SUMBER BENCANA BAGI MASYARAKAT KITARAN KALDERA TOBA – (20), ” PT. TPL PULUHAN TAHUN MERUSAK TATA AIR & IRIGASI PERTANIAN “
Jakarta,November, koranjokowi.com. kalimat terakhir pada bagain ke 19…..Air sumur di Sosor ladang pun tak bisa lagi dkonsumsi, sehingga masyarakat terpaksa harus membeli air galon untuk dimasak dan diminum.
Sekitar tahun 1996 saat masih bernam PT.Inti Indorayon Utama, warga sosor ladang menderita sakit gatal-gatal dikarenakan limbah. Pabrik kala itu masih memproduksi rayon dan limbahnya mencemari air warga. Mereka juga resah akibat limbah cair dan padat yang sesekali dibuang perusahaan ke sungai Asahan pad malam hari. Limbah gs menyebabkan atap rumah pendududk cepat keropos. Setiap minggu sampai sekarang , nursery ( tempat pembibitan atau pembesaran ) TPL sangat massif menggunakan pestisida. Air pestisida dari misting, ( pembasmi-hama dengan cara mengembunkan ) dan air nursery terbuang ke persawahan penduduk. Kematian ikan Mas dan gatal-gatalah akibatnya. Satu lagi, Jalan-jalan yang dilalui truk-truk besar TPL selalu berdebu. Lintasan itu lekas rusak dan korporasi tidak bertangung jawab memperbaikinya.
+ Infrastruktur yang dibangun tidak membuat warga nyaman: Salah satu manfaat yang biasanya dirasakan masyarakat sekitar pabrik adalahadalah fasilitas umum.Nyatanya hal itupun tidajk dinikmati penduduk Sosor Ladang selama ini. Efek menetes kebawah ( trickle-down effect) hampir tidak terjadi disana.
+ Gagal menggerakkan ekonomi lokal :Bukan hanya infrastruktur yang tidak dinikmati masyarakat, pabrik TPL juga tidak berkontribusi untuk memperbaiki dan mnyediakan sarana ekonom di Kawasan ini. Skali lagi,konsep trickle down effect tidak terjadi didaerah ini.
Bagi masyarakat adat dan lokal di dalam dan sekitar konsesi TPL
+ Gagal menciptakan lapangan kerja : Kehadiran perkebunan eukaliptus diareal konsesi TPL, secara umum tidak memberikan lapangan kerja baru yng menguntungkan masyarakat didalam dan sekir konsesi. Pekerjaan yang tersedia di perkebunan ialah Buruh Harian Lepas (BHL).Itupun hampir semua pekerja didatangkan dari luar daerah terutama Jawa dan Nias. Dari puluhan komunitas masyarakat adat yang selama puluhan tahun ini berkonlik dengan TPL dam kemudian bergabung menjadi anggot AMAN Tano Batak, hanya satu (komunitas di Tornauli) yang warganya (20 orang) bekerja sebagai BHL TPL.
Mereka ini mengeluh karena haknya sebagai buruh tidak sebanding lagi dengan kewajiban dan beban pekerjaan yang diberikan perusahaan melalui kontraktor. Praktek yang umum dilakukan TPL di komunitas adat yang melakukan perlawanan terhadap peampasan lahan adat adalah memecah belah melalui pembentukan Kelompok Tani Hutan ( KTH) dengan melibatkan beberapa warga. KTH ini diberi berbagai bantuan, dengan tujuan melemahkan perlawanan masyarakat adat yang menuntut haknya. KTH Yang berasal dari masyarakat adat dan warga dari luar menjadi ujung tombak perusahaan dalam penggerogotan ini.
+ Gagal meningkatkan taraf hidup masyarakat adat: Secara umum kehidupan ekonomi mayarakat adat di kampung-kampung yang berada didalam dan sekitar areal konsesi TPL selama ini tidak menunjukan kemajuan yang berarti.Hasil observasi partisipatif selama ini menunjukkan fakta-fakta turunnya produktifitas lahan pertanian akibat deforestasi dan berbgai bentuk kerusakan lingkungan lainnya yang menurunkqn fungsi tata air (hidrologi) dan mengganggu sistem irigasi pertanian. Kabupaten Toba sejak dulu terkenal sebagai lumbung pangan aTapanuli. Dari tahun ke tahun teus mengalami pengurangan luas ersawaha. Perubahan iklim mikro dan Aktifitas pengasapan ( poging) tanaman eukaliptus di areal konsesi TPL, telah menyebabkan perpindahan hama ke tanaman cabai, penyakit busuk tanaman kopi, di beberapa kampung dalam beberapa tahun terakhir, dan munculnya berbagai penyakit tanaman baru yang belum dikenali masyarakat.
Konflik agrarian yang muncul akibat dimasukkannya lahan-lahan pertanian rskyat kedalam areal konsesi juga menimbulkan biaya sosial yang besar dan ketidak pstian berusah . Terkuras oleh konflik. Energi masyarakat tidak adlagi untuk mexnanam dan merawt tanaman. Kehadiran perkebunan eukaliptus bukannya meningkatkan kesejahteraan tetapi justru memicu an melnggengkan prose pemiskinan ditengh masyarakat.
+ Bukannya memperbnyak dsn memperluas mata pencharian baru : Penurun produksi, kalo bukan gagal panen padi disawah dan kemenyaan di hutan/kebun merupakan hal yang paling memukul masyarakat dikitaran konsesi . Mata pencharian pelenkap seperrci pembuatan ikar dari bayon ( marbayon ) juga hilang. Kasus-kasus ini ditemukan hampir disemua kampung dampingan KSPPM dan AMAN sehingga bisa diktegorikan sebagai permaslahan umum diseluruh area konsesi TPL.
Ditiga Kecamatan Toba saja , yakni Balige, Silaen dan Laguboti, Penduduk k3hilangan 2.000 Ha lahan sawah sejak masuknyaperkebunan euka;iptus di areal konsexsi TPL dan di lahan-lahan milik wrga.Ditiga Kabupaten yang masuk araeal konsxesi TPL Humbang Hasundutan Tapaniuli Utara dan Toba tercatat 50.000 Ha hutan/kebun kemenyaan yang mengalami deforestasi dan degradasi sejak 1990. Akibatnya ?Sekitar 50% Produksi kemenyaan di Tanoo Batak menurun.Mata pencaharian lain yang hilsng sejak tahun 1990, adalah kolam ikan dengan perkiraan luas 6.000 Ha yang tersebar di 7 Kecamatan di Kabupaten Toba, yaitu Pamaksian, Bonatua Lunasi, Uluan, Silaen, Sigumpar, Siantar Narumonda. Berdasakan perhitungan Gerakan Tuntut Acta 54(GTA 5) , kerugian prapetani ikan akibat beroperasinya pabrik Sosor Ladang berkisar Rp.8,24 trilyun.
+ Tidak meningkatkan layanan pendidikan dan Kesehatan : Layanan Pendidikan an Kesehatan dihampir semua kampung yamg ada didalam dan sekitar kosexsi TPL juga tidak menunjukkan peningkatan . Sampai hari ini masyarakat hanya menggunakan layanan Puskesmas desa. Padahal hampir komunitas masyarakat adat terjadi gangguan Kesehatan akibat tercemarnya air minum. Keadaan paling parah dialami warga Sihaporas desa/Nagori Sihaporas, Tornauli ( desA Manalu dolok) dan Bonan dolok ( desa huta tinggi). Pendidikan juga dibiayai sendirci dan pemerintah. Kondisi pendidikan anak buruh haian lepas yang bekerrja di perkebunan eukaliptus yang berasal dari luar daerah lebih memprihatinkan lagi. Mereka tidk mendapatkan layanan Pendidikan yang layak,, bahkan banyak yang tidak bersekolah. Mereka tinggal di camp yang terbuat di tnda-tenda plastik di areal konsesi yang jauh dari fasilitas umum.
+ Memperburuk mutu lingkungan hidup : Mutu lingkungan di kampung-kmpung yang disekitarnya telah berubah menjadi perkebunan eukaliptus jelas sangat buruk. Realitas ini dengan mudah bisa ditemukan di Sopahutar, dikomunits adat Ompu Ronggur Sinajuntak di desa Sabungan nihuta II dan di Sitonong des Sabungan ni huta .
( Ring- o/Foto.ist_)
www.istananews.com
Lainnya,
1 Trackback / Pingback