
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (23),
“HUT KEMERDEKAAN RI KE- 77 TAHUN DAN PERTUNJUKAN KETOPRAK ?”
Koranjokowi.com, Jakarta, Opini :
(Kalau pun agak sedikit terlambat menyampaikan tiada apalah, ini kisah saat Penulis diundang menghadiri upacara HUT Kemerdekaan RI ke-77 di Istana Merdeka waktu lalu dan hadir di temani Syahandra cucu penulis dan mengikuti acara sampai selesai. Apapun karya penulis dalam kolom Diary ini akan selalu menarik bagi kami Relawan Jokowi / Koranjokowi.com. Sebagai pencerahan, sudut pandang berbeda bagaimana mencintai Pancasila & NKRI. Dan sekaligus permohonan maaf untuk Om Guntur / Mas Tok, jika ada sedikit ‘editing, ini hanya kepentingan redaksi saja, nuhun)
HUT yang diadakan sejak pagi itu boleh dikata berlangsung khidmat dan rileks karena tidak terlalu dihantui oleh pandemi setan siluman Covid-19 yang kondisinya saat ini melandai walaupun tetap wajib swab PCR sehari sebelumnya. Terbukti sebagian para hadirin tidak memakai topeng wajah alias masker, disamping itu acaranya banyak di isi lagu-lagu dengan iringan orkestra dengan sound system yang prima. Juga fly pass Jet Tempur dan Helikopter berformasi sangat indah di udara. Benar-benar suguhan yang sangat menarik untuk seluruh hadirin.
Belum lagi para tamu undangan yang hadir mengenakan pakaian adat berbagai daerah Indonesia termasuk Presiden dan Ibu Negara yang menggunakan busana adat Dolomani dari Buton.
Penulis dan cucunda hanya mengenakan busana sipil lengkap yang membuat tubuh kepanasan dan keringat mengucur deras apalagi cuaca sangat cerah tanpa ada angin yang bertiup sehingga sang saka merah putih tidak dapat berkibar megah. Namun semua berjalan khidmat dan sakral.
Sebagaimana biasa Penulis mengambil foto-foto dokumenter dengan menggunakan kamera Olympus OM-D E-M10III, khususnya memotret para undangan-undangan yang wajahnya aduhai. Setelah acara utama rampung sebelum Presiden dan Ibu Negara meninggalkan tempat upacara seorang penyanyi cilik muncul dengan irama Campursari membawakan lagu “Ojo dibandingke”.
Dengan suaranya yang melengking tinggi membuat seluruh hadirin tubuhnya bergoyang berjoget mengikuti irama tersebut. Bahkan sebagian undangan-undangan VVIP turut turun tangga serta ikut berjoget di samping sang penyanyi cilik tadi yang bernama Farel Prayoga.
Dari tempat duduk penulis dapat melihat jelas ada Menhan Prabowo Subianto, Menkeu Sri Mulyani juga KASAD Dudung Abdurachman, musisi Addie MS asyik berjoget mengikuti irama. Walaupun tidak turun ke bawah Presiden Jokowi beserta ibu negara Iriana penulis lihat turut berjoget di tempat. Sebagai penggemar musik sebenarnya penulis ingin turut berjoget juga akan tetapi niat tersebut penulis urungkan mengingat penulis sudah bersimbah peluh karena kepanasan. Usai acara dadakan tersebut dalam perjalanan pulang ke rumah penulis berpikir begitu kuatnya daya magnet bocah Farel mempengaruhi para tamu undangan benar-benar mengagumkan sehingga membuat seluruh hadirin seakan-akan “lupa diri” dan spontan turut berjoget. Acungan jempol untuk kemampuan Farel dalam penampilannya yang memukau. Belum tentu penyanyi-penyanyi kondang kita bahkan para Diva-Diva panggung kita dapat beraksi seperti yang dilakukan oleh Farel.
Namun demikian kesuksesan Farel tersebut ternyata juga mendatangkan kritik-kritik tajam dari kalangan-kalangan yang dari sananya memang sudah berseberangan dengan pemikiran Presiden Jokowi.
Beberapa kritik-kritik yang perlu diperhatikan
Rupanya adanya acara joget-berjoget di halaman Istana Merdeka tadi menuai kritik dari berbagai kalangan yang secara politik berseberangan dengan pemerintahan Presiden Jokowi.
Menurut mereka tidak seharusnya acara sakral peringatan Hari Kemerdekaan RI diakhiri dengan acara-acara joget berjamaah seperti yang telah terjadi. Mereka juga mempermasalahkan busana yang dikenakan baik oleh Presiden dan Ibu Negara serta tamu-tamu yang lain yaitu pakaian adat daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Secara menyeluruh mereka mengatakan peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-77 merupakan acara pertunjukan Ketoprak layaknya yang menjatuhkan martabat pemerintah di mata khalayak ramai bahkan dunia karena acara tersebut dihadiri oleh Duta Besar-Duta Besar negara-negara sahabat yang berada di Jakarta, menurut mereka acara peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-77 benar-benar mempermalukan bangsa dan rakyat Indonesia.
Penulis yang kala itu hadir langsung pada acara peringatan tersebut memang merasa agak serba salah karena di satu pihak merasa gembira sebagai pemain band namun di lain pihak merasa ada kejanggalan di dalam peringatan tersebut, apalagi bila ditinjau dari sudut sosial politik. Rasanya ada suguhan acara yang kurang kena di hati.
Perbandingan dengan HUT Kemerdekaan di masa Orde Dasar (1960)
Di era kepemimpinan Bung Karno biasanya acara HUT Kemerdekaan ber-urutan sebagai berikut:
-Penghormatan kepada Inspektur upacara sebagai Presiden Panglima Tertinggi dan Pemimpin Besar Revolusi.
-Jam 10.00 detik-detik Proklamasi, dentuman Meriam sebanyak 17x, suara sirine dan pemukulan bedug di seluruhMasjid di Nusantara.
-Pembacaan teks proklamasi.Pembacaan doa oleh Menteri Agama.
-Upacara pengibaran bendera pusaka oleh Paskibraka di tiang 17 Istana Merdeka.
-Pidato kenegaraan Presiden, Pemimpin Besar Revolusi kepada seluruh bangsa dan rakyat Indonesia
-Pawai alegoris (pawai akbar) dari ABRI dan kelompok-kelompok masyarakat, pemuda, buruh, tani, wanita dan lain-lain.
-Upacara pagi hari selesai
Busana yang dikenakan baik oleh Presiden, Petinggi Negara dan seluruh hadirin adalah sipil lengkap berdasi serta tidak terdapat busana adat sebagaimana di era reformasi saat ini.
Sedangkan sore hari adalah acara penurunan Bendera Pusaka dan dilanjutkan dengan Aubade ribuan murid-murid sekolah menengah dan atas. Sebagai konduktor adalah R.A.J Soedjasmin dari Kepolisian Republik Indonesia. Malam harinya diadakan pertunjukan kesenian dari seluruh daerah Indonesia dan dihadiri oleh undangan undangan VIP dan VVIP bertempat di halaman Tengah diantara Istana Merdeka dan Istana Negara.
Suguhan yang spektakuler adalah tari Kecak Bali yang dibawakan oleh + 700 pemudi-pemudi Sekolah Menengah Atas dari seluruh Jakarta.
Di era Orde Dasar tidak ada acara berjoget ala Farel Prayoga namun demikian bukan berarti acara HUT kemerdekaan tidak ada acara joget-jogetan nya. Biasanya pada tanggal 18 Agustus malam Bung Karno menyelenggarakan State Dinner (Makan Malam Kenegaraan) terutama bila ada tamu agung dari luar negeri datang seperti Presiden Uni Soviet Woroshilov juga Pemimpin Revolusi Vietnam Ho Chi Minh dan lain-lain.
Setelah jamuan Kenegaraan usai acara dilanjutkan dengan acara bebas menari Lenso yang diikuti oleh seluruh tamu yang hadir serta diiringi oleh band khusus yang dibentuk oleh Komandan DKP (Detasemen Kawal Pribadi) Mangil Martowidjojo. Band tersebut diberi nama band ABS (Asal Bapak Senang). Band ini anggota-anggotanya terdiri dari anggota-anggota Brimob DKP dan harus dapat manggung di setiap “cuaca” termasuk bila Bung Karno sedang berada di suatu tempat dan hadir secara incognito bila Bung Karno ingin menyanyi dan berjoget-Lenso tanpa alat-alat band pun mereka harus siap mengiringi dengan menggunakan alat-alat dapur yang tersedia. Seperti misalnya, Wajan, Piring-Piring, Sendok, Garpu, pendek kata apa saja benda yang dapat ditabuh mengeluarkan bunyi-bunyian.
Band ABS ini dipimpin oleh seorang anggota Brimob dari DKP (Detasemen Kawal Pribadi) bernama Iskandar Winata.
Pernah pada suatu acara joget Lenso di ruang Aula Istana Merdeka penulis mengintip dari sela-sela gorden pintu masuk ke Aula dan menyaksikan betapa nikmatnya tamu Istimewa Kosmonot Uni Soviet Adrian Nikolayev ber Lenso berjam-jam dengan partner Titiek Puspa.
Tinjauan secara peraturan hukum dan protokoler
Berhubungan dengan adanya kritikan-kritikan terhadap pemerintah dan Presiden Jokowi seperti yang sudah dibahas di atas penulis mengadakan pertemuan dengan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto. Menurut Ketua Komisi III tersebut secara hukum yang berlaku dan protokol Kenegaraan memang adanya acara jogetan ala Farel Prayoga bahkan juga menggunakan busana adat tidak dibenarkan adanya.
Bila demikian apakah yang sudah terjadi di HUT Kemerdekaan era Reformasi berarti sepenuhnya salah? Dalam hal ini penulis bahkan seluruh kekuatan kaum Patriotik mempunyai pandangan berbeda yaitu seperti apa yang dianjurkan oleh Bung Karno bahwa dalam masalah Kenegaraan tidak dapat setiap hal harus ada dasar hukumnya.
… (mohon buka & ikuti link dibawah ini hingga tuntas, agar kita semakin tahu siapa Bung Karno) …
Apalagi sebuah negara yang masih berada dalam proses revolusinya. Bila semua tindakan dituntut harus ada dasar hukumnya maka negara akan stagnan alias mandek tidak berkembang. Jadi selain pasal hukum negara memerlukan adanya kebijakan atau kearifan (wisdom) dari pengelolanya yaitu pemerintah.
Bung Karno mengutarakan apa dasar hukumnya Proklamasi 17 Agustus 1945; Jawabannya tidak ada, bahkan proklamasi justru suatu tindakan melanggar hukum Kolonial yang dilakukan oleh Proklamator.
Demikian juga pengiriman senjata-senjata untuk FNPA (Front Nasional Pembebasan Aljazair) di tahun 60-an apa landasan hukumnya? Nihil! Disamping melanggar hukum Internasional.
Tindakan itu diambil melalui kearifan Indonesia yang anti kepada Kolonialisme agar Aljazair segera merdeka. Jadi menurut hemat penulis adanya Joget Farel dan busana adat pada HUT Proklamasi RI ke-77 beberapa waktu yang lalu adalah berdasarkan kearifan/kebijakan yang diambil oleh Presiden Jokowi yang dapat dimengerti dan dimaklumi karena adanya jogetan campursari oleh Farel adalah semata untuk mengangkat harkat adanya kebudayaan daerah Indonesia berupa jogetan dengan irama Campursari.
Demikian pula dengan penggunaan busana adat itupun dimaksudkan untuk memperkenalkan budaya daerah Indonesia kepada dunia yang merupakan akar dari kebudayaan Nasional yang harus dipertahankan sepanjang masa. Hal tersebut memang tidak diatur oleh pasal hukum melainkan dengan adanya kearifan Indonesia (Indonesian Wisdom) yang mengharuskan hal tersebut dilaksanakan.
Lalu bagaimana dengan kritikan-kritikan yang ada dari sebagian kalangan masyarakat? Menurut hemat penulis kritikan-kritikan tersebut harus mendapatkan perhatian yang mendalam dari pemerintah untuk dikemudian hari HUT kemerdekaan dapat dilaksanakan dengan lebih hikmat namun tetap meriah.
Oleh sebab itu ayo kita berjoget dan terus berLenso gembira sepanjang masa sesuai kepribadian Indonesia!
Jakarta 10 September 2022
Guntur Soekarno
Pemerhati Sosial
(Red-01/Foto & Video.ist)
Lainnya,
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (22), “PERLUNYA JOKOWI POTONG KOMPAS” – KORAN JOKOWI
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (20), MINYAK GORENG SULIT SALAH SIAPA?
Be the first to comment