
DI KUANSING RIAU , MUNGKIN PRESIDEN JOKOWI PERLU MEREVISI UU NO. 41 /1999 TENTANG KEHUTANAN, UU No 32 / 2009 DAN UU 392014 TENTANG PERKEBUNAN ?
Koranjokowi.com, Kuansing, Riau : Sudah menjadi pembicaraan umum, di Prov. Riau banyak kebun sawit pribadi dan perusahaan berada dalam kawasan Hutan Produksi Konversi(HPK).
Salah satunya berada di Kab.Kuantan Singingi (Kuansing), kegiatan pengelolaan budidaya kelapa sawit memang banyak dilakukan perorangan yang berskala besar maupun perusahaan yang berada di kawasan HPK. Namun semua menikmatinya, kalau pun ‘Haram. Ahahahah.
Memang dilapangan tidak semudah bagaimana memberikan pemahaman atas halal dan haram HPK itu, sebagaimana yang terjadi di Kab. Kuansing, namun masyarakat sekitar meyakini bahwa HPK tidak boleh / haram ditanami apapun juga menjadi perkebunan Kelapa Sawit. Kami tidak paham salahnya dimana?
“Iya betul bang, bisa check siapa Pemilik 400 hektar perkebunan kelapa sawit pribadi yang berlokasi di desa Jake, kecamatan Kuantan tengah, kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) . Semua tahu itu milik (initial) ‘A’, bagaimana bisa jika tidak ‘dilindungi’ oknum tertentu karena itu kawasan ‘haram, alias HPK”, kata seorang warga disana.
Kalau tidak mau dibilang ‘haram, silahkan buka UU No 41 tahun1999 tentang kehutanan dan juga UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup dan UU 39 tahun 2014 tentang perkebunan. Dimana intinya ‘siapapun’ yang mengelola HPK menjadi perkebunan apapun termasuk kelapa sawit, pastinnya itu ‘haram’, melanggar dan mengangkangi ke-3 UU diatas. Kecuali kalau ke-3 UU itu sudah direvisi, atau ada ‘miss-communication disana?
Initial ‘A’ adalah salah – satu orang yang terbisa melakukan hal yang ‘haram’, apalagi dilindungi oleh oknum tertentu?, itu pasti dan tidak aneh. Berarti ke-agungan ke-3 UU diatas lebih rendah dari ‘upeti’ yang diterima oknum – oknum dari orang model ‘A’ ini sehingga tidak tersentuh hukum?
Untuk keseimbangan informasi, Koranjokowi.com pun mendatangi suatu TKP, kami disambut oleh manager lapangan initial ‘S’ , “Tanah perkebunan ini kami beli dari masyarakat pak dan semua tanah yang luas 400,76 hektar sudah di Sertifikat kan, kalau masalah HPK itu bukan urusan saya, coba aja Tanya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengapa bisa mengeluarkan sertifikat nya. Dan, Itu bukan urusan saya?”, kata ‘S’.
Atau bagaimana kalau kita minta Presiden Jokowi merevisi ke-3 UU itu sehingga ‘semua bisa semau-nya?’, Nah lu ! (Rowandri/Budi.A/Foto.ist)
Be the first to comment