
Sumber Bencana Bagi Masyarakat Kitaran Kaldera Toba – (6), “KITA TELAH PULUHAN TAHUN MELAWAN MONSTER DI PT. TPL ITU !”
Koranjokowi.com, Jakarta : Senyawa-senyawa tersebut berpeluang besar menyebabkan kanker. Dilanjutkan ke (bagian ke.6)…… PT.Toba Pulp Lestari (TPL) dan Pelanggaran Hukum dan HAM yang dilakukannya. Kehadiran PT.Inti Indorayon Utama (IIU) yang berganti nama menjadi PT.Toba Pulp Lestari kata Delima Silalahi, Rocky Pasaribu ( KSPPM), Tongam Panggabean ( BAKUMSU) Roganda Simajuntak dan Wilson Nainggolan ( AMAN )Tano Batak, telah menorehkan sejarah Panjang perlawanan masyarakat di Tapanuli. Sejak tahun 1980 an.
Ketika perusahaan ini baru berdiri, gerakan perlawanan sudah muncul, pemicunya adalah perampasan tanah dan pencemaran lingkungan hidup disekitar pabrik. Perusahaan penghasil pulp dan rayon yang pabriknya berada di Sosor Ladang Kecamatan Parmaksian Porsea, dituduh menimbulkan pencemaran lingkungan yang sangat serius ridak hanya disekitar pabrik tetapi juga didesa-desa sepanjang aliran sungi Asahan . Gerakan perlawanan dengan isu lingkungan ini semakin meluas kecdaerah-daerah lain yang juga terdampak lingkungan saerupa. Aksi masa yang berujung pada kekerasan kerap terjadi, korban jiwapun tak terhindarkan , baik dari pihak masyarakat maupun pihak perusahaan. Gerakan perlawanan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada 19 Maret 1999 Presiden BJ.Habibie memutuskan untuk menghentikan sementara operasi PT.IIU. Keputusan in disambut gembira oleh masyarakat dan dianggap sebagai kemenangan gerakan rakyat atau anugerah Tuhan .
Namun diera Kepemimpinan presiden Gus Dur korporasi ini kembali dibuka melalui sidang Kabinet 10 Mei 2000 yang dipimpin oleh oleh wakil Presiden Megawari soekarno putri, pemerintah memutuskan untuk menitup pabrik rayon namun membuka Kembali pabrik pulp. Keputusan ini memicu kemarahan masyarakat. Perlawanan pun kembali marak. Namun perusahaan terus menjalankan strategi supaya bisa beroperasi Kembali. Salah satunya adalah mensosialisaikan apa yang disebut dengan paradigma baru Indorayon telah berganti nama menjadi PT.Toba Pulp Lestari ( PT.TPL) Perusahaan resmi beropersi Kembali pada 6 Februari 2003 walaupun tetap mendapat perlawanan dari elemen masyarakat.
Konflik Agraria di zaman TPL.
Perlawanan Kembali muncul pada tahun 2007 di Kecamatan Pollung. Perlawanan kali ini datang dari petani yang kebun Kemenyaannya masuk dalam wilayah konsesi TPL. Ratusan Hektar hutan kemenyaan ( syntrak sp ) ditebang oleh perusahan dengan alasan tanah tersebut merupkan areal konsesi mereka.Berbagai aksi massa lantas dilakukan sebagai bentuk protes masyarakat setempat. Pada bulan Juni 2009 perlawanan Kembali muncul dari masyarakat adat di desa Pandumaan dan desa Sipitu huta Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Habinsaran. Juga dipicu oleh penebangan hutan kemenyaan oleh TPL tanpa sepengetahuan mereka. Selain penduduk Pandumaan -Sipituhuta, masyarakat adat lainnya di wilayah Tano Batak terus melawan disemua wilayah konsesi TPL.
Saat ini Kelompok Study dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat ( KSPPM) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Tano Batak ( AMAN TB) mendampingi 23 Komunitas Masyarakat adat yang tersebar di 5 Kabupaten kawasan Danau Toba yang berkonflik dengan perusahaan tersebut. Total wilayah adat yang diklaim sepihak sebagai konsesi perusahaan sekitar 20.750 Ha.
Keberadaan masyarakat Adat di NKRI.
Keberadaan masyarakat adat di Indonesia di didahului dan dijamin oleh Konstitusi. Oleh karena sebagaimana warga negara lainnya di Republik ini. tertuang dalam UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) Bab VI tentang Pemeintahan Daerah: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang – undang”. Pasal 28 I ayat (3) Bab X A tentang Hak Azasi Manusia (HAM) menyebutkan : Identitas budaya dan Hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban.
UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dqn Pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 butir 31 berbunyi “ Kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukin di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asul-usul leluhur adanya hubungan kuat dengan lingkungan hidupnya , serta adanya sistim nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum. “
Putusan MK. No.31/PUU-V/2007 merumuskan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya yang bersangkutan secara defakto masih ada dan atau hidup apabila setidak-tidaknya mengandung unsur-unsur: masyarakat yang warganya memiliki perasaan kelompok, pranata pemerintahan adat, harta kekayaan atau benda-benda adat, perangkat norma hukum adat, dan wilayah hukum adat. Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012: pertama oleh karena itu menempatkan hutan adat sebagai bagian dari hutan negara merupakan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat, Kedua, hutan adat dikeluarkan dari hutan negara kemudian dikategorikan hutan hak.
Dugaan pelanggaran HAM.
UU No.39 /1999 tentang Hak Asasi Manusia mendefinisikan Hak Asasi Manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan Anugerah Tuhan yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum , pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Selama lebih dari 30 tahun beroperasi PT.TPL merupakan perusahaan yang tidak ramah Hak Asasi Manusia . Sejarah mencatat berbagai pelangaran HAM yang dilakukannnya. Berikut uraian singkatnya, mengacu kepada UU No.39/1999 ( tentang Hak Asasi Manusia-red).
- Pasal 9 Hak untuk Hidup. Rusaknya Fungsi daerah aliran Sungai (DAS) juga berperan dalam penurunan jumlah sawah diwilayah hilir Data dinas Pertanian Kabupaten Toba mencatat selama 5 tahun terakhir terjadi alih fungsi persawahan dari 19.917 Ha berkurang menjadi 17.089 Ha. Selama 5 tahun areal persawahan di Kabupaten Toba yang terkenal menjadi lumbung padi di kawasan danaau Toba menurun 2830 Ha.
- Pasal 13,14,15 Hak mengembangkan diri
- Pasal 17 Hak memperoleh keadilan: “ Setiap orang tanpa diskriminasi , berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonann, pengaduan dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak , sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakin yang jujur dan adil dan benar.
Namun dalam prakteknya diskriminasi hukum kerap di alami oleh masyarakat adat diwilayah konsesi TPL. Ini terlihat dari perbedaan tanggapan aparat Kepolisian terhadap pengaduan TPL dengan pengaduan Masyarakat adat terhadap masyarakat adat ( sangat cepat) sementara disisi lain, sahutan terhadap pengaduan masyarakat adat terhadap Tindakan TPL , sangat lambat.
Kita semua pastinya berharap banyak kepada Presiden Jokowi yang akan datang kembali ke Kawasan Danau Toba (KDT) sekitar November 2021 yad, sebagaimana janji beliau saat bertemu TIM – 11 di istana Jakarta lalu. Presiden Jokowi adalah PANGLIMA PERANG yang akan ‘menyudahi konflik puluhan tahun ini, dan jika selama ini warga KDT menyimbolkan PT. TPL adalah bak MONSTER , maka PANGLIME PERANG akan melawan MONSTER itu, amin.
Daud juga berkata kepada Salomo , anaknya, “Jadilah kuat dan berani, dan lakukanlah pekerjaan itu, janganlah takut atau putus asa, sebab Tuhan Allah, Allahku, menyertai engkau, ia tidak akan melupakan engkau atau meninggalkan engkau sampai segala pekerjaan sebab pelayanan Bait Allah sudah selesai – Tawarikh 28:20
( Ring-o)
Bersambung….
2 Trackbacks / Pingbacks