
JIKA KADO AKHIR TAHUN 2020 DAN TAHUN BARU 2021 DARI PRESIDEN JOKOWI BERUPA KENAIKAN HARGA SINGKONG DAN MENURUNKAN BIAYA RAFRAKSI HINGGA 7%. MAKA AKAN KITA SAKSIKAN NANTI BANYAK PARA MAFIA IMPORTIR DAN MAFIA RAFRAKSI MASUK RUMAH SAKIT AKIBAT SAKIT JANTUNG. AHAHAHAH.
KoranJokowi.com, Bandung : Sobat KoranJokowi.com dimana saja berada, pastinya kita masih ‘belum lupa’ bahwa hingga akhir tahun 2019 lalu Indonesia masuk 5 besar negara penghasil ubi kayu singkong terbanyak ke-4 di dunia, karena kita mampu memproduksi 20-21 juta ton singkong. Dan kita juga belum lupa jika di periode tahun 2014-2018 jumlah impornya mengalami tren peningkatan hingga sekitar 4.070 ton/tahun. Sedangkan kebutuhan singkong nasional hanya sekitar 9-10 juta ton/tahun. Entah data mana yang benar, ahahah.
Dari berbagai data bahkan disebutkan bahwa periode tahun 2015-2018 produksi singkong nasional mencapai sekitar 23,9 – 24, 7 juta ton/tahun. Yang mana mayoritas di-suply oleh Lampung 36,33%, Jawa Tengah 16,23% dan Jawa Timur 16,01%., dengan harga pasaran singkong sekitar Rp.2.100-2.400/kg dengan Rafaksi sekitar 7-10%
Pada tulisan sebelumnya, nara-sumber kami dari perwakilan petani singkong di Lampung Utara, Jhony Erik dan Andi Anshori yang ke-2 nya pun adalah wartawan KoranJokowi.com mengatakan, “Kini di tahun 2020 harga singkong ‘njomplang hingga Rp.840/kg dengan rafraksi antara 15-20%. Maka wajar jika kemudian banyak petani singkong beralih tanam, sudah jatuh tertimpa tangga, harga semakin menurun , rafraksinya semakin tinggi, Pandemi Covid 19 pula. Jika Menteri Pertanian dan Pemda tidak mampu menaikan harga singkong kebatas normal sekitar Rp.1.100-1.300/kg dengan Rafraksi sekitar 5-10%, maka sama saja kita memelihara importir asing menjajah”
Siang ini, Senin (7/12), M.Yusup (samaran), warga desa Kebondalem, Kab.Banjarnegara, Jawa Tengah pemilik kebun singkong seluas 5 hektar yang juga relawan Jokowi mengeluhkan menurunnya harga singkong dan tingginya biaya rafraksi disana, “Harga singkong sudah mencapai Rp.480-800/kg, rafraksinya 20%. Dalam satu hektar panen yang jumlahnya sekitar 30 ton (30.000 kg) jika terkena rafraksi 20% maka sama dengan panen 6.000 kg, bang. Lalu kalikan harga singkong Rp.800/kg hasilnya hanya Rp.4,8 juta. Kemudian kalikan lagi panen untuk 5 hektar, berarti kami hanya Rp.24 juta. Tidak sebanding, mau sampai kapan?”
Sobat KoranJokowi.com dimana saja berada, Rafraksi adalah ‘biaya siluman’, yang dibuat sesuka hati pabrik tapioka dsb. Harus ada aturan baku disana, formulanya jelas. Karena para petani hanya berkesimpulan ‘kalau mau dibeli pabrik, ikuti aturan rafraksi mereka. Dan jangan pernah mempertanyakan alasan sebagai potongan tanah yang terikut, potongan kadar air, umbi yang mulai membusuk, kayu yang terikut, dll. Juga tidak perlu mempertanyakan mengapa singkong yang bisa dimakan rafaksinya lebih kecil, sedangkan singkong beracun rafaksinya lebih besar. Pokoknya,‘kalau mau dibeli pabrik, ikuti aturan rafraksi mereka, titik ! Ahahaha.
Sobat KoranJokowi.com dimana saja berada, saya memang bukan ahlinya dalam hal ini, namun secara awam saya mencoba menghitung jika saja setiap satu hektar panen singkongnya 30 ton (30.000 kg) dengan harga singkong Rp.1.200/kg seharusnya petani mendapat sekitar Rp.36 juta/hektar, kemudian dikurangi rafraksi ideal 7% atau petani masih bisa mendapat Rp.33,480 juta/hektar. Ini ideal, kalau pun belum memuaskan.
Maka dengan angka-angka ini sepertinya Presiden Jokowi dapat ‘memaksa’ KementanRI , Kemendag, Pemda, dan pihak terkait lainnya untuk ‘menyetop’ impor singkong, karena petani akan kembali giat menanam singkong. Petani senang, produksi singkong pun akan lebih dari 20 juta ton/tahun. Pastinya yang tersenyum kecut hanyalah mafia importir dan mafia yang mengatas-namakan rafraksi. Dan siap-siap UGD di rumah-rumah sakit daerah akan dipenuhi mereka karena ‘sakit-jantung’ dadakan, “Ayo Pak Dhe gaspol, jangan kasih kendor !”, kami tunggu ini sebagai kado akhir tahun 2020 dan kado Tahun baru 2021. (Red-01/Foto.ist)
Udah 2021 masih saja harga singkong rebdah