Melawan Lupa – (24),
” MEMBEDAH KEPUTUSAN JAJAK PENDAPAT
SETELAH 22 TAHUN “
(Perspektif Kaum Integrasionis Timor Timur)
Basmeri1
..kalau rakyat Hawai ingin bersatu dengan Amerika Serikat yang terpisah oleh
samudera yang luas tidak dianggap aneh, mengapa pula keinginan rakyat Timor Timur untuk
bergabung dengan Indonesia yang hanya dipisahkan oleh suatu garis buatan di darat yang
pernah dibuat oleh orang-orang asing harus dianggap aneh? (Arnaldo dos Reis Araujo) …
Kutipan di atas sebagai pintu masuk melihat kembali keputusan politik presiden
Habibie tentang jajak pendapat Timor Timur (Timtim) yang pada tanggal 27 Januari
2021 lalu genap 22 tahun. Bagi kelompok anti integrasi keputusan ini dianggap berkah
sebaliknya bagi kelompok pro integrasi (Integrasionis) keputusan ini diterima sebagai tragedi
politik.
Tragedi politik eksesif yang menjadi bagian dari sejarah kehidupan kaum
integrasionis hingga waktu tidak terbatas sebab menjadi beban psikologi, sosial dan politik
dalam kehidupan kaum integrasionis. Pemerintah dan sebagian besar masyarakat Indonesia
boleh menganggap persoalan Timtim sebagai masa lalu yang telah terkubur, namun bagi
kaum integrasionis persoalan itu belum selesai. Akibat dari keputusan ini tidak hanya
menyebabkan perubahan batas teritorial dimana Timtim bukan lagi menjadi wilayah NKRI,
tetapi juga menyebabkan pengungsian besar-besaran warga Timtim pro Integrasi ke NTT
dan wilayah lain di Indonesia. Pengungsian besar-besaran ini merupakan wujud kesetiaan
kepada NKRI meski puluhan tahun menjalani hidup dengan segala keterbatasan di
pengungsian.
Pada tataran ini, penulis sebagai bagian dari mereka yang merasakan langsung
dampak eksesif keputusan itu, berupaya melihat kembali persoalan itu dari sudut pandang
warga Timor Timur Pro Integrasi. Kami tidak sebatas melihat ini sebagai suatu kecerobohan
politik masa lalu yang tidak patut berulang. Namun juga mendorong sikap politik para
pemimpin negara ini untuk lebih arif dan bijak di dalam mempertimbangkan sebuah
kebijakan politik penting menyangkut masa depan negara dan bangsa ini.
Seyogyanya para pemimpin negara mendudukan kepentingan negara
dan bangsa sebagai satu kedaulatan politik yang tidak mudah terhempas oleh
tekanan internasional. Persepsi dan sikap politik para pemimpin negara
atas konsepsi NKRI hendaknya selaras
dengan masyarakat umum, sebagaimana amanah konstitusi.
Keselarasan pemikiran dan pemahaman konsepsi NKRI
akan mengikat semua pihak dalam berbicara dan bertindak di ranah nasional maupun fora
Kaum integrasionis, tinggal dan bekerja di Jakarta.
internasional. Sehingga tidak ada perbedaan persepsi dan sikap politik dalam kebijakan dan
tindakan politik di antara pemimpin negara maupun dengan pembantu-pembantunya (baca:
menteri). Berdasarkan pandangan ini, keputusan jajak pendapat menegaskan
ketidakselarasan persepsi dan sikap politik di antara presiden dengan para menteri,
khususnya dengan kementerian luar negeri. Untuk menyoroti permasalah ini dengan
mengambil kasus keputusan jajak pendapat Timor Timur penulis akan membatasi pada (tiga)
hal krusial yg secara secara definitif diabaikan di dalam Keputusan Jajak Pendapat Timor
Timur (selanjutnya disingkat KJPTT).
-BERSAMBUNG-
-Narasumber ‘Some-One’-
-Foto2/ist-
Lainnya,
Melawan Lupa – (23), PRRI BUKAN PEMBERONTAK , MEREKA MENGOREKSI ! – KORAN JOKOWI
1 Trackback / Pingback