
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (18),
“TNI & POLRI TABU IKUT DEMOKRASI “
Koranjokowi.com, Jakarta : Beberapa waktu yang lalu penulis dikagetkan dengan peringatan Presiden Joko Widodo bahwa TNI dan Polri dilarang ikut-ikutan dalam Demokrasi. Menurut penulis larangan ini sebenarnya tidak perlu diutarakan langsung oleh Presiden melainkan cukup oleh Menteri Pertahanan atau Panglima TNI saja karena sebab utamanya adalah adanya pernyataan-pernyataan beberapa oknum perwira TNI dan Polri yang menyeleweng dari kewenangan dan tugas utamanya yaitu pengamanan negara.
Aturan yang mengatur tugas utama dan kewenangan dari TNI dan Polri adalah tegas yakni mengikuti Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan untuk Polri Tribrata dan Catur Prasetya. Artinya pada garis besarnya tugas utama TNI dan Polri adalah menjaga keamanan dan stabilitas sosial politik negara.
Adapun pernyataan langsung dari Presiden menurut hemat penulis adalah untuk mempertegas peranan TNI dan Polri agar tidak ikut-ikutan atau terjebak oleh pengaruh bahkan provokasi dari oknum-oknum di internal maupun external yang membuat TNI dan Polri melakukan kegiatan-kegiatan politik praktis.
Sebenarnya sejak dahulu Panglima Besar Jenderal Sudirman sudah menegaskan bahwa politik tentara adalah politik negara. Sebagai Panglima tertinggi Bung Karno selalu menekankan dalam pertemuan-pertemuan dengan para petinggi TNI dan Polri keharusan melaksanakan politik negara. Hal tersebut tidak hanya di lakukan di era Yogyakarta sebelum Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Tribrata dan Catur Prasetya dibuat. Sampai dengan sekarang ini masyarakat maupun penulis belum melihat adanya penjelasan atau pengupasan sejarah lahirnya Sapta Marga, Sumpah Prajurit bahkan Tribrata dan Catur Prasetya .
Lahirnya Sapta Marga
Hanya tidak lama setelah kita sekeluarga pindah ke Jakarta lagi tahun 1949 dan tinggal di Istana Merdeka suatu saat di meja kamar mandi keluarga di antara tumpukan-tumpukan surat kabar-surat kabar dan buku-buku, penulis menemukan sebuah konsep Sapta Marga yang ditulis dengan tulisan tangan di sehelai kertas. Diatasnya ada catatan “mohon dikoreksi dan diperbaiki” Salam perjuangan, Pun Putra Bambang Supeno. Kertas tadi sudah penuh coretan-coretan, penambahan maupun pengurangan kalimat-kalimatnya yang dilakukan oleh Bung Karno. Bahkan kata-kata “bersendikan Pancasila” merupakan tambahan kata-kata Bung Karno di kertas tersebut.
Belakangan hari penulis baru mengetahui bahwa ada Sapta Marga disamping Sumpah Prajurit yang draftnya ditulis tangan oleh Bambang Supeno seorang Pamen TNI AD yang fanatik pencinta Bung Karno, yang bahkan ketika Bung Karno di dongkel oleh kekuatan-kekuatan Orde Baru yang bersangkutan mengorganisir kekuatan-kekuatan ABRI untuk mendukung dan mempertahankan Bung Karno sebagai Presiden, Pemimpin Besar Revolusi sekaligus Pangti ABRI.
Hal ini penulis ketahui karena komunikasi antara Bung Karno dengan katakanlah kelompok Bambang Supeno yang Sukarnois adalah seorang anggota DKP (Detasemen Kawal Pribadi) yang kesadaran politiknya cukup tinggi bernama Joko Suwarno.
Penulis yang selalu mengikuti perkembangan kelompok tadi melalui penuturan Joko Suwarno mengetahui benar bahwa Divisi Brawijaya, Divisi Siliwangi, Korps Komando Angkatan Laut, Resimen Pelopor Brimob, PGT Angkatan Udara dan lain sebagainya tetap berdiri dan mendukung kepemimpinan Bung Karno di masa kritis tersebut.
Nama-nama seperti Ibrahim Adjie, Hartono, Kusnaniwoto, Sutoro, Anton Sujarwo, Ryamizard Ryacudu adalah pendukung-pendukung setia Bung Karno. Jadi sebenarnya bisa saja Bung Karno memberikan perintah untuk bertempur melawan ABRI yang pro Orde Baru yang diatas kertas mereka akan dikalahkan. Akan tetapi Bung Karno tidak menghendaki hal tersebut terjadi karena besar kemungkinan NKRI akan pecah dan intervensi Amerika beserta sekutu-sekutunya akan terjadi sehingga Indonesia menjadi Vietnam kedua.
Hal ini sangat tidak dikehendaki oleh Bung Karno dan memilih menjadi korban demi bersatunya NKRI. Bila saat ini Presiden Joko Widodo mengeluarkan peringatan agar TNI dan Polri tidak ikut-ikutan di dalam Demokrasi hal tersebut menjadi wajar mengingat adanya Sapta Marga dan Sumpah Prajurit bagi TNI dan Tribrata – Catur Prasetya bagi Polri. Selain itu ada kondisi yang tidak terbantahkan bahwa saat ini Indonesia sedang dilanda masuknya Ideologi Trans Nasional yang didalamnya terdapat kelompok-kelompok Anarko Sindikalis, Kekiri-kirian dan Radikal yang sifatnya Destruktif.
Peringatan dari Presiden tadi bukan hanya harus ditaati oleh TNI dan Polri semata akan tetapi harus menjadi bahan introspeksi dan retrospeksi bagi kekuatan-kekuatan Patriotik Indonesia agar tidak lengah dan tetap siaga bahkan waspada dalam perjuangan, terutama termasuk didalamnya perjuangan mengalahkan Setan Siluman Covid-19 dan memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia agar kembali Aufstieg (bangkit).
Suatu perjuangan yang tidak mudah akan tetapi Mulia!
Jakarta 7 Maret 2022
Guntur Soekarno
Pemerhati Sosial
Lainnya,
Diary, Guntur Sukarnoputra 1944 – 2022 (17), TRAGEDI KEDELAI DAN MINYAK GORENG – KORAN JOKOWI
4 Trackbacks / Pingbacks