com, Jakarta : Jokowi sebagai presiden sering kali sulit ditebak kata Alden Tua Siringoringo,SH,MHc- Advokad di Managing Patner Law Firm , dalam bukunya berjudul : “Setiap Masa ada Orangnya setiap Orang ada Masanya” ada empat orang doktor menjadi komentator waktu launching bukunya yang salah satu bukunya berjudul “Setiap masa ada orangnya ,setiap orang ada masanya”
Hampir semua komentatornya mengatakan buku tersebut sangat baik dan up todate dengan kekinian.Dalam salah satu sub judul buku tersebut ialah : “Ketika anak ( Gibran) menjadikan ayah ( Jokowi)sebagai panutan ,salahkah’? Terkadang dia(Jokowi-red) sangat pintar menyembunyikan apa yang ada dalam hatinya , termasuk pilihan anaknya kata Alden memulai tulisannya. Kita seakan kaget ketika Gibran maju sebagai kandidat dalam Pilkada Solo. Tuduhan dinasti politik dan politik dinasti pun bergaung dimana-mana dengan arah tembakannya adalah presiden Jokowi. Tulisan ni sendiri kata dia mau melihat perspektif keluarga, tentang bagaimana seorang anak yang menjadikan ayahnya sebagai panutan .
Lalu langkah-langkahnya disusun seolah mengikuti jejak ayahnya. Dalam pembinaan anak dalam keluarga, kata Aldentua Siringoringo yang juga ketua Badan Pengurus Yayasan Forum Adil Sejahtera Jakarta ini, ayah dan ibu tentu menginginkan anaknya menjadi anak yang baik, sukses yang berguna bagi keluarga dan banyak orang ; anak selalu dididik mengikuti ajaran agama dan budi pekeri orangtuanya. Seperti diri Aldentua dalam pengamatan saya staf khusus Koran jokowi.com DKI Jakarta,yang dekat dengan keluarga dia karena kami satu komunitas keturunan nenek moyang kami dari kampung halaman tinggal di Jabodetabek. anak sulungnya sendiri Paskah SH,MH jebolan Fakultas Hukum UI mengikuti jejak ayahnya sekaligus menjadi asisten Aldentua Di kantor Hukumnya dibilangan Rawamangun , anak kedua Angel ambil S2 jurusan Psikologi dinegeri Belanda baru selesai di wisuda dan kembali ke tanah air untuk berbakti di Indonesia dan berencana buka klinik Psikolog/Psikologi dan ketiga masih menyusun Tesisnya.
Kembali ke tema diatas,anak selalu dididik mengikuti ajaran agama dan budi pekeri orangtuanya seringkali anak kurang mengikutinya dan justru mengikuti tetapi anaknya nakal , bahkan mungkin jahat. Ada keluarga yang berantakan perilakunya, mengikuti ajaran agama dan budi pekeri orangtuanya anaknya baik dan sukses. Tidak ada rumus pasti untuk itu, karena kehidupan keluarga bukan rumus matematika yang pasti dalam prinsip hukum dikenal istilah “Setiap ketentuan selalu ada pengecualian .
Dalam konteks keluarga Jokowi Gibran sang anak seakan meniru ayahnya yaitu berwirausaha.Ia memulai dengan membuka catering,menjual martabak dan pisang goreng dan memperluas usaha bisnisnya ini , dengan ketekunan dan berdasarkan ilmu yang diperolehnya .Bisnisnyapun mencapai sukses. Kenapa Gibran harus capek-capek menjadi pengusaha Kuliner? sebagai anak walikota, Gubenur, dan Presiden , tentu dia bisa menjadi pengusaha dilingkungan kekuasaan , seperti berbisnis proyek dan jabatan seperti yang dilakukan anak- anak Presiden Soeharto,menjalani bisnis besar : Bambang menjadi pengusaha yang menguasai Bimantara dan Televisi suasta pertama RCTI;Tutut membangun jalan tol layang bypass Jakarta; Tomy menguasai bisnis cengkeh, dan Prabowo sebagai menantu melejit karier militernya.Kemudian saat Susilo Bambang Yudoyono(SBY) menjabat Presiden , bisnisnya juga marak. Gurita Cikeas , demikian seorang penulis buku mnyebutnya. Dia menggambarkan bagaimana bisnis dari keluarga presiden dan kroni-kroninya menggurita dalam berbagai bidang yang terkait dengan kekuasaan dan kebijakan dari penguasa.
Namun Gibran dan keluarga Jokowi kukuh tidak mengikuti perilaku anak dan keluarga dua presiden tersebut. Hal itu mungkin karena tidak ada keterkaitan antara Jokowi dan dua presiden tersebut diatas , sementara tindakan SBY meniru Soeharto mungkin saja dipengaruhi oleh jabatannya yang pernah menjadi ajudan dari Soeharto. Jokowi juga tidak mengikuti SBY membuat Partai, tetapi hal ini pasti menimbulkan persoalan dengan PDIP yang mengusungnya dan menganggab dia sebagai petugas partai. Sekiranya dia membuat partai(Jokowi-red) pasti anaknya dipersiapkan menjadi Ketua Umum penggantinya seperti yang dilakukan SBY. Gibran kini menjadikan ayahnya,Jokowi sebagai panutan , dan panutannya sangat kuat . Setelah mengikuti jejaknya menjadi pengusaha, maka sekarang Gibran sekarang mengikuti karier politik Jokowi dengan mencalonkan diri menjadi walikota Solo. Disinilah muncul isu dan tuduhan dinasti politik dinasti sebagaimana yang dijelaskan diatas.
Apakah salah jika seorang anak meniru dan membuat ayahnya menjadi panutan? Kan tidak salah.Adakah peraturan yang dilanggara Gibran ketika dia menjadi peserta dalam pilkada Solo? kan tidak? Banyak orang mengatakan tidak etis dan tidak pantas, Lalu dimana ketidakpatutannya dan ketidakpantasannya? Sebagai mahluk filsafat, kita bisa bertanya berkepanjangan terus menerus. Bagi pengagum Teori Hegel kata Alden yang mengambil S2 nya di UGM ini, bisa menjadi dialektika. Tesis versus anti thesis yang melahirkan sintetis. Apabila niat Gibran menjadi calon walikota harus dibunuh dan dipadamkan,karena ayahnya sedang menjabat presiden? Coba kita berempati lanjut Alden, jangan-jangan jika kita menjabat sebagai presiden kita katakan dan tuduhkan juga belum tentu bisa melakukan seperti yang kita katakan dan tuduhkan kepada Jokowi.
Jangan-jangan kita meniru gaya Soeharto atau SBY atau bahkan lebih dari itu. Namun namanya juga penonton, kita selalu merasa lebih pintar dari pemain. Namanya juga pengamat dan ahli, kita selalu merasa lebih hebat dalam menilai dan menjatuhkan hukuman atau vonis dari hakim yang berwewenang sekalipun.Semuanya itu wajar dan manusiawi. Dan disinilah menariknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang dinamis dan kritis, dan banyak prokontra yaitu hidup menjadi penuh warna bukan sekedar hitam putih.
Kembali ke Gibran sebagai anak dan Jokowi sebagai ayah , Jokowi selalu mengatakan bahwa semua tergantung anak. Ketika dia melihat anaknya belum berminat terjun ke politik , dia kembaikan kepada anaknya. Walaupun Boby Nasution sudah terlebih dahulu menunjukkan minat ke politik, tetapi Gibranlah yang lebih dulu direstui oleh PDIP ?Disinilah mungkin berlaku hukum keluarga tersebut.Ketika Gibran mengatakan ingin terjun ke politik, maka sang ayah mendukungnya langsung. Siapakah ayah yang tidak mendukung keinginan anaknya? Apakah karena isu dinasti politik dan politik dinasti , mengharusan salah satu dari Gibran dan Jokowi untuk mundur?Tidak demikian kali?Hal demikian tentu bisa dipahami . Misalnya kenapa Soeharto diakhir jabatannya mengangkat Tutut (putrinya) sebagi menteri Sosial , bukan Prabowo (menantunya), yang sudah berpangkat jenderal? Menantu memang bagian dari keluarga, namun masih lebih utama putra/putinya secara langsung.
JIka Gibran sebagai anak menjadikan Jokowi (ayahnya) sebagai panutan dan mengikuti langkahnya dalam meniti karier dari pengusaha ke walikota Solo, maka sebagai sebuah keluarga kita patut menirunya yaitu sang ayah mendukung anaknya. Namun sekali lagi kata Aldentua yang sedang menangani kasus PHK sepihak dari sebuah Perusahaan PT.PK untuk mendukung Gibran menjadi wlikot,,ituhanya pengaruh yang perlu kita ingatkan lanjutnya kepada keluarga Jokowi adalah jangan lah menyalah gunakan jabatan sebagai presiden dan fasilitas Negara, Namun kalau pengaruh sebagai anak presiden membuat di menang , itu hanya pengaruh.
Dalam Pemilu dan Pilkada semua kandidat mencari orang yang berpengaruh untuk masuk dalam tim kampanye da tim pemenangan ?. Ada yang merekrut mantan pejabat, artis terkenal , dan berbagai orang berpengaruh di daerah tersebut.Kita tentu berharap Gibran bisa bertndak dan berperilaku selayaknya walikota atau jika menang menjadi walikota ,ia tidak pongah dan berusaha menggunakan jabatan ayahnya sebagai presiden untuk keberhasilannya . Biarlah dia berjuang dan membuat dan membuat peta jalannya sendiri untuk meraih mimpinya menjadi walikota Solo dan bisa membangun Solo lebih baik dari pendahulunya , termasuk ayahnya tutup Aldentua
(Ring-o/foto.ist)
Lainnya,
Kabar Jakarta (45), WORLD BIO ENZYME DAY (HARI BIO ENZYME SEDUNIA) – KORAN JOKOWI
1 Trackback / Pingback