
SETELAH ALM. SARWO EDHIE & SINTONG PANJAITAN MEREBUT RRI TAHUN 1965, KINI SIAPA YANG MEREBUT RRI ? – (1)
KoranJOkowi.com, Bandung : Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk Ahmad Yani diculik dari rumah mereka dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Sementara proses penculikan sedang dieksekusi, sekelompok pasukan tak dikenal menduduki Monumen Nasional (Monas), Istana Kepresidenan, Radio Republik Indonesia (RRI), dan gedung telekomunikasi.
Kolonel Sarwo Edhie Wibowo – Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menyusun strategi untuk menggagalkan G30S/PKI. Pada pukul 11.00 siang hari itu, Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad dan menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 06.00 petang. Dia pun meminta pasukannya siap siaga, hal tekhnis operasional dia percayakan sepenuhnya kepada LETDA TNI Sintong Panjaitan
Beliau pun memberikan batas waktu kepada pasukan tidak dikenal itu agar meninggalkan RRI pada pkl.18.00, atau dia dan pasukannya akan memaksa dengan senjata. Jam 11 – 18.00 adalah jam jam menegangkan ke-2 pihak , namun RPKAD (Kopasus) pastinya lebih siaga.
Ketika pukul 18 teng, Sarwo Edhie memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali bangunan yang ditunjuk. Hal ini dicapai tanpa banyak perlawanan, RRI pun kembali ketangan negara.
Kini tahun 2021, tiba tiba keberadaan RRI menjadi viral, RRI dituding telah ‘berpihak’ kepada kelompok tertentu, bahkan Pengamat Media Penyiaran Publik – Sapta Pratala menuding ada pengkondisian membelokkan RRI dari lembaga penyiaran publik yang netral menjadi corong salah satu partai politik dan pembela Ormas yang telah dilarang pemerintah.
Maka wajar jika public pun menyeret nama Direktur Utama (Dirut) Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) M. Rohanudin sebagai orang yang wajib ditanya, public menilai dan membandingkan dengan jumlah berita yang dilansir rri.co.id selama ini sangat tidak berimbang, di mana Fraksi PKS mendapat porsi pemberitaan sangat besar dibanding fraksi-fraksi lainnya
Selain itu, menurut Sapta, setelah pembubaran FPI tanggal 30 Desember 2020, RRI melansir sejumlah berita yang berisi berbagai komentar dari masyarakat atas pembubaran FPI. Di luar RRI, media lain juga melakukan hal yang sama. Bedanya, portal berita rri.co.id yang 100% dibiayai APBN justru lebih banyak memberitakan komentar yang anti pembubaran alias menentang pemerintah. Sedangkan media swasta yang tidak dibiayai APBN memberitakan komentar dukungan kepada pembubaran FPI.
Teman teman KoranJokowi.com dimana saja berada, dalam Lampiran Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur Anggaran Kementerian dan Lembaga Pemerintah, Presiden Jokowi menyetujui anggaran untuk RRI Rp,1,075 trilyun. dalam arti kalau pun Pandemi C19, RRI masih ‘disusui’ APBN, bukan oleh Parpol atau Ormas yang menentang PANCASILA.
Kita tunggu apa langkah Menteri Kominfo kedepan, karena kini tidak mungkin lagi kita berharap kepada Sarwo Edhie dan Sintong Panjaitan.
– (Red-01/Foto.ist)
-BERSAMBUNG-
Be the first to comment