
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (28),
” SULITNYA UNDANG-UNDANG PERAMPASAN ASET TERWUJUD “
Koranjokowi.com, OPini :
Di dalam pemerintahan era Orde Dasar, Orde Baru juga Orde Reformasi ternyata pemberantasan korupsi berjalan tersendat-sendat. Apapun organ yang dibuat oleh pemerintah untuk menghilangkan korupsi ternyata tidak mampu untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Biasanya yang dapat dihilangkan adalah korupsi-korupsi dari para koruptor kelas Teri. Untuk koruptor kelas Kakap apalagi koruptor-koruptor kelas Ikan Paus benar-benar kebal hukum dan tidak dapat diberantas.
Di seluruh negara-negara manapun di dunia ini masalah korupsi masih menjadi topik yang utama karena ternyata belum ada satu negarapun yang berhasil meraih Zero Corruption. Di dunia ini belum ada satu negarapun yang bersih dari korupsi. Menurut Bung Karno ada tiga hal di dunia ini yang tidak mungkin diberantas atau dihilangkan sama sekali yaitu: Judi , Prostitusi dan Korupsi
Tiga hal tersebut diatas hanya dapat diminimalisir sekecil mungkin keberadaannya. Di era kepemimpinan Bung Karno dibentuk Panitia Retooling Aparatur Negara yang dipimpin oleh Jenderal A.H. Nasution yang tugasnya antara lain memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Ternyata hasilnya tidak dapat memberantas korupsi sampai tuntas. Di era Orde Baru setali tiga uang, apalagi di zaman itu korupsi benar-benar merajalela karena sudah merambah ke mana-mana sulit untuk diberantas. Hal tersebut penulis merujuk kepada pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD baru-baru ini di berbagai stasiun TV Nasional.
Berpegang kepada pendapat Bung Karno korupsi tidak ada sangkut pautnya kepada masalah materi melainkan menyangkut masalah psikologi seseorang. Pendek kata berakar kepada masalah kejiwaan seseorang, tidak peduli apa jabatannya dan kedudukannya di masyarakat. Walaupun sudah ada Undang-Undang Hukuman Mati bagi seorang koruptor ternyata hal tersebut tidak mengurangi adanya kasus-kasus korupsi di suatu negara termasuk Indonesia.
Walaupun saat ini kita sudah mempunyai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terbukti tindak korupsi masih saja marak di berbagai kalangan termasuk di dalamnya para pejabat-pejabat pemerintahan. Salah satu usaha pemerintah untuk mengeliminir tindak pidana korupsi diadakanlah Rencana Undang-Undang Perampasan Aset (RUUPA) kaum koruptor yang ternyata lebih dari 10 tahun diusahakan pengesahannya oleh DPR selalu gagal.
Terlalu banyak hal-hal sepele yang oleh partai-partai politik diminta agar masuk ke dalam Rencana Undang-Undang tersebut. Sampai dengan artikel ini ditulis ternyata RUUPA belum juga disahkan oleh pihak Legislatif. Integritas pemerintah saat ini benar-benar sedang diuji sampai sejauh mana “gigi” pemerintah dapat merealisasikan RUUPA ini sebagai salah satu senjata untuk meredam banyaknya tindak pidana korupsi terutama di kalangan internal penguasa.
Salah satu contoh kasus terkini adalah kasus Walikota Bandung-Jawa Barat, Yana Mulyana yang dicurigai melakukan politik transaksional dan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Akibat hal tersebut diatas terseret juga sembilan pejabat-pejabat dibawah yang bersangkutan yang ditangkap juga oleh KPK. Ironisnya walaupun nantinya yang bersangkutan terbukti secara hukum, lembaga penegak hukum khususnya KPK tidak mungkin menyita aset-aset milik yang bersangkutan, apakah itu berupa benda-benda bergerak maupun tidak bergerak karena RUUPA belum juga disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR.
Menurut hemat penulis kemacetan pengesahan tersebut dikarenakan ada juga anggota-anggota terhormat di DPR yang melakukan korupsi serta melakukan politik transaksional.
Resep Bung Karno Mengeliminir Kasus Korupsi
Sejak jauh hari sebelum Bung Karno sebagai Kepala Negara membentuk panitia Retooling Aparatur Negara di era tahun 1959 Ia sudah memperingatkan bahwa korupsi tidak dapat diberantas 100% melainkan ditekan sedemikian rupa agar menjadi minimal. Nyatanya panitia Retooling tersebut yang dipimpin oleh Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil dengan baik mengeliminir korupsi namun tidak berhasil memberantasnya hingga Zero Corruption.
Bahkan Ketua Pembina Jiwa Revolusi, mantan Menteri Luar Negeri – Ruslan Abdul Gani sempat akan ditangkap karena disinyalir melakukan korupsi namun berkat kesigapan Staf Kepresidenan Dr. Ruslan Abdul Gani dapat dibuktikan bersih dari tindak pidana korupsi dan ternyata hal tersebut terjadi karena menyangkut manuver politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan kontra revolusioner yang dilakukan oleh pentolan-pentolan ex Partai Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang menjadi pendukung pemberontakan PRRI dan Permesta di daerah Sumatera Barat dan Manado. Mereka mengincar Ketua Dewan Pembina Jiwa Revolusi tersebut karena yang bersangkutan mendapat tugas utama dari Presiden Pemimpin Besar Revolusi untuk melakukan indoktrinasi Nation and Character Building di sekujur tubuh bangsa.
Hasil positif dari indoktrinasi pembangunan watak dan jiwa bangsa tersebut ternyata telah membuat mayoritas bangsa dan masyarakat Indonesia secara psikologis menjadi sadar politik dan sangat anti korupsi. Sayangnya sejak ada Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Asli Revolusi 1945 hingga 4 kali yang memberi celah masuknya ideologi Trans Nasional yang sifatnya Liberal Kapitalistik termasuk juga merembesnya ajaran Islam Khilafah kedalam sementara umat Islam Ortodoks di Indonesia membuat indoktrinasi tersebut terhenti.
Demokrasi terpimpin sirna dan berubah menjadi demokrasi Liberal dengan prinsip 50% + 1 suara. Disamping itu berlaku juga HAM (Hak Asasi Manusia) type Barat yang sifatnya sangat individualistis sehingga di beberapa negara di legalkan, pernikahan sesama jenis, pergaulan seks bebas bahkan juga Euthanasia yaitu bunuh diri yang diketahui oleh dokter dan syah secara hukum.
Hal tersebut diatas nyata-nyata bertentangan dengan kalam Ilahi dan Sunnah Rasul serta tidak berlaku di negara-negara yang mayoritasnya beragama Islam seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak di bawah kepemimpinan Saddam Husein juga Iran di bawah kepemimpinan Presiden Hassan Rouhani yang bahkan menilai ideologi barat sudah dalam keadaan “bangkrut” sehingga tidak perlu diikuti.
Indonesia saat ini sadar atau tidak sadar memberlakukan sistem demokrasi liberal barat yang nyatanya sudah bangkrut. Sehingga terjadilah ekses-ekses dalam bentuk tindak pidana korupsi diiringi macetnya pengesahan RUUPA ini. Kemacetan lebih dari 10 tahun tersebut telah membuat Presiden Jokowi harus turun tangan dan mendesak seluruh kalangan terkait agar segera mempercepat pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset tersebut dengan harapan dapat memberikan efek jera tambahan selain adanya peraturan-peraturan yang sudah berlaku/berjalan.
Sehubungan hal tersebut di atas penulis sebagai eksponen kaum Patriotik Sukarnois sangat berharap agar seluruh potensi kaum patriotik Sukarnois yang bergabung di dalam front persatuan patriotik Indonesia dan terdiri dari eksponen-eksponen partai-partai politik, eksponen Pemuda, Mahasiswa bahkan para seniman-seniman, Budayawan pendek kata secara keseluruhan tanpa kecuali hendaknya turut berjuang agar RUUPA dapat segera disahkan menjadi undang-undang agar tindak pidana korupsi dapat tereliminasi secara maksimal sesuai dengan harapan seluruh bangsa dan rakyat Indonesia.
“Dharma Eva Hato Hanti”
Bersatu kita kuat kita kuat karena bersatu!
Jakarta, 4 Mei 2023
Guntur Soekarno
Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI/Pengamat Sosial
(Red-01/Foto.ist)
Lainnya,
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (27), “DAPATKAH DUA RAJAWALI TERBANG BERSAMA?”
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (27), “DAPATKAH DUA RAJAWALI TERBANG BERSAMA?” Koranjokowi.com, OPini: Mendekati pilpres 2024 bertambah hari bertambah bermunculan pendapat-pendapat, komentar-komentar juga suara-suara yang bermunculan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa ini. Apalagi Ketua […]
Be the first to comment