Melawan Lupa (50), “Sukarno, Ende, dan Katolik”

Melawan Lupa (50),

“Sukarno, Ende, dan Katolik”

Oleh : Respati Wasesa

Koranjokowi.com, NTT :

Sejarah yang tidak banyak orang tahu.

 “Jas Merah” Jangan sekali-kali Melupakan Sejarah, demikian statemen Ir.H. SUkarno (Bung Karno)  dimasa hidup dan masa perjuangannya. Menurut hemat penulis ada sesuatu yang bernilai sejarah yang terlupakan atau  Sejarah yang tidak banyak orang tahu, yang di sarikan oleh Respati Wasesa dilansir dari Kumparan. Com.

Dalam tubuhnya mengalir darah Jawa dan Bali . ( Soekarno-red) Sejak kecil ia mengenal tradisi mistik kejawen dari kakek dan neneknya di Tulungagung, Jawa Timur. Ibunya mengajarkan Hinduisme dan Budhaisme. Bapaknya penganut teosofi. Mentor politik sekaligus mertuanya di Surabaya, Haji Oemar Tjokroaminoto, adalah pemimpin Sarekat Islam yang tuntas dalam soal Islamisme. Bagaimana kedekatan Sukarno dengan kalangan umat Kristen? Nah, berhubung ini memasuki perayaan Paskah,kata Respati Wasesa , saya juga akan menceritakan kisah si Bung Karno dengan para tokoh Katolik.

See the source image

Cerita ini saya mulai dari Ende, Flores, tempat Sukarno dibuang( diasingkan-red) pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1934. Ini adalah periode di mana Sukarno sebenarnya banyak merenung, mengambil jarak dari politik. Ende awalnya bukanlah tempat yang ramah bagi Sukarno—tak seperti di Bandung, di mana orang mengelu-elukannya. Belanda memang sudah mewanti-wanti kepada masyarakat di sana agar jangan dekat-dekat dengan orang interniran atau buangan.

“Di dalam kota Ende terdapat sebuah kampung yang lebih kecil lagi, terdiri dari pondok‐pondok beratap ilalang, bernama Ambugaga ujar Respati. Jalanan Ambugaga itu sangat sederhana, sehingga daerah rambahan di mana terletak rumahku tidak bernama. Tidak ada listrik, tidak ada air leding. Kalau hendak mandi aku membawa sabun ke Wola Wona, sebuah sungai dengan airnya yang dingin dan di tengah‐tengahnya berbingkah-bingkah batu.” “Di sekeliling dan sebelah menyebelah rumah ini hanya terdapat kebun pisang, kelapa dan jagung. Di seluruh pulau itu tidak ada bioskop, tidak ada perpustakaan ataupun macam hiburan lain. Dalam segala hal maka Ende, di Pulau Bunga yang terpencil itu, bagiku menjadi ujung dunia.”

See the source image

Sukarno nyaris putus asa. Untunglah, Inggit Garnasih, istrinya, juga mertuanya, Ibu Amsi, selalu menyemangati. Inggit bahkan berinisiatif merekrut seorang remaja setempat bernama Riwu Ga untuk menemani Sukarno jalan ke mana-mana. Lama-lama Sukarno pun mulai akrab dengan warga setempat.

(Ring-o/Foto.ist)

Lainnya,

Melawan Lupa (49), “RESHUFFLE JUNI 2022, ADA NAMA AHOK ?” – KORAN JOKOWI

Melawan Lupa (48), “BLI GEDE PASEK , MENARILAH  UNTUK INDONESIA  !” – KORAN JOKOWI

Melawan Lupa (45), “SAAT SUKARNO DI ENDE NTT”

Tentang RedaksiKJ 3811 Articles
MEDIA INDEPENDEN RELAWAN JOKOWI : *Alumni Kongres Relawan Jokowi 2013 (AkarJokowi2013), *Aliansi Wartawan Non-mainstream Indonesia (Alwanmi) & Para Relawan Jokowi Garis Lurus lainnya.

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan