
Yth Presiden Jokowi, Kejati Riau & Kapolda Riau: “BOLEHKAH DI HUTAN SUMPU KAB. KUANSING RIAU DITANAMI SAWIT !?”
Koranjokowi.com.Kuansing, Riau : Tiga tahun pasca Pilpres 2014, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Inpres No.6 Tahun 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Dan khusus kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Presiden Jokowi menginstruksikan: ayat.(a). Melanjutkan penundaan terhadap penerbitan izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi yang meliputi hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa atau tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian lzin Baru;
Memang tidak ada disana klausal tentang Inpres bahwa Hutan Produksi Terbatas (HPT) tidak boleh ditanami Kelapa sawit atau dijadikan perkebunan kelapa sawit. Ahahaha…
Maka kami agak malas jika harus bicara tentang kawasan hutan di Kuansing yang mengalami kerusakan dan dikuasai perorangan & koorporasi karena ditanami kebun sawit secara ‘serampangan khususnya dalam kawasan hutan, termasuk di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Sumpu, Desa Sumpu, Kec. Hulu Kuantan , Kab. Kuansing Riau yang luasnya > 52.374 hektar
Karena pastinya akan menjadi hubungan yang kurang baik dengan teman teman di UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kuantan Singingi (Kuansing) Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Riau,
Namun apa lacur, hari ini (3/8) saya dihubungi oleh Tokoh masyarakat sekitar hutan tersebut initial ‘S’ , ‘D’ & ‘H’ , yang mengatakan bahwa sampai saat ini PT.MRK memang menguasai lebih dari > 6000 hektar HPT Sumpu dengan membuka kebun kelapa sawit, bahkan tokoh masyarakat ini pun memberikan nama nama oknumnya yaitu ; Initial ‘MRK, CDR, YDR, IC dsb.
Masih kata tokoh masyarakat, hutan itu statusnya Tanah ulayat. Upaya membenturkan antar warga pun sudah tercium lama salah satunya ada beberapa warga yang ‘dibukakan lahan untuk tanam sawit , juga ada berupa koperasi dsb. Nanti saat panen sawit itu, ada jual beli sawit dengan perusahaan itu.
KoranJokowi.com teringat tentang kasus terbakarnya Kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh Kuansing, Riau tahun 2019 lalu, dimana semua pihak kemudian saling tuding, saling membenarkan dan saling menyalahkan atas terbakarnya hutan seluas> 20 hektar dari total 82.000 hektar. Hutan itu pun masuk dalam kelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Lindung Kuantan Singingi Selatan.
Kesimpulannya?, KHL Bukit Betabuh itu khususnya di area yang terbakar adalah lahan/perkebunan kelapa sawit, kami tidak paham apakah itu ilegal atau legal. Yang jelas itu pun menjadi kontroversi sesudahnya, entah dibuat sedemikian rupa atau bagaimana, ada pengakuan lagi dari masyarakat jika KHL itu adalah tanah ulayat.
Jika hutan Sumpu itu memang HPT maka itu ada aturan dan amanah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, HPT memiliki nilai 125—174. Dimana disana ditegaskan bahwa HPT hanya menanam jenis Pinus Merkusil, Cemara, Kapuk, Sengon, Karet dan Gaharu, Jadi tidak ada ditulis Sawit !
Agh sudahlah, kita kembali ke HPT Sumpu.
Hal lain disampaikan warga initial ‘W’, bahwa tahun 2019 lalu Gubernur Riau telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan atau Lahan Secara Ilegal , bahkan mereka sudah ke Kabupaten Kuansing. “Iya mereka mendata seluruh lahan perkebunan yang diduga ilegal baik yang dikuasai perorangan, cukong hingga koorporasi. Tapi kita tidak tahu bagaimana akhirnya, apakah perusahaan ilegal seperti PT.MRK juga terlibat atau tidak, karena sampai siang ini warga masih melihat ada penebangan pohon sawit disana”
Waduh !
Untuk hal ini kami pun menghubungi UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kuantan Singingi untuk meneruskan ‘amanah’ para tokoh masyarakat itu. “Ya seperti itu, namun PT.MRK itu bukanlah perusahaan perkebunan melainkan perusahaan pupuk dan tidak ada legalitas di Kuansing”, demikian jawaban yang kami terima.
Hal ini kemudian kami sampaikan pula kepada para tokoh masyarakat, dan inilah tanggapan para tokoh masyarakat, “PT.MRK itu memang bukan perusahaan perkebunan, tapi bagaimana bisa menguasai lebih dari 6.000 hektar, dan semua tutup mata. Memang pupuk apa yang dihasilkan?, yang dijual itu bukan pupuk tetapi kelapa sawit ke pabrik- pabrik di Kuansing”
Diluar soal ini, entah ada hubungannya atau tidak. Kami masih ingat saat Kajati Riau (2019-, Dr Mia Amiati, SH, MH (yang kemudian digantikan Dr Jaja Subagja SH MH) – kepada pers kerap mengatakan, “… Bawa golok saja hanya numpang lewat dalam kawasan hutan itu sudah melanggar, apalagi menebang kayu, ancaman hukumannya bisa 12 tahun,”
Nah bagaimana jadinya jika HPT itu ditanam Sawit kemudian banyak truk yang hilir mudik disana dan puluhan pekerja/petani membawa golok juga ?
(Red-01/RWD/Foto.ist/illustrasi)
1 Trackback / Pingback