Kajitow Elkayeni (4), SIKAP GUB. JABAR TENTANG USTAD CABUL SETENGAH HATI ?
KoranJokowi.com, Bandung : Awalnya judul tulisan ini berjudul MEREKA YANG TURUT BERDOSA DI BANDUNG SANA, namun agar lebih sangar tulisan keren karya ‘mas Kajitow Elkayeni’ ini sedikit saya permak, namun narasi dan isinya tidak sedikit pun. Check it dot ….
Berkaitan dengan kasus pelecehan seksual di Bandung itu, saya menyalahkan masyarakat di sekitarnya. Mereka sudah curiga. Tapi tidak mengambil langkah lanjutan. Katanya sungkan. Gak mau suudzon. Padahal mereka ini gak paham apa itu suudzon.
Suudzon itu, jika anda menuduh orang tanpa indikasi apa-apa. Misalnya, orang kelihatannya gak kerja tapi duitnya banyak. Kalau dulu mungkin dituduh pesugihan, miara babi ngepet. Tapi sekarang banyak pekerjaan bisa dilakukan di rumah. Main saham, atau jadi penulis.
Jika anda meyakini orang tadi miara babi ngepet, ini namanya suudzon. Jika kemudian anda menuduhnya main pesugihan, ini namanya fitnah.
Tapi jika ada belasan anak di kurung di satu rumah. Kemudian sebagian hamil dan melahirkan, anaknya juga mirip Herry, jika anda mencurigai Herry, itu bukan suudzon. Itu tandanya anda waras. Bisa berpikir. Itu berarti anda masih manusia. Tapi yang terjadi terhadap Herry itu sebaliknya. Karena dia disebut ustad, lalu orang tidak berani curiga. Mereka diam. Takut suudzon. Takut dosa.
Golongan kedua yang pantas disalahkan adalah mereka yang membuat kasus ini terlambat dikuak oleh media. Mereka adalah Pemprov Jabar dan orang-orang yang menghendaki kasus ini tidak diblowup sejak awal. Termasuk di sini ormas MUI cabang Bandung.
Alasannya, demi melindungi korban. Ini kan tidak masuk akal. Padahal korban sudah dilindungi (kata Pemprov), pelakunya sudah disidangkan. Saya curiga, mereka sengaja menutupi kasus ini demi melindungi jaringan ulama di sana. Karena si Herry ini termasuk salah satu orang yang diulamakan di sana.
Menurut saya, ada indikasi Pemprov Jabar, MUI dan orang-orang tolol yang lain itu pura-pura melindungi korban. Tapi sebenarnya sedang melindungi basis kadrun di sana. Saya memang mendengar desas-desus si Herry ini terkait dengan pemenangan Pilkada Jabar, tapi karena kurang bukti, saya anggap itu kabar angin saja. Namun itu masuk akal jika dijadikan motif penyelidikan.
RK dan politisi di wilayah kadrun memang serba salah. Mau speakup, mereka sadar tak mungkin. Kadrun itu kan nir logika. Kalau melawan balik kan yang repot mereka. Namun para politisi itu juga tak mungkin mampu menutupi bangkai lama-lama. Bau busuknya akhirnya tercium juga.
Oleh sebab itu sebelumnya mereka menempuh jalan pintas. Kasusnya “diamankan”.
Awalnya saya dengar, kasus ini sengaja diselesaikan dengan senyap. Pihak-pihak yang berkuasa di Jabar tak ingin muka mereka tercoreng. Ini kan aib. Mereka juga tak ingin, para kadrun balik melawan. Karena simbol dan citra keislaman yang mereka bangun diobok-obok.
Makanya para kadrun menyalahkan Syiah. Herry yang jelas-jelas tokoh anti-Syiah itu sekarang distempel sebagai orang Syiah. Karena mereka ingin menyelamatkan imajinasi keislaman yang telah mereka bangun tadi.
Dalam imajinasi keislaman tersebut, Herry si biadab itu salah satu tokohnya.
Inilah yang menyebabkaan Pemprov Jabar, MUI dan orang-orang tolol lain itu berupaya menyembunyikannya. Dalihnya, untuk melindungi korban.
Setelah heboh, kemudian RK dan Istrinya ambil panggung. Sudah jelas-jelas mereka lalai, sekarang mereka teriak paling kenceng di media. Seolah-olah berhasil menangani masalah ini. Kemarin-kemarin ke mana aja, tong?
Kenapa sejak Mei 2021 tidak satu pun media mengetahuinya? Kalian sengaja membungkamnya?
Baru ketika seorang aktivis bernama Nong Darol membukanya di Twitter, orang-orang tolol tadi sibuk menjelaskan. Sibuk jadi pahlawan. Sibuk buang badan.
Saya juga mendengar kabar, para korban ini tidak disantuni dengan layak. Jadi maksud sudah “diamankan” menurut Pemprov Jabar itu, mungkin tidak seperti yang kita bayangkan. Ibu-ibu bayi itu katanya kurang susu, kurang makan.
Kata “pendampingan” menurut Pemprov Jabar itu sebenarnya lebih tepat disebut hanya “mengawasi dari jauh”. Kalau korban lapar, kurang susu, tidak cukup popok, itu di luar kata pendampingan tadi.
Padahal kalau cuman datang, ngobrol, memberi dukungan moral, gak perlu jadi pejabat, Malih. Semua orang bisa. Maka, bukan cuman Herry yang terlaknat dan berdosa di sini, tapi juga tetangganya, Pemprov Jabar, MUI, dan orang-orang tolol yang awalnya ingin mengubur kasus ini.
Jadi manusia memang berat. Modal utamanya harus bisa berpikir. Dan saya melihat, orang-orang itu tidak mampu melakukannya.
Kita semua ini hakikatnya adalah binatang. Mereka yang bisa berpikir disebut manusia. Mereka yang tolol, seperti Pemprov Jabar, MUI cabang Bandung dan para pengecut lainnya, anda tahu bagaimana menyebut mereka…
Kajitow Elkayeni
(Foto.ist/Repro)
Lainnya,
3 Trackbacks / Pingbacks