Dr Kapitra Ampera SH MH, “PEMBELA ULAMA, ISLAM & NKRI”
KoranJokowi.com, Bandung : Dr. Muhammad Kapitra Ampera S.H., M.H. kelahiran Padang, Sumatra Barat, 20 Mei 1966 adalah seorang ahli hukum Indonesia ( pengacara). Ia memimpin sebuah firma hukum yang bernama M. Kapitra Ampera & Associates. Kapitra juga menjabat sebagai Ketua Harian Himpunan Advokad Pengacara Indonesia kliennye sebut saja ; Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) dalam kasus gugatan perdata Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam masalah tukar guling antara Bulog dan PT Goro Batara Sakti, Rizieq Shihab, Ustaz Abdul Somad, Lc., MA hingga jajaran artis seperti Tamara Bleszynski, Kristina,dsb.
Kapitra Ampera , yang akrab kami panggil ‘Kanda Kapitra’ ini pernah maju sebagai calon gubernur berpasangan dengan Dalimi Abdullah dalam pemilukada Sumatra Barat. Mereka diusung oleh Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrat. Namun ia dan pasangannya belum berhasil memenangkan pilkada tersebut dan hanya meraih 139.854 suara atau 7,7% dari total suara.
Jika selama ini publik meng-identifikasikan ‘kanda Kapitra ini dengan Lawan politik Presiden Jokowi, namun sejak Selasa, 24 Juli 2018 dia meminta dipanggil ‘Cebong, karena sejak saat itu resmi menjadi calon anggota legislatif atau caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). “Iya, please call me cebong (silakan panggil saya cebong). Hari ini saya menjadi cebong, cebong dalam persepsi agamanya adalah anak katak yang selalu berzikir demi kebaikan bangsa ini.Itu yang saya tahu dalam terminologi Islam yang saya anut. Jadi panggilan cebong bukanlah panggilan hinaan,” ujarnya.
Ia juga mengatakan keputusannya bergabung dengan PDIP tetap sama dengan tujuan-tujuannya sebelum ini. “Saya ingin membela ulama, membela Islam, dan membela Indonesia,” ucapnya di gedung Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Jakarta lalu.
Dan sejak saat itu pro-kontra bergabungnya ‘Kanda Kapitra ke PDI-P demikian deras, namun dia tidak perduli. Hingga pagi ini (21/12) saya mendapat rilis dari kanda Kapitra dalam menyikapi demo 1812 lalu, yaitu :
- Aksi Demonstrasi 1812 yang berlangsung Jumat, 18 Desember 2020 memperburuk situasi karena demo yang menuntut kematian 6 laskar FPI dan membebaskan Habib Rizieq dari tahanan itu, berpotensi memunculkan cluster baru Covid-19.
- Jika ada satu orang peserta aksi demo terinfeksi Covid lalu dia kembali pulang ke rumahnya, lalu virus tersebut menular kepada keluarga yang bersangkutan, bagaimana? Bukan hanya keluarga, bagaimana dengan kerumunan aksi?
- Kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi tidak boleh diberlakukan dalam kondisi sekarang. Namanya lex specialis derogat legi generalis. Jadi UU karantinaan itu UU Lex specialis, UU berlaku khusus mengalahkan UU umum. Kalau mati semua nanti negara lagi yang disalahkan.
- Peradilan jalanan tidak akan berpengaruh terhadap penegakan hukum yang menjerat Habib Rizieq Shihab. Pemerintah sekarang tidak bisa dikutik-kutik dengan aksi demo. Kebijakan lembaga formal tidak mungkin dikeluarkan gara-gara demo lalu yang bertentangan dengan hukum.
- Sebaiknya, tempuh saja jalur hukum. Diuji di pra peradilan, diikuti saja proses hukumnya. Sarana lembaga formil ada. Mau gugat juga dibolehkan UU. Lembaga hukumnya ada. Pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan penahanan HRS, silahkan menempuh jalur hukum. Hukum harus dihormati di negara ini.
- Ketegasan aparat kepolisian yang membubarkan massa aksi 1812 penting diapresiasi, karena membubarkan massa demo di tengah pandemi tidak bertentangan dengan UU, justru melindungi keselamatan warga dari serangan Covid.
‘Gaspol Kanda !
(Red-01/Foto.ist)
1 Trackback / Pingback