KORAN JOKOWI.COM KANGEN BUNG KARNO DAN ALI SADIKIN  – (2): (CERITERA 3 LAKI – LAKI INDONESIA: ALI SADIKIN, KH. BUYA HAMKA & KH.M.NATSIR. WAITRESS CANTIK HINGGA BANJIR BANDANG JALAN PASTEUR BANDUNG)

KORAN JOKOWI.COM KANGEN BUNG KARNO DAN ALI SADIKIN  – (2): (CERITERA 3 LAKI – LAKI INDONESIA: ALI SADIKIN, KH. BUYA HAMKA & KH.M.NATSIR. WAITRESS CANTIK HINGGA BANJIR BANDANG JALAN PASTEUR BANDUNG)

KoranJokowi.com, Bandung : IMAJINER, Dalam kehidupan saya pribadi, banyak saya mengenal laki – laki keras dalam memperjuangkan prinsip, ketauladan, jati-diri, pekerjaannya. Setelah ayah saya pastinya, Alm.HMU. Suwendi, FLMI, FSAI, MBA. Ada alm.Ir. Sukarno, alm. Ir.Hatta , KH. Agus Salim, alm. Pangbes Jend. Sudirman, alm.KH. Buya Hamka, alm.Gus Dur, alm.Letjen. Ibrahim Adjie, alm.Jenderal R. Umar Wirahadikusuma,   Ir. H. Joko Widodo, alm. Yaser Arafat (PLO), alm. Otista, Moch. Toha, BTP ‘ Ahok, dsb. Serta kumpulan laki  – laki seperti Slank, dsb banyak memberikan inspirasi dalam perjalanan hidup semua laki – laki di Indonesia. ‘Al-fatihah…

Seperti edisi sebelumnya, kali ini kita masih bicara tentang Letnan Jenderal (Marinir) H. Ali Sadikin Gubernur Jakarta (1966-1977), beliau yang akrab dipanggil ‘Bang Ali, kalau pun kelahiran tanah pasundan (Sumedang) ini memang sosok gubernur yang keras dan tegas. KH.Buya Hamka pun mengakui itu, dan kalau pun mereka berselisih pandangan membangun ibukota Jakarta namun mereka tetap berteman, bahkan Bang Ali menganggapnya sebagai ‘guru bijak. Bagaimana pun tajamnya perbedaan pandangan di antara mereka, pintu dialog dan silahturahmi tetap terjaga.

Sebagaimana di edisi sebelumnya, diceritakan saya berbicara langsung dengan Bang Ali disebuah Resto sederhana pojokan jalan Pasteur Bandung . Jika edisi lalu kami berada di lantai 2 resto ini, kali ini beliau mengajak out-door resto, apalagi gerimis mulai sirna.

Belum juga kami duduk , 2 orang waitress menghampiri menanyakan menu yang akan dipesan sekaligus mengingatkan jika hujan tiba lagi kami dipersilahkan pindah ke Lounge room. Bang Ali, meminta ke-2 wanita indo ini untuk duduk diantara kami. Namanya Blondie & Angel.

 

Dari pembiicaraan saya paham jika ke-2 gadis Australia dan AS  ini adalah mahasiswa perhotelan di Bandung yang sedang magang disini. Bang Ali melalui mereka memanggil owner atau GM yang ada, mereka pun dinasehati agar mengganti pakaian ke-2 waitress itu dengan pakaian khas sunda. “INI INDONESIA, INI TANAH SUNDA. GANTI PAKAIAN MEREKA”, ke-3 nya manggut manggut dan pamit. “Mereka itu pastinya akan lebih bangga dengan pakaian khas sunda, bukan seperti yang begitu. Kita yang suka lupa budaya sendiri”, kata Bang Ali

Saya berdecak kagum, ajudan Bang Ali yang saya tahu namanya ‘Samson itu juga adalah indo-Pakistan, dari jauh mengangkat jempolnya kepada saya, kami pun berlanjut ceritera. Khususnya tentang sosok KH.Buya Hamka dimata Bang ali.

“Sekitar tahun 1973, ada dua-tiga kali Buya Hamka menulis kritik dan usul di surat kabar yang dialamatkan kepada saya. Ditulisnya mengenai judi dan soal kuburan serta usulnya agar tempat WTS (wanita tuna susila) disisihkan.

 

“Membaca tulisannya itu saya meneleponnya, dan mengundangnya, jika tidak keberatan, untuk bertemu dengan saya. Maka Buya datang menemui saya. Lalu kami bertukar pikiran. Dan saya menerima usulnya mengenai WTS itu.

“Saya rasakan, Buya itu selalu arif dan bijaksana. Kalau bicara dengannya terasa enak. Selalu beliau memberikan bahan-bahan pemikiran kepada saya. Pembicaraan kami dengannya selalu produktif. Beliau tidak pernah bicara di depan saya, bahwa ‘ini tidak benar, ini salah’, melainkan memberikan pemikiran-pemikiran secara langsung.”

Buya Hamka sendiri menyebut Gubernur Ali Sadikin sebagai “orang yang paling tahan dikritik, sangat spontan, terbuka, terus terang, tidak birokratis, dan tidak munafik. Dan hal itu membuat rakyat Jakarta bersimpati kepadanya.”

“Selain alm.KH. Buya Hamka , Laki – laki lain yang kerap bersiteru dengan saya adalah yth alm.KH.M.Natsir, beliau itu laki – laki yang teguh kepada prinsipnya.Kesahajaan senantiasa ditemui pada diri beliau, Tiga kali menjadi menteri penerangan dan sekali menjabat perdana menteri, ternyata tak membuat beliau silau terhadap kekayaan maupun fasilitas mewah. Saya bangga kepada beliau, cendikiawan, ulama yang sederhana bahkan tidak aneh baju yang dikenakannya saat menjabat sebagai menteri adalah jas yang penuh tambalan. Namun tidak kemudian mengurangi kemuliaannya, beliau demikian dihormat dan disegani banyak orang, termasuk oleh Presiden Sukarno”, kata Bang Ali.

 

Kebanggaan dan keharuan saya lainnya, masih kata Bang Ali. Lelaki kelahiran Alahan Panjang, Sumatra Barat, 17 Juli 1908 itu kalau pun telah menjabat sebagai Perdana Menteri sekitar September 1950, ia masih  tinggal di sebuah gang hingga seseorang menghadiahkan sebuah rumah di Jalan Jawa (kini Jalan H.O.S. Cokroaminoto), Jakarta Pusat., ini juga menolak hadiah mobil Chevy Impala dari seorang cukong. Tidak heran atas kesederhanaannya ini beliau kerap pulang dari Istana dengan membonceng sepeda sopirnya.

“Memang ada masalah apa Abang dengan beliau?”, tanya saya sambil menyeruput teh pahit panas itu, yang ada dipikiran saya saat itu sebetulnya kapan Bang Ali menyruh saya memesan satu gelas kopi. Ahahah.

“Secara pribadi saya tidak ada masalah dengan beliau, namun beliau kan juga berselisih pandangan dengan Bung Karno. Nah saya ini pengagum Bung Karno itu saja, kebawa – bawa saja. Ahahaha”, tawa bang Ali kemudian mempersilahkan saya memesan segelas kopi. ‘Asoy !

Gerimis mulai turun, kami pun pindah ruangan sebagaimana yang diusulkan. “Bukankah tahun 1974, Abang bertemu dengan beliau saat ber-haji lalu?”, tanya saya. “Kamu baru ngopi segelas saja bawelnya sudah bertambah,Ahahaha, iya kami memang bertemu dengan almarhum disana tepatnya di rumah salah satu syeh sambil menikmati teh dan hidangan kambing guling.

Pembicaraan kami cukup hangat. Tak ada lagi sekat emosi seperti yang terjadi di tanah air. Kami berbincang mengenai banyak topik. Pertemuannya ramah tamah dan kelak dilanjutkan di Indonesia. Alhamdulillah perasaan tidak suka yang pernah hinggap pada diri saya terhadap beliau  karena beliau melawan Bung Karno, hilang lenyap dengan pertemuan kami di Mekkah itu.”, papar Bang Ali penggemar Ubi Lembu ini sambil berdiri dan melihat ke jendela dengan dahi berkerut, Baret Ungu-nya dilipat rapih dan diberikan kepada Samson.

“30 menit hujan deras seperti ini, sebentar lagi saya yakin jalan Pasteur ini akan banjir bandang seperti biasa. Jika saja saja saya Gubernur jabar atau Walikota Bandung sudah saya libas lama soal ini, ini pintu utamma keluar masuk kota Bandung kan?, memalukan orang sunda saja”, gumannya.  ‘Waduh ! (Red-01/foto.ist)

-BERSAMBUNG-

 

Previous,

KORAN JOKOWI.COM KANGEN BUNG KARNO DAN ALI SADIKIN, “Cilaka 12 !” – (1)

 

Tentang Koran Jokowi 4105 Articles
MEDIA INDEPENDEN RELAWAN JOKOWI : *Alumni Kongres Relawan Jokowi 2013 (AkarJokowi2013), *Aliansi Wartawan Non-mainstream Indonesia (Alwanmi) & Para Relawan Jokowi Garis Lurus lainnya.

1 Trackback / Pingback

  1. Melawan Lupa - (18), "ORANG SUNDA PIMPIN JAKARTA DENGAN PANCASILA & JADI NAMA JALAN. LENGKAP SUDAH !" - KORAN JOKOWI

Tinggalkan Balasan