
# Melawan Lupa – (6), “SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN IR. H. JOKO WIDODO & EURICO GUTERES”
KoranJokowi.com, Bandung : Pagi ini, Minggu (15/8) , salah seorang Dewan Redaksi KoranJokowi.com – Relawan Jokowi senior & Relawan Covid 19 , initial ‘JAH’ menelepon saya, “Sudah ibadah minggu?”, tanya saya lebih awal. “Sudah kang, di rumah saja dengan keluarga , taat Prokes”, katanya.
Kemudian berlanjut ke titik diskusi bahwa JAH barus saja berkomunikasi dengan salah seorang cucu tokoh pejuang Timor Timur, kemudian initial ‘CUCU’ itu menitipkan pesan berupa SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN IR. H. JOKO WIDODO , berikut kami sampaikan disini:
…
Yang Mulia Joko Widodo
Presiden Republik Indonesia
Saya menulis kepada Bapak mengenai pemberian Bintang Jasa Utama Anda baru-baru ini kepada seorang Pembunuh Massal, Eurico Guterres. Sebagai korban dan penyintas teror menjelang berakhirnya kekuasaan Indonesia di pulau kecil saya, saya terkejut dan jijik dengan keputusan Bapak untuk menghormati orang tersebut di tahun-tahun terakhir Bapak sebagai Presiden yang telah memberikan banyak harapan untuk perubahan.
Saya juga adalah turunan Indonesia Pak, ibu saya berasal dari sisi barat Pulau Timor. Dan agar Bapak tahu, saya bangga dengan garis keturunan Indonesia saya, akan tetapi bukan karena Bapak atau semua orang yang pernah berkuasa yang telah melakukan pembantaian pada paruh saya yang lain, Timor-Leste. Saya bangga bahwa banyak warga sipil normal yang memiliki hati yang lebih besar untuk berdiri dengan kebenaran dalam kemanusiaan mereka terhadap ketidakadilan yang dilakukan terhadap siapa pun. Saya percaya mereka sama terkejut dan malunya seperti saya hari ini dengan keputusan Bapak.
Ada mungkinnya juga melalui surat ini, mengingatkan Anda tentang pembantaian yang telah terjadi di rumah saya sendiri oleh orang yang telah Bapak pilih untuk dihormati hari ini. Sebanyak 12 jenazah berhasil ditemukan dan dipertanggungjawabkan secara resmi, namun sebenarnya ada lebih dari 150 orang tewas di tangan mesin pembunuh yang dibentuk TNI.
Dari 12 orang itu, salah satunya adalah adik bungsu saya sendiri, Manelito Carrascalão. Sayalah yang pergi untuk mengambil tubuhnya dari ruang jenazah, dimana saya berkesempatan melihat kamar mayat yang penuh dengan mayat yang dimutilasi, menumpuk setinggi pinggang saya.
Tubuh saudara saya tidak dalam kondisi yang berbeda dari yang lain. Kepalanya nyaris pisah dari tubuhnya dengan sedikit kulit di lehernya yang menahan, punggungnya terbelah parah, terbuka sedemikian rupa hingga kita bisa melihat organ dalamnya, perutnya dengan luka tembak lainnya.
Dia baru berusia 16 tahun saat itu. Dia ditembak, dan dibacok sampai mati dengan parang oleh setiap milisi memasuki rumah, atas perintah Eurico Guterres. Rumah kami penuh dengan warga sipil yang mengungsi dari desa-desa, dengan meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh Kelompok Milisi di seluruh setengah pulau itu. Mereka adalah warga sipil. Melalui Unit Kejahatan Berat PBB, dilaporkan, rumah saya diserang oleh lebih dari 2000 milisi bersenjata.
Saya ingin bertanya kepada Bapak, kegiatan apa saja yang senang dilakukan oleh putra Bapak ketika dia berusia 16 tahun? Mungkin seperti adik saya, layaknya seorang anak remaja yang sedang berkembang, suka belajar, punya banyak teman, tidak terjun ke politik sama sekali. Adikku tidak pernah mendapat kesempatan untuk pergi lebih dari itu. Pacarnya, seorang gadis dari Bandung, terpaksa melihat pacarnya dibunuh dan mati tepat di depan matanya.
Tidak seperti saya, dia sebagai gadis Jawa yang baik, dia diharuskan diam dalam penderitaannya. Adik saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk menikah dan memiliki anak, apalagi menyelesaikan pendidikannya atau menjadi apapun yang dia inginkan dalam hidup. Saya percaya anak Bapak memiliki semua itu. Bapak memiliki semua itu juga, Pak. Sebuah keluarga.
Keluarga saya diperintahkan untuk dibunuh hingga tujuh generasi. Saya hanya generasi kedua dalam barisan. Saya masih ingat dengan jelas pada pagi hari tanggal 17 April 1999, ketika dalam upacara pengibaran bendera, Eurico Guterres melalui pidatonya yang ditayangkan di RRI (Stasiun Radio Nasional), di mana ia mengatakan dengan jelas agar semua orang yang pro-kemerdekaan dibunuh.
“Bunuh semua keluarga Carrascalão hingga generasi ketujuh. Bunuh Manuel dan Mario Carrascalão” Sebagai balasan dari semua kampanye kebencian ini, tidak satu kata pun, saya pernah mengucapkan kata balas dendam…”
[10.02, 15/8/2021] JAH : Bagaimana komentar untuk ini?
[10.02, 15/8/2021] CUCU : Memang Eurico terlibat dalam kasus pembantaian di rumah si penulis di mana kakaknya menjadi korban. Kejadian tsb terjadi di tahun 1999. Jadi sulit jg untuk membela dia. Dan namanya tercatat di Serious Crime Unit sebagai penjahat Perang. Pemerintah seharusnya memberikan tanda jasa itu kepada yg lebih berhak. Ada pemimpin Politik Pro Integrasi bernama Dominggos Soares yg lebih layak
[10.02, 15/8/2021] CUCU: Ya ini blunder buat (Presiden) Jokowi. Saya salahkan pembisiknya. Jokowi pasti tidak paham soal ini. Kita manusia yang punya nurani. Surat terbuka yang ditulis oleh Putri Carascalao itu fakta. Kalau bagi saya dia itu sebenarnya kriminal yang menggunakan merah putih untuk menutupi kejahatannya. Dia merusak Citra pejuang integrasi. Tapi sayangnya masyarakat Indonesia sudah condong memandang dia sebagai Hero.
[10.02, 15/8/2021] CUCU : Karena kasus kekerasan di timtim tahun 99, Indonesia menjadi sorotan dunia dan dituding melakukan kejahatan kemanusiaan. Beberapa Jenderal namanya keluar sebagai pelaku pelanggaran HAM termasuk para milisi. Untuk menghindari tekanan dunia yang berlebihan maka digelar pengadilan HAM ad hock, pada saat itu tidak satupun Jenderal2 yg dituduh terlibat pelanggaran HAM kena vonis dan hanya Eurico dan Gubernur Abilio.Jadi pemberian penghargaan ini mungkin semacam balas Budi kepadanya karena mau menjadi tameng para jenderal
[10.02, 15/8/2021] CUCU : Hanya satu pertanyaan saya; DISKRIMINASI terhadap warga Pro Integrasi oleh pemerintah Timor Leste saat ini apakah manusiawi?
[10.02, 15/8/2021] JAH : Pemerintah hanya dikelilingi orang yang tidak tepat sehingga pemerintah tidak pernah paham persoalan tim-tim. Jokowi orang yang baik dan pemberian penghargaan tuh pasti atas dasar niat yang baik. Tapi pro kontra atau polemik tidak bisa dihindarkan karena tokoh yang menerima penghargaan ini ‘cacat’ secara hukum dan kemanusiaan. Kita konsisten kita berjuang diatas dasar Kemanusiaan tanpa halalkan segala cara. Peristiwa pembantaian 20 orang lebih di kediaman Carrascalao itu keji sekali, terlepas mereka beda pilihan dengan kita, tapi membunuh rakyat sipil tak berdaya itu kita juga tidak setuju. Kita akan dicap berstandard ganda, disatu sisi mengecam habis kejahatan Fretilin di Aileu di sisi lain mendiamkan kejahatan Eurico. Kita tidak buta dalam berjuang. Kita …
[10.02, 15/8/2021] CUCU: Harus dibuat batasan jelas antara pejuang dan kriminal. Ada yg keluar dari Timor Timur karena prinsip politik nya. Tetapi ada yg lari karena mencari perlindungan bagi kejahatannya. Eurico itu preman berbalut merah putih, dia bukan semakin mengharumkan melainkan semakin membusukan aroma Bangsa. Saya tidak bisa berbicara ini di grup Integrasionis karena sudah banyak orang yang terlanjur percaya dia pejuang. Dan adanya tudingan saya iri atas penghargaan tsb
Ya saya, Cucu dari salah satu tokoh pejuang Timor Timur bergabung dengan Indonesia
[12.15, 15/8/2021] JAH: Tidak semua harus terungkap saat ini. Karena seringkali kebenaran muncul pada waktu yang tepat hingga kebenaran itu tak dapat dipungkiri
[12.15, 15/8/2021] CUCU: Iya saya setuju. Saatnya nanti kebenaran akan terungkap.
‘Amin…..
(Red-01/Foto.ist/Foto.ist)
2 Trackbacks / Pingbacks