
Sumber Bencana Bagi Masyarakat Kitaran Toba – (18), “CARA ADU-DOMBA WARGA, PT.TPL CIPTAKAN KTH, TITIK !”
Koranjokowi.com , Jakarta : Kalimat terakhir pada bagian ke 17 adalah….. Takkala saudara kandungnya meninggal dan keponakannya kemalangan , orang itu tak lagi menampakkan diri. Lanjut ke bagian 18..
Jauh hari tahun 2002 sejumlah anggota komunitas adat yang getol unjuk rasa untuk meminta pengembalian tanah adat juga direkrut TPL. Mereka dipekerjakan , dengan syarat menyatakan undur diri dari komunitas, Tentu saja setelah itu mereka menjadi jinak. Tanah adat Sihaporas telah ditempati turun temurun oleh 8 – 11 generasi. Tanah ini diambil oleh penjajah Belanda untuk ditanami pinus sekitar tahun 1913.
Kolonialis itu menerbitkan peta Enclave Sihaporas pada tahun 1916 atau 29 tahun sebelum Indonesia merdeka. Mereka yang dipekerjakan korporasi tidak hanya mundur dari komunitas adat , tapi juga menjadi mata-mata untuk tuan barunya. Akibatnya bentrokanpun terjadi. Setelah warga lemah, TPL mengambil Tindakan hukum terhadap mereka. Lima orang penduduk Sihaporas, yang merupakan pejuang tanah adat, terkena kriminalisasi. Arisman Ambarita, Mangitua Ambarita, Parulian Ambarita. Thomson Ambarita dan Jonni Ambarita ditangkap polisi dan diseret ke Pengadilan.
Empat yang terakhir ini, divonnis dan ditahan. Komunitas masyarakat adat Aeknapa di desa Sabungan ni Huta IV, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, juga telah dipecah belah . TPL diduga membenturkan , 2 Komunitas masyarakat adat keturunan ompu Ronggur Simanjuntak diperhadapkan dengan pendatang dan penumpang , tahun 2020. Kaum pendatang ke desa itu difasilitasi saat membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH), Padahal sebelumnya penduduk setempat hidup berdampingan dengan damai.
Membenturkan masyarakat secara horizontal melalui pembentukan KTH juga terjadi ditempat lain. KTH Sipolha Nauli versus masyarakat adat Sihaporas untuk mengambil dan menguasai hasil hutan , kekerasanpun nyaris terjadi. Didesa Sirait Uruk Kabupaten Toba Samosir, TPL juga menjalankan strategi yang mirip . Semula mereka mengajak warga dan tetua adat makan- makan lalu belakangan warga yang semula menentang ini menjadi berpihak kepada TPL. Dua pihak lantas berhadap-hadapan dengan kepentingan yang berbeda. Sempat terjadi perusakan rumah-rumah warga disana oleh pihak TPL.
Persoalan Gender. Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT) baik verbal maupun non verbal Kerap dialami kaum ibu, setelah kehadiran Indorayon/TPL, lelaki di Pandumaan – Sipituhuta, misalnya. Dahulu warga hidup berkelimpahan berkat hasil menyadap getah pohon Haminjon ( kemenyaan -red). Dalam perkembangannya TPL merambah kayu alam dan menebangi Haminjon. Hutan tropis berubah menjadi hutan monokultur : Eukaliptus ( kayu putih ).
Perkonomian petani haminjonpun merosot. Mata pencaharian yang rusak akibat perampasan tanahya oleh TPL ternyata membuat banyak keluarga bermasalah. Suami – isteri berselisih faham Suami takut pulang kerumah karena tidak mampu menyetor uang untuk kebutuhan rumah tangga. Mereka kemudian berlama-lama di hutan : bersembunyi untuk menghindari isteri.
Kaum ibu dan perempuan masyarakat adat Nagasaribu Onan Harbangan , Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Berbeban ganda akibat kehadiran Indorayon/TPL. Saat hutan asri sumber air jernih sangat dekat kepermukaan , Belakangan akibat penggundulan hutan tropis , perempuan dan anak-anak mengangkat air dari sumber yang lebih jauh. Mereka memikul atau menjungjung air untuk kebutuhan rumah tangga dari sungai karena mata air telah rusak kalo bukan kering.
Menghancurkan Situs Kuno dan makam Leluhur.
Indorayon masuk kedalam wilayah Natumingka tahun 1987. Saat TPL membuka jalan , hutan tropis mereka ganti dengan tanaman hutan industri Eukaliptus. Alat-alat berat merekapun merusak , kalau bukan menghancurkan , Situs-situs sejarah saat membuka jalan dan lahan . Makam-makam leluhur di perkampungan lama di Janji Matogu misalnya hancur terlindas dan akhirnya terkubur, korporasi kala itu menggunakan alat berat tanpa seijin dan sepengetahuan masyarakat adat setempat.
Akibatnya tulang belulang leluhurpun berserakan. Beberapa benda pusaka seperti pinggan pasu ( piring keramik kuno) dan benda-benda artefak lainnya, luluh lantak. Kemarahan masyarakat tersulut. Mereka meminta Indorayon memperbaikinya. Tulang belulang leluhur tersebut akhirnya dikumpulkan dalam satu lokasi dan dmakamkan lagi di kitaran tugu. Terdapat lima makam yang diberi batu tanda disekitar Huta Janji Matogu.
Menurut penuturan dan para tetua masyarakat adat Natumingka , banyak bagian dari tulang belulang itu yang hilang. Para Tetua adat Natumingka mengatakan masih banyak makam tua yang belum dapat diidentifikasi atau ditemukan kembali hingga hari ini. Kuburan itu berada diperkebunan Eukaliptus yang tanahnya sudah ditanami , jelas ucap beberapa warga. Indorayon tidak menghargai sejarah dan leluhur para masyarakat adat Natumingka . Padahal bagi masyarakat , ziarah makam untuk menghormati arwah para leluhur, sangatlah penting.
Di desa Sihaporas tempat-tempat ritual yang sangat dihormati dan dilindungi masyarakat pun rusak sejak masuknya TPL. Tanda-tanda perkampungan dikawasan hutan Siholi-holi berantakan . Tanahnya telah rata oleh alat berat. Pada hal sampai Agustus 2000, saat Tim dari Komisi A DPRD Kabupataen Simalungun dan Pemkab Kabupaten Simalungun mengecek fakta situs kuno, parit tua masih ada disana,tanah yang dikeruk. Parit itu Fumgsinya sebagai benteng pertahanan penduduk saat menghadapi musuh. Juga kubangan untuk menjebak binatang buas.
Perusakan lainnya terjadi pada sumber mata air (Umbul )untukkeperluan ritual adat. Sumber air bersih seperti Bongbongan nabolon ( kolam besar ), sungai Meranti , dan sungai aek Sidogor-dogor pun rusak dan tercemar racun, Pada 25 Oktober 2018 banyak Ihan atau Dekke Batak ( latin: neolissochilus sumatranus ) yang mati, Ikan Semah yang digunakan dalam keperluan ritual adat bagi masyarakat Sihaporas . Kini nyaris punah akibat aktifitas TPL .
PRESIDEN JOKOWI BERJANJI AKAN DATANG KE TOBA NOVEMBER 2021, INGATKAN ITU !
Orang jahat akan dilenyapkan sehingga orang baik bisa ”mendapatkan kesenangan yang besar atas limpahnya kedamaian”.—Mazmur 37:10, 11
(Ring-o/Foto.ist)
Lainnya,
1 Trackback / Pingback