DICARI SOSOK MARIJAN BERIKUTNYA !?
KoranJokowi.com, Yogjakarta : Beliau adalah Raden Ngabehi Surakso Hargo , alias Mas Penewu Surakso Hargo, yang kemudian lebih dikenal dengan nama ‘Mbah Maridjan. Dilahirkan di Dukuh Kinahrejo, 5 Februari 1927 lalu Dan wafat tgl.26 Oktober 2010 pada umur 83 tahun.
Apapun beliau telah disana bahkan jauh sebelum tahun 1970-an dan jabatan juru kunci Gunung Merapi yang diamanahkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX terjadi tahun 1982. Dan sejak saat Itu disetiap gunung Merapi ‘rewel, warga setempat pastinya selalu menunggu komando darinya apa yang harus dilakukan, mengungsi atau sebaliknya. Sosoknya sangat bersahaja dan wajar jika menjadi ‘panutan warga.Juga saat rewel di tahun 2006, tidak ada komando yang lebih populer dibanding beliau.
DIA GUGUR UNTUK SEMUA ORANG
Pada tanggal 26 Oktober 2010, gunung Merapi kembali meletus disertai awan panas setinggi 1,5 kilometer. Disaat Gulungan awan panas terus meluncur , komando beliau jelas, warga desa diminta segera mengungsi.Namun beliau tetap disana menyerahkan tubuh dan jiwanya dengan harapan Merapi cukup ‘melumat dirinya saja, jangan warga Dan makhluk Hidup lainnya.
Awan panas tetap turun melebar Dan menyapu tubuhnya yang sedang sholat. Dan baru beberapa jam kemudian, diketahui bahwa beliau gugur ‘ditemani’ tim SAR dan 16 orang warga lainnya dengan luka bakar serius, tepatnya di tgl.27 Oktober 2010 semua baru terevakuasi.
FLASHBACK ABOUT MERAPI & MBAH MARIJAN
Sejak pulau JAWA ada,Gunung Merapi punya posisi vital dalam sejarah Jawa, yang juga dipercayai ikut menentukan tumbuh dan matinya sebuah peradaban dan kerajaan. Maka Mbah Marijan menentang saat Pemkab Sleman akan membuat bendungan anti lahar.
“Merapi jangan dibendung, Tidak perlu ditutupi dam. Itu harus dibongkar,” tandas Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi, seperti disampaikan mantan Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto.
Dam yang dimaksud Mbah Maridjan adalah tanggul dan bak besar yang dibangun untuk menampung tumpahan lahar dingin hasil erupsi Merapi erupsi. Tahun 2001 itu, Mbah Maridjan mengatakan secara tegas kepada Bupati bahwa ia menolak pembangunan dam tersebut. Sayang,Penolakan menjadi tak berarti karena pembangunan tetap saja dilakukan.
“Saya heran, mengapa Mbah Maridjan menghalangi. Saya mau bongkar mitos itu!” tekad Ibnu saat Itu.
Pastinya, beliau punya alasan untuk menolak pembangunan tanggul itu, beliau meyakini alam sudah mengatur dirinya sendiri sedemikian rupa untuk menghadirkan keharmonisan dan keseimbangan semesta.
Terlebih lagi Gunung Merapi, salah satu bukti kuasa alam paling megah di tanah Jawa. Baginya, Merapi bukanlah sekadar onggokan gunung, melainkan suatu lingkungan atau komunitas yang saling terkait dengan seluruh makhluk yang beraktivitas di sekitarnya yang ada hubungan saling menjaga dan melindungi di lingkaran Merapi.
Ayahnya sudah lebih dulu menjadi juru kunci Merapi yang juga dikenal sebagai gunung api aktif di dunia, Juga abdi dalem Kraton Yogyakarta, beliau selalu menyertai tugas sang ayah.
Sri Sultan Hamengkubuwana (HB) IX pun berkenan memberinya gelar sekaligus nama baru, yakni Mas Penewu Surakso Hargo, dengan pangkat sebagai Mantri Juru Kunci alias wakil atau asisten ayahnya. Setelah sang ayah meninggal dunia, Maridjan pun naik menjadi juru kunci Gunung Merapi sejak 3 Maret 1982.
MERAPI JUGA BERNYAWA !
Sebagai juru kunci Merapi, beliau memahami ‘kejiwaannya. Dia ibarat BERNYAWA, mudah marah Dan bersahabat.
Saat meletus diabad ke-10, membuat Kerajaan Mataram Kuno (Medang) terpaksa pindah dari tengah Jawa ke bagian timur, danKerajaan Hindu inilah yang nantinya menjadi cikal-bakal Majapahit, Demak, Mataram Islam, hingga Kesultanan Yogyakarta.
Kemudian, letusan yang terjadi pada tahun 1006 membuat seluruh permukaan Jawa Tengah tertutup oleh abu vulkanik. Bahkan, Erupsi inilah yang juga mengubur Candi Borobudur dan Prambanan.
Merapi rutin beraksi dalam perjalanan riwayatnya, termasuk erupsi pada 1786, 1822, 1872, dan 1930 yang menghancurkan tiga belas desa dan memakan korban tewas 1.400 jiwa. Namun, letusan terbesar terjadi pada 1872 yang menurut catatan geologi modern mencapai skala tinggi. Sepanjang tanggal 15 hingga 20 April 1872 itu, letusan berlangsung selama 120 jam nyaris tanpa henti.
Dan, letusan tahun 2010, yang menewaskan Mbah Maridjan, juga tercatat dalam level yang hampir sama.
Selama menjalani peran sebagai juru kunci sejak 1982, Mbah Maridjan memang mengalami masa-masa di mana tensi Merapi sedang meninggi. Erupsi pada November 1994, misalnya, beberapa desa di lereng gunung itu terkena imbas awan panas atau wedhus gembel dalam bahasa lokalnya, 60 orang meninggal dunia.
Empat tahun kemudian, Juli 1998, erupsi kembali terjadi namun semburannya mengarah ke atas sehingga nihil korban jiwa. Pada 2006, dua orang sukarelawan terbakar awan panas di kawasan Kaliadem. Dan akhirnya terjadilah erupsi dahsyat pada 2010 yang menelan korban dan kerugian cukup besar.
Merawat Merapi Sepenuh Hati
Mbah Maridjan selalu enggan jika diminta mengungsi manakala ada tanda-tanda Merapi bakal menguap lagi. Bahkan, ia pernah dua kali menolak permintaan Sultan HB X, Raja Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY yang seharusnya menjadi junjungannya.
Penolakan pertama adalah pada 2006. Sultan HB X memerintahkan penduduk Kinahrejo untuk bersedia dievakuasi ke tempat yang aman. Namun, Mbah Maridjan mengabaikannya dan malah menyepi di pelataran Srimanganti yang berada di lereng selatan Merapi. Ia selamat, tak kurang satu apapun juga.
Mbah Maridjan bukannya tidak menghormati Sultan HB X. Namun, status sultan yang juga menjabat sebagai gubernur membuat Mbah Maridjan merasa bahwa imbauan mengungsi itu sama halnya dengan perintah pejabat pemerintahan lainnya, bukan titah seorang raja.
Berkali-kali, Mbah Maridjan menegaskan bahwa ia hanya berpegang teguh pada amanat yang diberikan oleh Sultan HB IX, ayahanda HB X, ketika ia diangkat sebagai abdi kerajaan yang ditugaskan untuk menjaga Gunung Merapi, pemula garis imajiner menuju pusat istana sampai ke laut selatan. Tidak pernah ada perintah mengungsi selama Sultan HB IX bertakhta.
Subhanallah, memang ada SOSOK lain yang bisa melebihi almarhum ?
Be the first to comment