
Kabar Jakarta (94),
” IBUKOTA NEGARA DI KALIMANTAN, ON PROGRESS !”
Koranjokowi.com, Jakarta :
Salah satu sub judul Catatan merah
dari buku Guntur Sukarno putra yang di launching Tgl.20 Oktober lalu
adalah, ”Anatomi pindah ibukota negara”.Dalam sejarahnya , ibukota
negara baru satu kali pindah, yaitu tanggal 3 Januari 1946 ke
Yogyakarta. Dengan masuknya Netherlands -Indiche Civil
Administration( NICA). Bung Karno dengan rombongannya berangkat
dari Pegangsaan Timur 56 ke Jogyakarta.Sesudah pengakuan
kedaulatan RI, oleh Belanda tahun 1949 ibukota negara Kembali ke
Jakarta. Prakarsa atau ide pemindahan Ibu Kota Negara pertama kali
dicetuskan oleh Presiden Soekarno tanggal 17 Juli 1957 Namun
pilihannya ke Palangka Raya. Tidak terwujud. Akhirnya Presiden
Soekarno menetapkan Jakarta sebagai IKN Indonesia dengan UU
Nomor 10 tahun 1964 tanggal 22 Juni 1964 .
Selanjutnya,Pada masa Orde Baru, tahun 1990-an, ada juga wacana
pemindahan IKN ke Jonggol. Pada era Presiden Soeharto, wacana
pemindahan IKN muncul kembali karena kemacetan dan banjir yang
melanda Jakarta. Terdapat tiga opsi yang muncul pada saat itu yaitu
tetap mempertahankan Jakarta sebagai IKN dan pusat pemerintahan
dengan melakukan pembenahan, Jakarta tetap menjadi IKN tetapi
pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain, dan membangun IKN.
Pemindahan IKN, baru serius digarap oleh Presiden Joko Widodo.
Pada tanggal 29 April 2019, Jokowi memutuskan untuk memindahkan
IKN keluar pulau Jawa di Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan
Timur.dan dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024.
Melihat rencana
panjang dan gerak cepat Jokowi untuk memindahkan IKN di atas. Maka
tanggal 18 Januari 2022, merupakan hari bersejarah bagi bangsa
Indonesia dengan disahkannya RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN)
menjadi UU oleh DPR RI dan Pemerintah. Dengan demikian, Indonesia
akan mempunyai IKN yang baru menggantikan Jakarta. Perlu dipahami
urgensi pemindahan IKN. Pertama, menghadapi tantangan masa depan.
Sesuai dengan Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia Maju, ekonomi
Indonesia akan masuk 5 besar dunia pada tahun 2045. Pada tahun itu
diperkirakan PDB per kapita sebesar US$ 23.119. Tahun 2036,
diperkirakan Indonesia akan keluar dari middle income trap. Oleh sebab
itu dibutuhkan transformasi ekonomi untuk mencapai Visi Indonesia
2045. Transformasi ekonomi didukung oleh hilirisasi industri
dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur,
penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi yang dimulai dari
tahun 2020-2024. Oleh sebab itu dibutuhkan IKN yang dapat mendukung
dan mendorong transformasi ekonomi tersebut.
Kedua, IKN harus
mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata termasuk di
Kawasan Timur Indonesia. Selama ini, Jakarta dan sekitarnya terkenal
dengan pusat segalanya (pemerintahan, politik, industri, perdagangan,
investasi, teknologi, budaya dan lain-lain). Tidak mengherankan jika
perputaran uang di Jakarta mencapai 70 persen yang luasnya hanya
664,01 km2 atau 0.003 persen dari total luas daratan Indonesia
1.919.440 km2. Sementara jumlah penduduknya 10,56 juta jiwa atau 3,9
persen dari jumlah penduduk Indonesia 270,20 juta jiwa (data tahun
2020).
Ketiga, kondisi objektif Jakarta yang tidak cocok lagi sebagai
IKN. Hal ini bisa dilihat dari “beban” yang harus ditanggung Jakarta
antara lain ; 1. Kepadatan penduduk 16.704 jiwa/km2 sementara
kepadatan penduduk Indonesia hanya 141 jiwa/km2. 2. Kemacetan
Jakarta yang merupakan kota termacet nomor 10 di dunia tahun 2019
walau menurun menjadi nomor 31 dari 416 kota besar di 57 negara
tahun 2020 (TomTom Traffic Index). 3, Permasalahan lingkungan dan
geologi yang telah akut antara lain banjir yang setiap tahun melanda
Jakarta dan terjadinya penurunan tanah yang mengakibatkan sebagian
wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.
Pemindahan IKN dari
Jakarta ke Kalimantan pasti membawa pro dan kontra. Namun sebagai
negara demokrasi, ketika Negara telah memutuskan memindahkan IKN
dengan proses demokrasi melalui UU, seharusnya seluruh komponen
bangsa mendukungnya. Bangsa Indonesia perlu meminimalisir ekses
pemindahan IKN. Tidak ada satu keputusan apapun yang memuaskan
seluruh rakyat, namun keputusan yang memberikan manfaat lebih besar
kepada bangsa Indonesia harus didukung sebagai wujud kecintaan dan
bakti untuk NKRI.
(Ring-o/Foto.ist)
Lainnya,
Be the first to comment