Melawan Lupa – (26),
PASUKAN TERATE DIANTARA BUNG KARNO , SRI SULTAN HB IX & MAYJEN MOESTOPO
KoranJokowi.com, Bandung : Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX (SSHB IX) dan Sri Paku Alam VIII mengirimkan telegram ucapan selamat kepada Ir.Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat atas kemerdekaan Indonesia.
Sri Sultan HB IX & Sri Pakoe Alam VIII
Pada tanggal 20 Agustus 1945, dikirimkan lagi telegram oleh SSHB IX sebagai Ketua Badan Kebaktian Rakyat (Hokokai) Yogyakarta dan menegaskan bahwa Yogyakarta “sanggup berdiri di belakang pimpinan” yang juga diikuti oleh Sri Paku Alam VIII. Peristiwa ini menjadikan Yogyakarta sebagai kerajaan di Indonesia pertama yang bergabung dengan Republik Indonesia.
Just Remind : Hari Senin Pon, 18 Maret 1940, beliau dinobatkan sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibja Radja Putra Narendra Mataram dan dilanjutkan penobatan beliau sebagai Raja dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kandjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah Kaping IX (SSHB IX)
Tgl. 5 September 1945, Sultan mengeluarkan amanat posisi Yogyakarta sebagai daerah istimewa dengan Sultan sebagai pemimpinnya yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Paku Alam VIII menyatakan amanat juga setelahnya atas Kadipaten Pakualaman dan menjadi wakil pemimpin Yogyakarta. Amanat ini diterima dengan baik oleh pemerintah pusat yang ditandai dengan tibanya Mr. Sartono dan Mr. A.A. Maramis di Yogyakarta sebagai perwakilan pemerintah pusat untuk menyerahkan piagam penetapan kedudukan Yogyakarta. Piagam ini ditandatangani Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945, sehari setelah telegram dari Yogyakarta tiba, dan menandakan bahwa Yogyakarta telah menjadi bagian Indonesia.
Ia kemudian membentuk Laskar Rakyat Mataram, yang kemudian dikenal dengan sebutan Tentara Rakyat Mataram, dari laskar-laskar ini. Sri Sultan menjadi panglimanya sementara Selo Soemardjan menjadi kepala stafnya
Dalam persiapan 3 Januari 1946,dimana Ibu Kota Republik Indonesia dari Jakarta dipindahkan ke Yogyakarta Pemindahan ini pastinya dilakukan dengan alasan keamanan dari Presiden Soekarno sendiri.
Untuk kebutuhan pemerintahan RI, atas saran beliau banyak gedung di Yogyakarta dijadikan kantor-kantor pemerintah. Salah satunya adalah Gedung Agung menjadi Kantor Presiden yang hingga saat ini masih menjadi Istana Presiden Indonesia. Selama Yogyakarta menjadi ibu kota, Sultan Hamengkubuwana membantu pendanaan operasional pemerintahan RI.
Selama Yogyakarta menjadi ibu kota, Sri Sultan HB IX banyak melakukan reformasi. Ia menetapkan seluruh bisnis resmi dilakukan dengan bahasa Indonesia, bukan lagi bahasa Jawa. Ia memberikan sebagian keraton untuk digunakan Universitas Gadjah Mada (UGM), juga menghibahkan lahan di Bulaksumur yang menjadi kampus UGM saat ini. Ia dinilai berhasil mengantisipasi adanya revolusi—seperti yang terjadi di Surakarta dan daerah lainnya.
Ketenangan dan kenyamanan Presiden Sukarno memimpin negara dari Yogja adalah prioritas, Dan yang paling tersibuk saat itu pastinya adalah Sri Sultan Hamengkubuwno IX (Gusti Raden Mas Dorodjatun) , tidak terhitung berapa puluh kali beliau rapat dengan Mayjend Moestopo (Saat itu masih Kolonel, Panglima Pasukan Penggempur – Stoot Divisi / Penasehat Jend Soedirman)… untuk hal ini, khususnya rencana pembentukan pasukan pengamanan dengan waktu yang singkat. Hal lainnya karena tidak ada anggaran untuk itu.
Maka para ‘kupu kupu malam, copet, maling , mafia, dsb pun dikumpulkan , baik dari Yogja dan daerah lainnya , … diseleksi dan dilatih ilmu perang, kelak mereka semua itu akan diterjunkan ke daerah-daerah milik Belanda dengan berbagai tujuan dan strategi.
Yang kemudian lahirlah
PASUKAN TERATE – TENTARA RAHASIA TERTINGGI .
Namun niat baik tidak selamanya berjalan mulus, seiring waktu, karena diantara BM & BWP ada juga yang kemudian ‘nyeleneh mereka bergerak sendiri, untuk BM tidak sedikit karena alasan perut mereka pun menyantroni rumah rumah warga , Ahahahah. Juga dengan BWP, mereka juga tetap operasional di intern tentara kita, itu semua karena soal ‘perut, maklum negara saat itu tidak mampu membayar mereka. Hukum Suply & Demand, ahahaha.
Yang jelas aksi aksi BM & BWP banyak membuat prajurit Belanda shock karena gerakan mereka demikian senyap, moral prajurit Belanda kocar – kacir khususnya mereka yang terkena ‘sipilis.
alm.Mayjend TNI Moestopo
Kelakuan oknum nakal pun dialami oleh Kolonel Moestopo, beberapa kali pakaiannya raib dari markas, beliau tidak pernah marah, namun saat ada beberapa oknum prajuritnya yang terkena ‘sipilis, pasti sebaliknya. Biasanya setelah ‘ditempeleng, prajurit itu di karantina hingga sembuh. Ahahahah..
Memang para PASUKAN TERATE ini berasal dari latar belakang yang bisa dianggap gelap. Namun mereka pernah berjasa bagi NKRI. Dan tercatat dengan tinta emas, titik !
Alfatihah untuk Sri Sultan HB IX , Mayjen TNI Moestopo, Para BM & BWP,
semoga Surga adalah tempatnya, Aamiin YRA..
(Red-01/Foto.ist)
Lainnya,
Melawan Lupa – (25), ” SEMERU & SOE HOK GIE, SEMOGA KALIAN TETAP DAMAI DISANA ” – KORAN JOKOWI
5 Trackbacks / Pingbacks