
REVITALISASI WISATA RELIJI GUNUNG PUCANGAN KAB. JOMBANG, TEMPAT DEWI KILI SUCI YANG DICINTAI RAKYATNYA – (2)
KoranJokowi.com, Bandung : Edisi lalu kita sedikit telah sampaikan info mengenai asal muasal mengapa Gunung Pucangan, Desa Cupak, Kec. Ngusikan, Kab. Jombang, Jawa Timur disebut sebagai WISATA RELIJI GUNUNG PUCANGAN. (please klik link paling bawah)
(KoranJokowi.com Prov. Jatim)
Oke, teman teman KoranJokowi.com dimana saja berada. Gunung Pucangan adalah salah-satu dari 65 gunung di Jawa Timur dengan ketinggian > 400 mdpl , kalau pun berada di iklim tropis panas namun dalam waktu waktu tertentu akan berhembus angin dingin. Warga mempercayai disana bertanda sedang ada ‘aktifitas’ para leluhur. Gunung ini merupakan tempat dimana dahulu Raja Airlangga / Sinuwun Bathara Erlangga bertapa-brata, ketika beliau menjalani pelarian selama dua tahun.
(Petilasan Airlangga “Sumber Tetek”, Desa Wonosunyo, Gempol, Pasuruan)
Pada malam pernikahannya dengan Dewi Galuh Sekar Kedahaton, puteri Bathara Ring Medang—-raja di Medang, bernama Dharmawangsa Teguh, ibukota Medang, Watan (Maospati, Magetan, Jawa Timur – sekarang) diserang oleh pasukan Aji Wura Wari, penguasa Lwaram (Ngloram, Blora, Jawa Tengah – sekarang) yang memang musuh bebuyutan Raja Airlangga.
Dalam tragedi yang disebut Pralaya Medang itu, Dharmawangsa Teguh beserta permaisuri dan seluruh punggawanya tewas. Kota Watan menjadi lautan api. Istana Medang diratakan dengan tanah. Bahkan khewan ternak dan pertanian pun dihancurkan. Pasangan pengantin, Airlangga muda dan Galuh Sekar Kedhaton berhasil lolos dari pembunuhan setelah diselamatkan ‘pengawal pribadinya, Narottama dan Ken Bayan. Dengan cara ‘ghaib/menghilang, mengingat semua penjuru kerajaan telah terbakar dan dijaga lawan.
Airlangga tidak melawan karena takut perang saudara, dan merugikan rakyat ke-2 kerajaan. Maka ia lebih memilih ‘mengalah, dan selama pelarian, Airlangga keluar masuk hutan dan gunung. Dari Watan, mereka menuju gunung Lawu, Wonogiri, gunung Wilis, gunung Klotok, gunung Mas Kumambang, Gunung Tunggorono hingga akhirnya sampai di kabuyutan Sidayu di Girisik (Sedayu, Gresik, Jawa Timur – sekarang).Hingga singkat ceritera, Airlangga dan Narottama melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat yang menurut pawisik niskala—-bisikan ghaib—-adalah tempat suci. Itulah, Gunung Pucangan.
(Makam Dewi Kilisuci)
Airlangga menjalani tapa brata di puncak gunung yang dikenal banyak khewan buas dan kerajaan ghaib sehingga lawan pun enggan mengejarnya kesana. Dua tahun kemudian, dia menjelma menjadi sosok kesatria digdaya, konon adalah titisan Sang Hyang Wisnu (Dewata pemelihara perdamaian dan kelestarian alam semesta).
Disuatu waktu Airlangga menyuruh Mpu Bharada – salah seorang penasehatnya untuk membagi Kahuripan menjadi dua wilayah dan diberikan kepada ke-2 anak laki-laki mereka. Adapun pembagiannya, Jenggala (Sidoarjo, Jawa Timur – sekarang) diberikan kepada Mapanji Garasakan dan Panjalu/Kadhri/Kadhiri (Kediri, Jawa Timur – sekarang) diberikan kepada Sri Samarawijaya. Tentunya pembagian ini menimbulkan pro-kontra sehingga membuat rakyat ‘kebingungan karena terpecah-belah, namun mereka harus taat kepada titah Raja Airlangga.
Sementara, putri Mahkota dari Raja Airlangga – Ratu Galuh Sekar Kedhaton, yang bernama Sanggramawijaya Dharmaprasada Utunggadewi , tidak ingin ikut dalam masalah kerajaan, sehingga dia demikian dicintai rakyatnya. Dia dan pemujanya lebih memilih untuk ‘mengasingkan diri dari kehidupan duniawi, mengikuti ayahanda, yaitu bertapa dari satu tempat ke tempat lain. Terakhir, dia menetap di puncak Gunung Pucangan setelah ayahanda (Airlangga) wafat tahun 1049 Masehi. Putri cantik itu kemudian dikenal dengan nama DEWI KILI SUCI.
(Red-01/Foto.ist)
-BERSAMBUNG-
Sebelumnya,
1 Trackback / Pingback