
TENG !, ASN/PNS HARAM IKUT ORMAS TERLARANG. “APLIKASI ASN RADIKALNYA KEMENPANRB, WONTEN PUNDHI?”, UHUYY..
KoranJokowi.com, Bandung : Flash-back, Presiden Jokowi menyetujui adanya kerjasama antara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berkomitmen untuk melakukan langkah tegas terhadap aparatur sipil negara (ASN) dari paham radikalisme. Langkah tegas tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bersama Menteri PANRB dan Kepala BKN tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya. ‘Titik !
Karena BNPT – Badan Nasional Pemberantasan Teroris & Kemenhan RI merilis data akhir tahun 2019 lalu bahwa dari 4,1 juta orang ASN/PNS , 19,4% ASN menolak Ideologi Pancasila, sama dengan lebih dari 800.000 ASN/PNS ibarat virus dan benalu dalam bangsa dan negara besar ini, titik !
Keterlibatan ASN dalam organisasi terlarang dan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah dicabut status badan hukumnya itu dianggap dapat memunculkan sikap radikalisme negatif di lingkungan ASN dan instansi pemerintah. Untuk itu, perlu dicegah agar ASN dapat tetap fokus berkinerja dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat.
Penerbitan SE Bersama No. 02/2021 dan No. 2/SE/I/2021 yang ditandatangani pada 25 Januari 2021 ini dimaksudkan sebagai pedoman dan panduan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) mengenai larangan, pencegahan, serta tindakan terhadap ASN yang berafiliasi/mendukung organisasi terlarang atau ormas tanpa dasar hukum. Dalam SE tersebut terdapat ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat.
(bagusnya om ini ditanya, PKI-nya ada dimana?)
Dalam SE Bersama ini juga disebutkan organisasi terlarang dan ormas yang telah dicabut status badan hukumnya, yaitu: Partai Komunis Indonesia, Jamaah Islamiyah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Front Pembela Islam (FPI).
Pertanyaannya, bagaimana kemudian jika mereka tetap hidup dan ada dalam jaringan – jaringan kecil yang kerap muncul di gang – gang sempit, komunitas bla bla bla, termasuk di rumah-ibadah?
Bahkan Presiden Jokowi juga menyetujui kemudian munculnya aplikasi ‘ASN NO RADIKAL’, sebagai portal tindak lanjut dari Portal Aduan ASN yang dikeluarkan Kementerian PANRB pada September 2020, yang ditujukan untuk penyelesaian kasus ASN yang terpapar radikalisme oleh PPK secara elektronik. Yang akan terkoneksi dengan pemerintah daerah, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kementerian Agama, Badan Kepegawaian Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara, Kementerian Kominfo, Badan Siber dan Sandi Negara, hingga intelijen BIN dan Kejaksaan untuk memonitor masalah.
Sayangnya hingga Jumat (29/1) pkl.10.41, setelah KoranJokowi.com berselancar di website https://www.menpan.go.id/ ‘tidak juga’ menemukan folder aplikasi dimaksud kecuali no.telp. (+6221) 7398381 – 89 , email; halomenpan@menpan.go.id, termasuk saat kami re-check di halaman ‘Daftar Aplikasi’. Bahkan yang ada aplikasi yang ditayangkan di periode 05 Agustus 2016 lalu. ‘Lha Piye, Wonten Pundhi, son !?
Jika aplikasi ASN NO RADIKAL itu hanya ditujukan untuk internal ASN/PNS , KemenPANRB dan BKN saja, dalam arti secret-accces, bukan untuk publik. Ya beda ceritera atuh. Namun, bukankah publik pun mempunyai hak dan kewajiban untuk melaporkan jika didapat temuan jika ada ASN/PNS yang masih ‘menolak Pancasila?, lalu kemana melapor ?
Sobat KoranJokowi.com dimana saja berada, pasti kita belum lupa, YouTube KompasTV (4/11/2019) lalu pun terinci data ‘Penolak Ideologi Pancasila, yaitu:
-Pegawai BUMN = 19,1 persen
– Mahasiswa = 23,4 persen
– Pelajar SMA sederajat = 23,3 persen
– Pegawai Swasta = 18,1 persen
– Personel TNI = 3 persen
Lalu apa beda dan persamaannya dengan website https://aduanasn.id/ milik Kemenkominfo?
Orang tua sering mengatakan, Malu bertanya sesat dijalan. ‘Uhuuy …
(Red-01/Foto.ist)
Be the first to comment